|
Menu Close Menu

Tafsir Nilai Politik Gagasan Surya Paloh (Bagian-I)

Senin, 29 Juni 2020 | 18.55 WIB


Oleh : Moch Eksan

Demokrasi Jalan Lurus

Politik itu merupakan gagasan sekaligus tindakan. Sebagai gagasan, politik itu berada di domain ideologi yang melangit, sedangkan sebagai tindakan, politik berada di domain praktis yang membumi. Dua ranah ini yang mempengaruhi perjalanan politik bangsa.

Sedangkan, realitas politik merupakan hasil pergumulan antara gagasan dan tindakan para politisi dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan. Terkadang, arus ideologis lebih dominan membentuk realitas politik. Begitu sebaliknya, arus praktis lebih banyak membentuk realitas politik. Sampai kapan pun, pertarungan politik ideologis dan politik kekuasaan akan terus saling berebut hegemoni, sampai dunia ini tutup usia.

Yasraf Amir Piliang, dalam pengantar buku _"Indonesia Di Jalan Restorasi Politik Gagasan Surya Paloh",_ menulis pengantar dengan Judul _"Jalan Sunyi Restorasi"_. Ia mengatakan bahwa jalan revolusi maupun reformasi dalam perjalanan sejarah bangsa, sama-sama gagal merubah praktek kekuasaan yang permisif. Politik uang dan kekerasan menjungkirbalikkan nilai-nilai moral. Realitas politik dipenuhi skandal, megakorupsi, pertumpahan darah, pemufakatan jahat, dalam kompetisi maupun dalam mamanage kekuasaan negara.

Jalan restorasi dipilih bukan kerena jalan revolusi dan reformasi gagal mencapai kemajuan pembangunan fisik, akan tetapi lantaran perubahan total serta perubahan sendi-sendi kehidupan bangsa, gagal merubah mentalitas anak bangsa.

Dalam meraih jabatan politik, anak bangsa berjibaku dengan praktek menghalalkan segala cara demi politik kuasa. Politik gagasan bangkrut di tengah pencari kuasa yang menghalalkan politik uang, kekerasan dan pertumpahan darah. Surya Paloh ingin mengembalikan kejayaan politik gagasan di awal revolusi kemerdekaan Indonesia 1945, dan awal reformasi Indonesia 1998. Sehingga, seorang dipilih dalam jabatan politik tertentu, karena visinya bukan karena gizinya.

Realitas politik yang kian pragmatis inilah yang menjadi _raison d'etre_ dari gerakan perubahan, restorasi Indonesia. Sebuah gerakan yang lahir dari keprihatinan terhadap kondisi bangsa, sekaligus kepedulian untuk memperbaiki keadaan yang ada.

Surya Paloh mengutuk diri sendiri, bila tak berbuat apa-apa dan membiarkan Indonesia menjadi negeri gagal. Ia mengatakan: "Izinkan Ya Allah, ambil saja nyawaku jika kami tidak berbuat apa-apa dan menjadikan negeri ini gagal". Pernyataan ini cermin dari tekad Surya Paloh sebagai Pancasilais sejati untuk merubah mentalitas anak bangsa. Anak bangsa yang jiwanya tersesat gelombang arus liberalisme dan kapitalisme.

Kata tersesat dalam politik gagasan Surya Paloh terdapat pada pidato Deklarasi Ormas Nasional Demokrat, 1 Februari 2010, di Istora Senayan Jakarta. Ia mengatakan: "Partai Politik sebagai salah satu pilar demokrasi ada dan banyak. Tetapi, parpol hanyalah kumpulan manusia yang tersesat tanpa ketulusan. Parpol tidak berperan sebagai penggerak _social engineering_. Demikian juga hukum. Paraturan dan perundang-undangan di negeri ini banyak, bahkan terlalu banyak. Tetapi, _law enforcement_ amat buruk, karena hukum dipraktekkan sebagai sebuah muslihat untuk mengelabui kebenaran substansial. semakin pintar seorang bermuslihat, semakin dia menguasai kebenaran dan keadilan".

Politik gagasan Surya Paloh merupakan autokritik, terhadap berbagai praktek demokrasi yang jauh dari nilai-nilai demokrasi. Sebuah demokrasi tanpa moralitas. Demokrasi yang tak membuahkan kesejahteraan. Demokrasi yang bukan lagi alat tapi tujuan. Demokrasi yang melahirkan pemimpin yang penuh kepura-puraan. Demokrasi yang ditopang oleh birokrasi ingin dilayani, dan seterusnya.

Barangtentu, demokrasi yang seperti itu sangat tidak kita inginkan. Kita menginginkan Demokrasi Pancasila yang mengedepankan nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, musyawarah dan keadilan sosial.

Ormas Nasional Demokrat maupun Partai NasDem merupakan gerakan pemikiran, dan gerakan kekuasaan yang bertujuan untuk merubah _mindset_ para elite dan masyarakat akar rumput dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam penilaian Surya Paloh, meski Indonesia sudah 75 tahun merdeka, derajat kesejahteraan rakyat Indonesia tak berbanding lurus dengan kekayaan sumberdaya alam yang dimiliki. Peningkatan kualitas sumberdaya manusia tak selaras dengan peningkatan daya saing bangsa. Indonesia tetap miskin dan tertinggal dibandingkan negara-negara lain.

