|
Menu Close Menu

Senator Cantik Ning Lia Istifhama Soroti Ancaman Minuman Berpemanis, Dorong Revisi UU Perlindungan Konsumen

Jumat, 24 Oktober 2025 | 16.16 WIB

Ning Lia Istifhama, Anggota DPD RI asal Jawa Timur.(Dok/Istimewa).
Lensajatim.id, Surabaya- Ancaman penyakit tidak menular akibat konsumsi minuman berpemanis berlebih kini menjadi perhatian serius Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama. Berdasarkan data Kementerian Kesehatan RI, prevalensi obesitas di Indonesia meningkat dari 14,8 persen menjadi 23 persen dalam satu dekade terakhir. Salah satu faktor pemicunya adalah tingginya konsumsi minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) yang mudah diakses masyarakat, termasuk anak-anak.


Sayangnya, masih banyak produk MBDK di pasaran yang tidak menampilkan informasi kadar gula dan kalori secara jelas. Bahkan, beberapa di antaranya menggunakan klaim promosi yang menyesatkan. Kondisi ini, menurut Lia, membutuhkan perhatian dan perlindungan serius bagi konsumen karena berdampak langsung pada kesehatan masyarakat dan ketahanan ekonomi keluarga.


Dalam rangka menyerap aspirasi publik, Lia menggelar reses masa sidang tahun 2025 di 14 kabupaten/kota di Jawa Timur pada 2–21 Oktober 2025. Agenda tersebut berfokus pada Inventarisasi Materi Pengawasan (IMP) terhadap pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.


“Masyarakat banyak mengeluhkan produk yang menyesatkan, baik dari segi kandungan maupun promosi. Di sisi lain, kasus penipuan online juga meningkat. Ini menandakan perlindungan konsumen kita masih belum kuat, terutama di sektor digital dan produk pangan olahan,” ujar Lia, yang akrab disapa Ning Lia.


Menurutnya, di era ekonomi digital, regulasi harus lebih adaptif dan responsif terhadap perubahan. Konsumen saat ini tidak hanya bertransaksi dengan pelaku usaha dalam negeri, tetapi juga terpapar sistem perdagangan lintas negara melalui marketplace dan platform global.


“Konsumen kini tidak hanya berhadapan dengan pelaku usaha domestik, tetapi juga dengan ekosistem global. Karena itu, perlindungan hukum tidak boleh berhenti di batas teritorial negara,” tegas Senator Cantik asal Jawa Timur tersebut.


Ning Lia menambahkan, Komite III DPD RI tengah menyusun rekomendasi kebijakan agar revisi UU Perlindungan Konsumen tidak hanya memperkuat aspek sanksi, tetapi juga mengintegrasikan perlindungan berbasis teknologi serta edukasi digital bagi masyarakat.


Ia menilai, perlindungan konsumen di Indonesia masih terfragmentasi antar lembaga seperti BPKN, BPOM, Kominfo, dan otoritas perdagangan digital. Untuk itu, ia mendorong adanya integrasi sistem pengawasan lintas sektor dan penerapan mekanisme pengaduan daring yang mudah diakses publik.


Selain regulasi, aspek literasi konsumen juga menjadi sorotan. Masyarakat, kata Lia, perlu memahami kandungan produk, bahaya gula berlebih, serta hak atas informasi produk yang jujur dan transparan.


“Perlindungan konsumen harus menjadi bagian dari agenda besar transformasi ekonomi digital nasional. Ini bukan hanya soal melindungi pembeli, tetapi juga menciptakan keadilan, kesehatan publik, dan kepercayaan pasar,” imbuhnya.


Selama kunjungan ke berbagai daerah, Lia menemukan berbagai pelanggaran hak konsumen masih marak terjadi, mulai dari produk tanpa label gizi hingga kasus penipuan daring dan layanan purna jual yang tidak jelas. Temuan-temuan tersebut akan menjadi dasar bagi DPD RI dalam menyusun rekomendasi revisi kebijakan nasional di bidang perlindungan konsumen.


“DPD RI menjadi jembatan antara persoalan nyata di masyarakat dan arah kebijakan negara. Perlindungan konsumen bukan hanya ranah hukum, tapi bagian dari pembangunan manusia Indonesia yang sehat dan cerdas,” pungkas Lia, yang juga dinobatkan sebagai Wakil Rakyat Terpopuler dan Paling Disukai di Jawa Timur versi ARCI. (Had) 

Bagikan:

Komentar