![]() |
Rekor UTM saat bertemu dengan Menko AHY di Jakarta.(Dok/Istimewa) |
Dipimpin oleh Rektor Prof. Dr. Safi’, S.H., M.H., rombongan UTM yang juga melibatkan Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Kerja Sama dan Alumni, Surokim, M.Si., serta dua dosen, Ansori dan Faizal Amir, datang tidak sekadar membawa proposal kerja sama. Mereka datang dengan visi besar: membumikan pembangunan dari pinggiran, dan Madura adalah titik tolaknya.
Pertemuan berlangsung dalam suasana egaliter, jauh dari formalitas kaku. Yang dibicarakan bukan hanya tentang tumpukan MoU atau angka proyek, melainkan bagaimana membangun narasi pembangunan yang mengakar pada potensi lokal dan sumber daya manusia unggul di Madura.
AHY merespons dengan semangat yang tak kalah besar. “Saya percaya, kampus bukan hanya tempat mencetak sarjana, tapi pusat transformasi sosial. Investasi paling berharga bangsa ini adalah pada manusianya,” tegas AHY. Ia menyambut baik langkah UTM dan menyebut sinergi akademisi–pemerintah sebagai kunci untuk pemerataan pembangunan.
Beragam isu strategis turut mencuat dalam diskusi: dari peluang riset dan inovasi infrastruktur, pemanfaatan teknologi di sektor pertanian, hingga pemetaan potensi ekonomi Madura berbasis wilayah. Namun, yang menjadi benang merah pembicaraan adalah satu: komitmen bersama untuk menempatkan Madura bukan sebagai wilayah tertinggal, tapi sebagai kawasan yang siap menjadi episentrum pertumbuhan baru.
Dalam momen tersebut, UTM juga menyampaikan undangan kepada AHY untuk hadir sebagai pembicara utama dalam kegiatan PKKMB tahun akademik 2025/2026. Tawaran ini pun disambut positif. “Kalau tidak ada halangan, saya akan datang langsung ke Bangkalan. Ini bukan sekadar seremoni, tapi kesempatan berbicara langsung dengan generasi masa depan,” ujarnya.
Lebih dari sekadar pertemuan seremonial, audiensi ini menjadi semacam deklarasi tak tertulis: bahwa kemajuan daerah tidak bisa hanya digerakkan dari pusat, tapi harus melibatkan simpul-simpul intelektual di daerah. UTM dan AHY sama-sama sepakat bahwa pendidikan tinggi harus menjadi mitra aktif dalam menyusun arah pembangunan nasional.
“Jika kampus menjadi rumah bagi pemikiran segar dan pemerintah membuka diri terhadap inovasi, maka pembangunan tidak akan lagi terpusat. Ia akan tumbuh dari banyak titik, dari Madura hingga Merauke,” pungkas AHY.
Dengan langkah awal yang penuh semangat ini, UTM membuka babak baru dalam peran strategisnya sebagai jembatan antara kebutuhan rakyat dan kebijakan negara. Madura tak lagi sekadar pulau di pinggiran—ia sedang menuju panggung utama pembangunan Indonesia. (Had)
Komentar