Indonesia, merupakan zamrud khatulistiwa yang secara geografis letaknya sangat penting dan strategis. Negara maritim yang sangat kaya sumberdaya laut. Sayang, posisi penting dan strategis itu tak memberikan nilai tambah secara politis dan ekonomis. Pun begitu, sumberdaya ikan belum dapat meningkatkan gizi rakyat, justru banyak ikan yang dicuri oleh negara lain.

Banyak pemimpin sudah datang dan pergi silih berganti. Awal naik tahta, mereka dipuja-puji, setelah itu diusir pergi, seperti Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Gus Dur. Penghormatan terhadap pemimpin sangat rendah, layaknya bangsa yang tak beradab. Padahal, semua tahu bahwa bangsa besar adalah bangsa ingat jasa-jasa pahlawannya.

Memang, 18 tahun reformasi telah membuat Indonesia menjadi negara demokrasi. Tapi, demokrasi yang menyuburkan siasat dan tipu muslihat belum menggunakan akal sehat dan hati nurani yang cerdas.

Akibatnya sekarang, orang bicara moralitas dalam proses demokrasi dianggap kuno. Padahal, demokrasi tanpa moralitas hanya menjamin sirkulasi elite semata. Sementara, harapan rakyat akan kesejahteraan dan kemakmuran dikesampingkan.

Dosa besar kata Surya Paloh, orang yang memupus harapan rakyat. Sebuah negara yang tak bisa memberi harapan, apalagi sampai membuat rakyat putus asa dan tak berdaya. Para pemimpinnya akan digantung oleh mahkamah sejarah.

Sebuah kondisi yang paradoks di atas, kian memanggil seluruh anak bangsa untuk berbuat sesuatu demi masa depan diri sendiri dan generasi nanti yang lebih baik.

Surya Paloh berpandangan, restorasi Indonesia adalah gerakan perlawanan terhadap kecenderungan arah perjalanan bangsa yang melenceng dari Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Ini perjuangan melawan diri sendiri yang dilandasi oleh jihadun nafs. Suatu perang mahaberat bila dibandingkan dengan perang kemerdekaan Indonesia.

Bung Karno sudah mengingatkan: "Perjuanganku lebih mudah karena melawan penjajah. Tapi perjuangan kalian akan lebih berat, karena melawan bangsamu sendiri".

Surya Paloh bangga menyebut dirinya Soekarnois. Dan, banyak orang menyamakan Surya Paloh dengan Soekarno dalam hal kemampuan pidato. Bahtiar Ali berpendapat, kemampuan pidato merupakan salah satu tolak ukur kemampuan kepemimpinan seseorang.

Profesor ahli ilmu komunikasi itu menjadi saksi sejarah, bagaimana Surya Paloh menghipnotis audiens dengan pidato tanpa teks, kata-katanya bertenaga, gagasannya jauh kedepan, dan semangatnya menggelora. Para khalayak pendengar pasti ikut terbawa dengan isi pidatonya yang memukau dan memikat hati.

Surya Paloh adalah orator ulung laksana pemimpin pergerakan dunia, seperti Soekarno, Abraham Lincoln, Martin Luther King, Barack Obama dan lain sebagainya.

Mereka mampu membangkitkan semamgat dan menggerakkan rakyat melawan kolonialisme, imperialise, rasisme dan mencetak sejarah baru dalam panggung politik bangsa.

Rachmawati Soekarnoputri, menyebutkan bahwa Surya Paloh adalah Soekarnois yang telah menyumbangkan pemikiran dan gerakan sosial dalam memperjuangkan ajaran-ajaran Bung Karno dan menegakkan cita-cita Proklamasi 1945.

*Keteladanan Pemimpin*
Bangsa ini memiliki kesepakatan luhur. Ada 4 pilar kesepakatan luhur yang harus dijaga dan dipelihara. Yaitu: Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhineka Tunggal Ika. Kesepakatan antar anak bangsa ini, yang kemudian menjadi komitmen kebangsaan, dalam sepanjang waktu selalu diuji tanpa jeda sedikit pun.

Bangsa ini sudah melewati orde demi orde, presiden demi presiden. Bangsa ini acapkali mendapatkan ujian besar berupa pemberontakan militer, separatisme, pembangkangan sipil, pembelokan sejarah, godaan gaya hidup dan budaya dari luar. Namun kenyataannya, bangsa ini tetap kokoh dan tidak terkoyak sedikit pun. Bangsa ini dapat menyelesaikan konflik ideologis dan politis lebih banyak melalui dialog dan perundingan.

Harus diakui, pemerintah berkuasalah yang justru sering menyelewengkan cita-cita Proklamasi 1945. Aksi demonstrasi yang berujung penggulingan rezim Soekarno dan Soeharto lantaran kekuasaan serong, tak lagi loyal pada sumpah janji setia terhadap negara.

Surya Paloh merupakan pelaku sejarah dari aksi demonstrasi tersebut.Willy Aditya menyebut, Surya Paloh adalah aktivis pergerakan yang lahir dari rahim aksi-aksi jalanan yang bersuara lantang terhadap rezim Orde Lama, kendati Surya Paloh sendiri seorang Soekarnois.

