![]() |
| Ning Lia Istifhama, Anggota DPD RI asal Jawa Timur.(Dok/Istimewa). |
Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menegaskan bahwa Perpres tersebut tengah difinalisasi dan akan mencakup pengaturan tarif, perlindungan, serta kesejahteraan pengemudi.
“Sedang dikomunikasikan semua. Iya, terutama juga perlindungan kepada teman-teman ojol,” kata Prasetyo di Istana Kepresidenan Jakarta, Jumat (24/10/2025).
Ia menjelaskan, penyusunan regulasi ini dilakukan secara inklusif dengan melibatkan berbagai pihak, mulai dari perusahaan aplikasi, komunitas pengemudi, hingga instansi terkait, agar hasilnya adil dan sesuai dengan realitas lapangan.
Sementara itu, Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama, yang akrab disapa Ning Lia, menilai kebijakan tersebut merupakan langkah penting negara dalam memastikan keadilan ekonomi digital. Ia mengapresiasi inisiatif pemerintah, sekaligus mengingatkan agar Perpres ini tidak hanya menjadi simbol, tetapi benar-benar menegakkan perlindungan terhadap para driver yang selama ini berada di posisi lemah.
“Banyak yang mengadu ke saya. Mereka merasa aplikator terlalu dominan menentukan tarif dan kebijakan, sementara driver sebagai mitra tidak punya posisi tawar,” ungkapnya.
Menurut Lia, praktik semena-mena perusahaan aplikator sudah berlangsung lama. Tarif yang seharusnya diatur pemerintah sering diabaikan. Untuk transportasi roda empat, misalnya, tarif resmi Rp3.800 per kilometer kerap dilanggar, sementara untuk pengiriman barang tarifnya bisa jatuh di bawah Rp50 ribu, meski sudah memperhitungkan bahan bakar, waktu, dan tenaga kerja.
Senator yang dikenal vokal membela kaum pekerja digital itu menilai, status “mitra” yang disematkan kepada driver kerap dimanfaatkan aplikator untuk menghindari tanggung jawab sosial dan hukum.
“Driver online ini disebut mitra, tapi perlakuannya seperti pekerja tanpa perlindungan. Itu jelas tidak adil,” tegas Ning Lia.
Ia juga mendorong Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) agar tidak hanya menjadi regulator pasif, tetapi berani memberikan sanksi keras kepada perusahaan aplikator yang terbukti melanggar aturan.
“Kalau aplikator seenaknya merugikan driver, Komdigi jangan ragu memberi sanksi bahkan memblokir sementara. Negara harus hadir melindungi rakyatnya, bukan membiarkan korporasi raksasa menekan para pekerja,” serunya.
Perempuan yang dinobatkan sebagai Wakil Rakyat Terpopuler dan Paling Disukai di Jawa Timur versi ARCI itu menegaskan bahwa isu tarif ojol bukan sekadar soal nominal rupiah, melainkan menyangkut keadilan sosial dan perlindungan tenaga kerja digital. Ia berharap Perpres yang tengah disiapkan Istana benar-benar menjadi payung hukum yang kokoh bagi para pengemudi.
“Kami berharap pemerintah pusat memberikan sanksi, pembatasan, atau bahkan pemblokiran bagi aplikator nakal. Jika itu dilakukan, keadilan bisa tercapai,” ujar putri ulama kharismatik KH. Maskur Hasyim itu.
Upaya melindungi pengemudi ojol sejatinya telah dilakukan di beberapa daerah. Di Jawa Timur, Gubernur Khofifah Indar Parawansa sejak 10 Juli 2023 sudah menandatangani Kepgub Nomor 188/291/KPTS/013/2023 tentang pengawasan biaya jasa penggunaan sepeda motor berbasis aplikasi, termasuk pembatasan promo berlebihan agar tidak menekan pendapatan driver. Kebijakan serupa juga diterapkan di Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan, yang bahkan meminta penghentian promosi agresif oleh aplikator.
Namun, efektivitas kebijakan daerah masih terbatas.
“Provinsi tidak punya hak untuk memblokir aplikator nakal. Sementara Kominfo tidak punya sanksi tegas untuk menekan mereka,” ujar Richo, perwakilan komunitas ojol.
Kini, harapan besar tertuju pada Perpres Ojol yang sedang digodok Istana. Para pengemudi berharap aturan ini tidak sekadar hitam di atas putih, tetapi benar-benar menjadi tameng hukum bagi pekerja digital yang selama ini berjuang di jalan demi roda ekonomi bangsa. (Had)


Komentar