![]() |
| Ilustrasi.(Dok/RRI). |
Oleh: A Dardiri Zubairi
Lensajatim.id, Opini- Di manapun hubungan anak dan orang tua pasti intim. Bagi orang tua anak adalah buah hati. Adakah "buah" lain yang ditaruh di hati, tempat paling menggetarkan selain anak? Sepertinya tidak ada. Anak jantung. "Anak gantongan ate," kata orang Madura.
Anak juga tempat masa lalu dan masa depan diracik. Ia adalah kebanggaan karena lahir dari pautan cinta orang tuanya. Ia juga adalah harapan yang kelak akan membuat narasi indah bagi orang tuanya. Jika anak dalam masalah, orang tua selalu pasang badan.
Tapi bagi orang Madura, hubungan anak dan orang tua lebih kuat lagi. Anak bukan sekedar sosok yang dibayangkan dan diidealisasi. Anak harus konkrit berada dan selalu bersama dan membersamai orang tua. Seolah anak harus selalu dalam dekapan orang tua, kapanpun, dimanapun, dan usia berapapun. Makanya anak (kalau bisa) tidak boleh jauh-jauh entah kawin atau menuntut ilmu.
Di sinilah cerita kemudian mengalir. Bagaimana pesantren di Madura kerepotan mengatur orang tua ketika anaknya mondok. Susah bikin tata tertib atau aturan. Karena orang tua seperti tidak mengenal waktu "nyambang anaknya". Orang tua seperti bebas menyambangi anaknya. Ketika sekolah, tiba-tiba nongol depan pintu memanggil anaknya. Ketika sedang ada pengajian entah siang atau malam, orang tua sudah ada yang menunggu anaknya.
Belum kalau ijin pulang. Ada pernikahan saudara jauhnya orang tua datang menjemput anaknya minta ijin pulang, saudaranya haji atau umrah minta ijin pulang. Demikian seterusnya jika ada selametan kandungan, kelahiran anak, 40 hari keluarga meninggal, 100 hari meninggal. Sekali lagi bukan hanya untuk keluarga inti. Ini juga berlaku juga bagi saudara jauhnya. Sampai ada guyonan, seandainya orang tua di rumah menyembelih ayam, maka dipastikan anaknya dijemput di pondok untuk bisa menyantap ayam bersama-sama di rumah.
Ini belum hitungan sakit. Jangankan sakit, pegal-pegal saja anaknya dijemput dengan alasan mau dipijat.
Saya cukup memaklumi (meski tidak selalu membenarkan) kenapa santri di pesantren Madura selalu disambang atau dijemput pulang. Ini ada hubungannya dengan struktur sosial masyarakat Madura yang paling luas "hanya" berbasis "taneyan lanjang". Dalam struktur sosial seperti ini keintiman dan hubungan yang sangat kuat antar keluarga menemukan tempatnya untuk tumbuh. Inilah penjelasan masuk akal kenapa orang tua tak mau jauh dari keluarganya.
Tapi satu sisi yang perlu disadari, seringnya sambangan dan jemputan pulang karena alasan yang kurang kuat dan memadai, bisa berakibat pada susahnya menjaga ritme dan semangat belajar si anak di pesantren. Sisi lain, tertib sosial dan kedisiplinan yang dibangun di pesantren sulit dilembagakan.
Salam
Sumenep, 23 Oktober 2025
Sumber: Facebook A Dardiri Zubairi


Komentar