Demikian pula, Surya Paloh menjadi penyokong rezim Orde Baru sebagai anggota MPR, pendiri FKPP, mitra bisnis keluarga Cendana. Tetapi, ia juga menjadi korban rezim pers yang represif. Koran Prioritas milikinya dibredel pemerintah waktu itu.

Surya Paloh, ternyata manusia merdeka yang tak terkoptasi oleh kekuatan rezim. Akal dan hatinya tak bisa dipenjara oleh siapa pun, hatta dirinya sendiri. Kekaguman kepada Bung Karno, tetap menghidupkan daya kritis. Dan, kepentingan bisnisnya dalam lingkaran keluarga Pak Harto, juga tak mematikan daya kritisnya tersebut. Meski, ia harus mengalami kerugian politis dan bisnis sekalipun.

Komitmen kebangsaan Surya Paloh tidak perlu diragukan lagi. Termasuk komitmen dalam mengawal Pancasila yang digali oleh Bung Karno saat menjalankan pengasingan di Ende Flores Nusa Tenggara Timur. Di daerah, dimana Surya Paloh menegaskan komitmen kebangsaan Ormas Nasional Demokrat.

Pelaksanaan nilai-nilai Pancasila mutlak membutuhkan komitmen semua pihak. Bila tidak, Pancasila akan rusak. Rusak secara nilai karena tergerus oleh peradaban lain, dan rusak secara praktis karena tidak dirawat, dipelihara dan dilaksanakan.

Menurut Surya Paloh, pelaksanakan Pancasila membutuhan ketauladanan pemimpin yang konsisten antara kata dan perbuatan. Bangsa ini tak bisa berharap terhadap pemimpin yang pagi kedelai dan sore tempe.

Pemimpin yang tidak konsisten itu dilatari oleh kepentingan pragmatis dalam mengejar materi dan kekuasaan. Godaan ini yang menjerumuskan pada laku naif dan rendah. Pemimpin maling yang teriak maling. Pemimpin musang berbulu ayam.

Melihat pemimpin seperti itu, sudah pasti rakyat kehilangan arah, kekosongan model, dan seringkali menjadi korban kebijakan tiran.

Rakyat kehilangan harapan akan masa depan. Kesejahteraan dan kemakmuran dan rakyat bagaikan Pungguk merindukan bulan.

Rakyat terjerat mata rantai kemiskinan absolut. Keluarga miskin melahirkan anak miskin dan melahirkan cucu miskin. Begitu seterusnya. Sementara itu, tak ada satu pun anggota keluarga yang bisa memutus mata rantai kemiskinan tersebut. Pemerintah abai terhadap cita-cita nasional dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat.

*Pengaruh Daerah Terhadap KeIndonesiaan*
Indonesia adalah _nation state_ (negara bangsa) yang dilahirkan oleh anak bangsa dari berbagai daerah. Berdirinya Indonesia Merdeka tak bisa lepas dari Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928. Peristiwa ini menjadi etape yang sangat penting pembentukan Indonesia sebagai sebuah bangsa.

Para pemuda yang berhimpun di organisasi yang bersifat kedaerahan, kumpul dalam Kongres Pemuda ke-2, selama 2 hari (27-28/10/1928). Seperti "Jong Java, Jong Sumateranen Bond, Jong Ambon, Sekar Rukun, Jong Islamieten Bond, Studerenden Minahasaers, Jong Bataks Bond, Pemuda Kaum Theosofi dan lain sebagainya.

Kesatuan identitas ketanah-airan, kebangsaan dan kebahasaan dibangun di atas identitas kedaerahaan. Kesamaan rasa Indononesia hasil dari interaksi para muda yang belajar di Batavia. Para pemuda dari berbagai daerah bergaul dan berbaur menjadi satu kesatuan: Indonesia Merdeka.

Surya Paloh berpandangan, bahwa persatuan kedaerahan pemuda justru terbangun di luar daerah. Bukan lahir dan terbangun di daerah itu sendiri. Dan, merasakan satu kesatuan teritorial pemerintah di saat mereka sama-sama ada di luar daerah. Sebagaimana, kuatnya ikatan Jong Sumateranen Bond justru terbangun di luar Sumatera, atas pengaruh Jong Java.

Jadi, primordialisme terbentuk karena pengaruh nasionalisme Indonesia yang menggaung di daerah perantauan. Sehingga, rasa primordialisme tak menjadi penghalang rasa nasionalisme warga bangsa.

Para pendiri bangsa menghayati betul keanekaragaman agama, ras, suku, budaya, adat istiadat, sehingga mempermudah terwujudnya persatuan bangsa.

Nasionalisme Indonesia tak sama dengan negara-negara di Eropa dan Timur Tengah, yang dibangun oleh kesamaan kultural dan agama. Tapi, justru keanekaragamanlah yang mendorong terwujudnya kesatuan Indonesia.

Keindonesiaan merupakan manifestasi dari cita luhur persatuan satu sisi, dan kebhinekaan etnis, ras, bahasa maupun agama sisi lain. Keindonesiaan juga lahir dari rahim dinamika pergerakan kaum muda yang patriotis.

Patriotisme menurut Surya Paloh, terdiri dari cinta, kesetian dan kerelaan berkorban dari kelompok kecil pada kelompok kebangsaan yang lebih besar. Sehingga dengan demikian, nasionalisme dan primordialisme merupakan interrelasi yang saling mengisi dan tidak saling menegasikan. Keduanya ibarat kaki dan bumi. Nasionalisme ibarat kaki untuk berjalan, sedangkan primordialisme adalah bumi tempat dipijak.

Nasionalisme yang dikembangkan, tentu bukan nasionalisme buta yang chauvinistik. Dimana, seluruh warga negara wajib membela negara tak peduli benar atau salah. Seperti yang diajarkan oleh John F Kennedy, _right or wrong is my country_ (benar atau salah negara saya). Tetapi, nasionalisme sejati menuntut pembelaan pada yang benar. Negara memberi ruang kritis untuk menumbuhkan loyalitas kritis.

Surya Paloh selanjutnya berpandangan: "Sesungguhnya seorang yang layak disebut "patriot sejati" adalah orang yang selain menjunjung dan mencintai kelompoknya baik itu etnis budayanya, agama, partai atau negara, juga, dan lebih dari itu harus menjunjung harkat dan nilai-nilai kemanusiaan".

Keindonesiaan merupakan akumulasi dari konstribusi setiap daerah yang bergabung dalam naungan satu negara. Sumatera Utara, seperti yang disampaikan Surya Paloh pada acara Deklarasi Ormas Nasional Demokrat Sumatera Utara, 20 Juni 2010, di Medan, punya andil besar atas kemerdekaan Indonesia. Banyak tokoh nasional yang berasal dari daerah ini yang menjadi pendiri bangsa. Contoh: Tengku Mansoer, Tengku Amir Hamzah, Amir Syarifuddin, Sanusi Pane, Adam Malik, Jenderal Besar (Purn) TNI AH Haris Nasution, Prof Amrin Saragih, dan lain sebagainya.

Para tokoh pendiri bangsa di atas membangun fondasi mahapenting dalam rancang bangun keindonesiaan. Antara lain:

_Pertama,_ bahasa Indonesia merupakan bahasa Malayu ditetapkan pada Kongres Pemuda ke-2, 28 Oktober 1928, di Jakarta. Dan, bahasa Indonesia juga ditetapkan sebagai bahasa negara pada Kongres Bahasa Indonesia, 28 Oktober 1954, di Medan. Keberhasilan ini tak lepas dari prakarsa dari Tengku Mansoer, Tengku Amir Hamzah dan Prof Amrin Saragih.

_Kedua,_ Kantor Berita Antara yang didirikan oleh Adam Malik pada 13 Desember 1937. Antara menjadi alat propaganda perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia. Selain itu, Antara ini pula yang menyebarluaskan berita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945 ke seluruh penjuru dunia.

_Ketiga,_ strategi Perang Gerilya dari Divisi Siliwangi yang dipimpin oleh AH Haris Nasution dalam menghadapi perang kemerdekaan. Jenderal Besar Nasution kemudian membukukan strategi tersebut dalam buku _"Strategy of Guerrilla Walfare"_. Buku ini ternyata diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa dan menjadi materi wajib akademi militer di sejumlah negara. Buku ini pula konon yang dipakai oleh Pasukan Merah Ho Chi Minh dalam menghadapi pasukan Amerika Serikat pada Perang Vietnam.

*Indonesia di Persimpangan Jalan*
Pada saat Surya Paloh menjadi keynote speaker pada Simposium Nasional Restorasi Indonesia, 1 Juni 2010, di Jakarta, menyampaikan, Indonesia berada di persimpangan jalan: Demokrasi Liberal versus Demokrasi Pancasila.

Dalam prakteknya, pemilu selalu dipenuhi dengan kecurangan dan pelanggaran dari partai pemilu, caleg, aparatur negara dan panitia peyelenggara pemilu. Hasil pemilu selalu disertai dengan keberatan, penolakan, gugatan di MK dari peserta pemilu. Kredibilitas dan integritas penyelenggaraan dan hasil pemilu selalu disangkal dan dicap tak sehat dan tak bersih.

Demokrasi liberal dan Demokrasi Pancasila bukan sekadar beda nama, tapi juga wujudnya jauh berbeda. Dalam proses pemilihan umum, Demokrasi Liberal menjadi pertarungan bebas yang acapkali menghalalkan segala cara. Sementara, Demokrasi Pancasila menjadi permusyawaratan yang lebih mengedepankan kebersamaan dan kekeluargaan.

Surya Paloh mengakui bahwa jalan demokrasi berada pada arus besar Demokrasi Liberal. Antar partai dan anak bangsa bertarung bebas merebut dan mempertahankan kekuasan. Bangsa ini tak cukup punya keberanian untuk mengoreksi sistem pemilu serba langsung dan suara terbanyak, yang dihasilkan oleh amandemen UUD 1945 dan reformasi sistem politik nasional.

Demokrasi Pancasila sesungguhnya demokrasi yang paling ideal. Oleh karena demokrasi ini berdasarkan budaya gotong royang yang tumbuh di tengah-tengah masyarakat dan sudah mengakar berabad-abad lamanya.

Demokrasi Liberal dipandu oleh nilai-nilai liberalisme, kapitalisme dan individualisme. Kebebasan, materi dan kepentingan diri, itu menjadi nilai mahapenting yang diperjuangkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan. Sebaliknya, Demokrasi Pancasila dipandu oleh nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, permusyawaratan, dan keadilan. Sehingga, kebersamaan, moral, dan kepentingan umum, menjadi nilai mahapenting dalam yang dipeejuangkan dalam merebut dan mempertahankan kekuasaan.

Meski Demokrasi Pancasila dinilai paling ideal, tapi sekarang, setiap wacana untuk mengembalikan pemilihan presiden pada MPR dan kepala daerah pada DPRD Propinsi/Kabupaten/Kota, serta pemilihan anggota DPR/DPRD pada partai politik, langsung mendapatkan penolakan keras dari publik. Rakyat masih sangat trauma terhadap pelaksanaan demokrasi terpimpin ala Soekarno maupun "Demokrasi Pancasila" ala Soeharto yang merampas hak kebebasan berpendapat dan berserikat dari rakyat.

Penolakan tersebut sangatlah wajar. Mengingat rakyat dihantui oleh ketakutan dengan cengkraman rezim totaliter dan tiran.

Namun, bangsa ini tak boleh menyerah pada kenyataan. Perubahan harus terus disuarakan dan dilakukan. Sampai bangsa ini menemukan sistem yang paling ideal, hasil dinamika dan dialektika keduanya dalam lembaran sejarah bangsa. Barangkali, Demokrasi Pancasila Plus yang menjadi solusinya.

Sembari menunggu hasil itu, Surya Paloh menegaskan komitmennya untuk tidak main-main dengan gerakan perubahaan, restorasi Indonesia. Sebab, dalam keyakinan Surya Paloh, kelemahan dan kekurangan demokrasi yang ada, harus diperbaiki dari jalan atas dan jalan bawah. Jalan atas, jalan politik konstitusional untuk memperbaiki sistem politik yang ada. Sedangkan, jalan bawah, jalan penyadaran hak dan kewajiban rakyat terhadap negara dan sebaliknya dalam konstitusi.

Perubahaan tidak ujug-ujug jatuh dari langit, tapi harus kita usahakan dengan sepenuh hati dan kerja keras. Surya Paloh yakin pada kebenaran ayat: "Sesungguhnya Allah tak akan merubah nasib suatu kaum sampai kaum itu merubah diri sendiri" (QS Ar-Rad:11).

Indonesia juga punya modal geografis yang luas. Dua pertiga wilayahnya laut, memiliki panjang pantai 81 km lebih, dan pulau 17 ribu lebih. Banyak yang menyebut Indonesia dengan _"The Only One Archipelago Country in The World"._

Selain, Indonesia memiliki modal demografis yang banyak. Separuh penduduk Asia Tenggara Indonesia, dengan jumlah penduduk 262 juta jiwa. Pada tahun 2030-2040, Indonesia akan mengalami bonus demografi, dimana jumlah penduduk yang berusia produktif (15-64 tahun) lebih besar daripada jumlah penduduk yang berusia tak produktif (usia di bawah 15 tahun dan di atas 64 tahun).

Berbagai potensi yang begitu besar tersebut, tak ada artinya bila bangsa ini berjalan tanpa panduan moral luhur. Apalagi, bila para pemimpin bangsa tak berkomitmen terhadap cita-cita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945. Malah, mereka asik dengan dramaturgi yang berisi cerita roman picisan. Sudah pasti, Indonesia hanya tinggal nama saja. Wujuduhu ka'adamihi (Adanya sama dengan tidak adanya) di dunia ini.

Disinilah pentingnya, nation and character building, gagasan Bung Karno. Seluruh anak banga harus memiliki jiwa nasionalisme yang kuat. Sehingga tidak mudah terombang-ambing gelombang perubahan zaman. Pembangunan jiwa generasi muda akan menambah keyakinan dan mengurangi kekhawatiran akan masa depan Indonesia. Satu untuk semua dan semua untuk satu, kejayaan negeri.

*Menghidupkan Kembali Pancasila*
Surya Paloh seperti para tokoh dan masyarakat kebanyakan lainnya, memilki penilaian yang sama terhadap perjalanan kehidupan bangsa yang semakin jauh dari nilai-nilai Pancasila. Kondisi politik, ekonomi, sosial dan budaya yang semakin semrawut dan carut marut. Seakan bangsa ini tak memiliki dasar negara, pegangan hidup dan cita-cita hidup dalam mengisi kemerdekaan.

Padahal, para pendiri bangsa telah mewariskan mahakarya ideologi Pancasila yang digali dari nilai-nilai tertanam dalam kebudayaan dan peradaban nusantara. Ideologi Pancasila sudah terbukti menjadi "titik temu" persilangan ideoligis antar anak bangsa.

Memang, Pancasila tak bisa lepas dari jasa Bung Karno sebagai inspirator dan inisiator dari perumusan Pancasila pada sidang-sidang BUPKI (Badan Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Namun, Pancasila bukan milik Bung Karno, akan tetapi miliki segenap seluruh tumpah darah Indonesia. Pancasila merupakan kesepakatan bersama antar pendiri bangsa yang arif dan bijak, dalam menyelesaikan pertentangan ideologis antar anak bangsa.

Penghapusan 7 kata pada Piagam Jakarta, merupakan bukti kelapangan dada para pendiri bangsa tersebut. Bahwa persatuan Indonesia di atas segala-galanya. Bahkan di atas cita ideologis sendiri.

Pancasila adalah ideologi terbuka. ia tak kaku dan beku. Ruang kontekstualisasi dan revitalisasi terbuka lebar bagi siapa pun anak bangsa. Pemerintah berkuasa bukan penafsir Tunggal Pancasila. Siapa saja punya hak yang sama untuk memahami, menghayati dan mengamalkannya.

Pancasila sebagai ideologi bersama, hidup bersemayam di jiwa manusia Indonesia sepanjang sejarah. Sehingga, siapa pun yang hendak menyelewengkan Pancasila, hatta pemerintah berkuasa sekalipun, maka terbukti tidak murni dan yang tidak murni akan terbakar mati. Seperti, rezim Soekarno dan Soeharto yang tumbang oleh aksi demonstrasi manusia Indonesia.

Sungguh rugi, pasca reformasi bangsa ini nyaris melupakan Pancasila dalam merumuskan kebijakan dan anggaran negara. Kata Pancasila sangat langka terdengar di gedung-gedung pemerintah. Para cerdik pandai dari kampus, juga gagap menyebut kata Pancasila dalam analisa dan perumusan pemikirannya. Selama satu dekade reformasi, kata Pancasila tak terdengar gaungnya.

Sebab, kata Surya Paloh, setelah bangsa ini bereuforia dengan demokrasi yang terbuka, tiba-tiba bangsa ini kelimpungan. Bahwa bangsa ini dengan semena-mena menumbangkan Pancasila sebagai dasar negara. Banyak yang menganggap Pancasila sama dengan Orde Baru. Pancasila dinilai sebagai ideologi bawaan rezim otoriter Orde Baru.

Semua tahu, Pancasila adalah warisan yang tak ternilai dari para pendiri bangsa sebagai alat pemersatu bangsa, pegangan moral bermasyarakat, acuan utama berbangsa dan bernegara, serta misi utama dalam menyelenggarakan pemerintahan.

Surya Paloh bertekad selama hayat di kandung badan, ia akan terus mengaungkan Pancasila dimana pun dan kapan pun. Sekalipun, ia tinggal seorang diri yang menyakini Pancasila sebagai ideologi yang paling sahih dan sesuai dengan ruang dan waktu apa pun. Ia menegaskan: "Jikalau sudah tidak ada lagi yang menginginkannya, biarlah saya seorang diri, di negeri ini, yang yakin akan ideologi Pancasila ini. Biarlah saya yang akan mempertahankan dan terus menghidupkannya sampai akhir kehidupan diri ini".

Satu dekade terakhir ini, mulai banyak yang menghidupkan kembali Pancasila. MPR dan BPIB sebagai lembaga negara yang paling concern dalam membumikan Pancasila. Meski kadang programnya menimbulkan kontroversi menyita energi rakyat. Sekurang-kurangnya, menyadarkan rakyat akan keberadaan Ideologi Pancasila yang diakui dunia sebagai perekat bangsa Indonesia yang majemuk.

Dunia mengakui keunggulan Pancasila dari segi nilai dan praksis. Sebagai bukti berikut ini:

_Pertama,_ pidato Bung Karno di hadapan Sidang Umum PBB pada tahun 1960 mendapatkan sambutan luar bisa dari peserta yang berasal dari negara-negara dunia. Pidato berjudul _"To Build The World A New"_ isinya menawarkan nilai-nilai Pancasila sebagai platform dunia baru. Seluruh pemimpin dunia mengakui pidato tersebut merupakan pidato terbaik di hadapan forum PBB.

_Kedua,_ Presiden Komunitas Sant'Edigio Marco Impagliazzo memandang Pancasila sebagai suatu ideologi yang penting. Sebab, Pancasila sebagai ideologi merupakan suatu kesepakatan bersama yang telah mengakomodasi kemajemukan elemen bangsa dan umat beragama. Pengakuan terhadap sesama anak bangsa dijamin. Pancasila bisa menjadi model bagi dunia yang saat ini dilanda fundamentalisme dan terorisme atas nama agama. Ideologi yang menyatukan seperti ini, tidak terdapat di negara lain. Pancasila bisa menjadi inspirasi bagi komunitas beragama dalam mewujudkan perdamaian dunia yang abadi dan berkeadilan sosial.

_Ketiga,_ Prof Dr Pyotr Hessling, dosen Universitas Erasmus Rotterdam Belanda, berpendapat bahwa nilai musyawarah dan mufakat dalam Pancasila merupakan konsep umum yang bisa dijadikan landasan filosofis dan praktis dalam setiap pengambilan keputusan inovatif dan ramah lingkungan sosial. Hessling merupakan seorang Indonesianis yang mengampu mata kuliah manajemen organisasi internasional di kampus termuka Belanda tersebut.

_Keempat,_ Syeikh Ali Zainuddin, ulama Lebanon mengungkapkan kekaguman terhadap peran Pancasila dalam mewujudkan kerukunan umat dan persatuan bangsa yang majemuk di Indonesia. Keberhasilan Indonesia dalam menyemai nilai agama dan demokrasi, dan menjadi negara muslim yang ramah, rukun dan damai, telah mengangkat citra Islam di mata dunia.

*Demokrasi, Kesejahteraan dan Kepastian Hukum*
Memang, Indonesia telah menjadi negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, setelah India dan Amerika Serikat. Namun, capaian demokrasi itu masih prosedural belum substansial. Demokrasi belum berbuah kesejahteraan dan kepastian hukum.

Pelaksanaan demokrasi, kata Surya Paloh, masih sebatas _rule of the game_ yang menjamin rekrutmen kepemimpinan yang terbuka dan partisipatoris. Sayangnya, partisipasi rakyat di negara miskin, lebih berarti mobilisasi massa, bukan partisipasi mandiri. Politik uang, tindak kekerasan, dan pertumpahan darah marak terjadi. Rakyat memilih bukan karan pilihan sadar tetapi karena iming-iming dan ancaman.

Akibatnya, pemimpin yang dilahirkan oleh proses demokrasi, pemimpin tak punya moralitas republikan. Kebijakan dan anggaran, porsinya lebih banyak anggaran pengawai daripada anggaran publik.

Kasat mata terlihat ketara, postur anggaran selama ini, baik di APBN maupun APBD, belanja publik jauh lebih rendah dari belanja pegawai. Bagaimana mungkin, peningkatan indeks kesejahteraan rakyat akan meningkat tajam, apabila tidak diimbangi dengan belanja publik yang memadai.

Sebagai gambaran, dari jenis berbagai belanja pemerintah, mulai belanja pegawai, belaja barang dan jasa, belanja modal, pembayaran bunga hutang, hibah, belanja sosial dan lain sebagainya, jenis belanja yang dapat dirasakan oleh publik adalah belanja modal. Pemerintah mengalokasikan 200 triliun atau setara 7,6 persen untuk belanja modal dari APBN 2020 sebesar 2613 triliun.

Data di atas merupakan sedikit gambaran, bagaimana negara lebih banyak mengurus kepenting aparatur negara sendiri daripada peningkatan kesejahteraan rakyat. Rakyat pemilik kedaulatan tertinggi di negeri, dimanfaatkan pada saat pemilu saja. Setelah, namanya lenyap di tengah hingar-bingar kekuasaan.

Oleh karena itu, kepemimpinan demokratis penting, tapi yang paling penting, kepemimpinan yang bisa menghadirkan kesejahteraan rakyat.

Surya Paloh berpendapat, kepemimpinan bukan hanya soal indeks prosentase keterkenalan, elektabilitas, dan deretan digit angka pada pemilu, tetapi juga masalah ilmu dan seni dalam melindungi tampah darah Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa dan mewujudkan kesejahteraan umum.

Secara teori semestinya, konsep demokrasi dan _walfare state_ merupakan satu kesatuan yang tak bisa dipisahkan. Demokrasi melahirkan pemimpin pro rakyat, dan kesejahteraan rakyat hanya tumbuh di negara demokratis. Indonesia, adalah sebuah anomali, yang membutuhkan waktu lebih lama lagi untuk membukti kebenaran kerangka teoritis di atas.

Apalagi sampai sekarang, menemukan ketauladan pemimpin masih jarang. Rakyat sulit menemukan contoh pemimpin yang loyal. Sehingga ketaatan rakyat kepada negara juga tergolong rendah.

Surya Paloh pada saat memberikan Kuliah Umum di Fakultas Imu Sosial dan Politik Universitas Sumatera Utara, memberi contoh rendahnya ketaatan membayar pajak sebagai sumber pendapatan negara. ia mengemukkan data pada tahun 2011.

"Sejauh ini dari 240juta jiwa, warga negara Indonesia, kita hanya mencatat 20 juta wajib pajak pribadi dan 1,2 juta wajib pajak badan hukum di tahun 2011. Namun dari 20 juta orang yang telah memiliki Nomor Urut Wajib Pajak (NPWP), hanya 8,5 juta saja yang melapor serta membayar pajak. Sedangkan dari 1,2 juta wajib pajak badan yang terdaftar hanya 466.000 saja yang memiliki kepatuhan pajak".

Selain itu, secara teori, pembangunan demokrasi dan pembangunan hukum harus berjalan bersamaan. Pelaksanaan demokrasi membutuhkan kepastian hukum, sehingga negara stabil dan masyarakat tertib.

Indonesia adalah _rechstaat_ (negara hukum), bukan _machstaat_ (negara kekuasaan). Sebagai negara hukum, penyelenggaraan kekuasaan pemerintahan berdasarkan konstitusi dan dibatasi oleh konstitusi pula. Tidak bisa, pemerintah yang berkuasa bertindak semaunya sendiri, semata-mata untuk memperkuat dan melanggengkan kekuasaan tanpa mengindahkan hukum yang berlaku.

Amandemen UUD 1945 sebagai salah satu agenda tuntutan reformasi, telah menyuburkan kebebasan, pembatasan kekuasaan, pembentukan lembaga penegakan hukum baru, dan pelaksanaan otonomi daerah.

Ternyata dalam perkembangannya, kebebasan menjadi kebablasan. Pembatasan kekuasaan menjadi pemerintahan yang tak efektif dan lemah. Pembentukan lembaga penegakan hukum menjadi tumpang tindih dan sering terjadi konflik kelembagaan antar lembaga penegak hukum. Dan, pelaksanaan otonomi daerah menimbulkan kekacauan peraturan, tumpang tindih kewenangan dan berujung pada ketidakpastian hukum.

Surya Paloh mengutip data peraturan daerah yang bernuansa SARA di NKRI yang menentang keras SARA. Perda Syariah dan Perda Injil merusak semangat dan tata tertib hukum nasional yang berdiri di atas semua suku, agama, ras dan adat istiadat nusantara.

Selanjutnya, Surya Paloh menyebutkan: "Lahirnya Perda Syariah dan Perda Injil yang berjumlah 151 perda dan ditegakkan di 22 propinsi ini telah mengancam kebhinekaan yang menjadi spirit kehidupan berbangsa dan bernegara".

Di level _law enforcement_ (penegakan hukum) yang menjadi unsur demokrasi, selain _society_ (masyarakat) dan _goverment_ (pemerintah), masih menghadapi masalah serius. Banyak ditemukan kasus hukum yang terasa menyalahi rasa keadilan masyarakat. Hukum tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Padahal, akar pertentangan, kata Surya Paloh, adalah ketidakadilan. Wabilkhusus, ketidakadilan ekonomi.

Untuk mengurai masalah di atas, Indonesia membutuhkan kehadiran pemimpin yang kuat dan berwibawa, menjadi panglima perubahan besar, dalam menghijawantahkan keadilan ekonomi dan melindungan rasa keadilan masyarakat.

Pemimpin seperti itu tidak tiba-tiba turun dari langit, akan tetapi lahir dari sistem demokrasi yang adil. Sistem yang terbuka bagi siapa pun anak bangsa yang terbaik, tanpa peduli latar belakangnya, lahir dari pergerakan rakyat, dan mewakafkan diri dan hartanya demi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat.

*Belajar Pada Negara Lain*
Tanah air Indonesia, kata Bung Karno, adalah bagian kecil dari dunia. Indonesia tak bisa hidup sendiri. Ia harus hidup bersama-sama dengan keluarga besar bangsa-bangsa di dunia. Nasionalisme tak menghalangi Indonesia terlibat dalam pergaulan dunia yang bebas dan aktif, berdasarkan perdamaian dan keadilan sosial.

Surya Paloh punya pendirian yang sama dengan Bung Karno, nasionalisme yang dikehendaki bukan nasionalisme buta yang chauvinistik. Akan tetapi, nasionalisme yang teguh pada jati diri bangsa tapi terbuka dan mau belajar atas kemajuan negara lain.

Jadi, faham nasionalisme Surya Paloh bukan Indonesia _Uber Alles_, yang menyakini Indonesia bangsa yang paling baik dan paling unggul dibandingkan dengan bangsa-bangsa lain. Surya Paloh juga bukan penganut nasionalisme chauvinistik yang cinta pada tanah air dan setia pada negara tanpa batas, layaknya Nicola Chauvin yang rela miskin, sakit dan dilemahkan lantaran cinta dan setia berlebihan pada Napoleon Bonaparte.

Surya Paloh justru ikut terlibat aktif memajukan hubungan antara Indonesia dan Tiongkok. Berkat jasanya inilah, Surya Paloh mendapat gelar Dr HC dari Universitas Beijing China.

China, menurut Surya Paloh, adalah kekuatan baru dunia. "Bangsa Tiongkok yang dengan bekerja dan berfikir keras. Kini, mereka sedang menjadi kekuatan baru, baik dalam lapangan ekonomi, politik, budaya maupun militer yang tengah mengubah keseimbangan kekuatan dunia".

Para elite politik dan akademisi kampus bekerjasama erat melakukan revolusi hijau, sehingga negeri Tirai Bambu ini bebas dari gurita pestisida dan zat kimia lainnya dalam mengelola lahan pertanian. Berkat kebijakan progresif dan konsisten, serta keuletan dan ketekunan para ilmuwan dan penelitinya, Tiongkok bisa menyelamatkan 1,6 miliar penduduknya dari produk pangan yang mengandung zat membahayakan bagi kesehatan.

Demikian pula kemajuan Benua Eropa saat ini, berkat usaha dan perjuangan bangsa-bangsa besar Eropa dengan peluh dan darah. Bangsa-bangsa itu telah banyak mengalami perubahan-perubahan besar sejak era renaissance sampai era revoluasi industri 4.0 sekarang.

Negara-negara besar di Eropa seperti Inggris, Prancis, Portugal, Spanyol, Belanda pernah mengusai negara-negara koloni di Timur Tengah, Asia Tenggara, Australia, dan lain sebagainya. Bahkan, Negara Inggris adalah imperium dunia yang paling banyak menguasai negara jajahan. Terutama, setelah Napoleon Bonaparte dari Prancis kalah perang pada 1815. Praktis, banyak belahan dunia yang berada dalam kontrol Britania Raya. Inggris menjadi polisi yang menguasai perdagangan dunia.

Sistem kolonialisme dan imperialisme tersebut ditopang oleh kekuatan militer terbesar dan paling canggih. Unjuk kekuatan militer ini pulalah yang menjadi pemicu Perang Dunia I dan Perang Dunia II. Perang ini banyak menelan korban jiwa. Ada yang menyebutkan 20 juta sampai 62 juta jiwa korban keganasan mesin dan teknologi milter.

Barangtentu, Indonesia yang merasakan kekejaman penjajahan Belanda, pasti menolak jalan kolonialisme dan imperialisme untuk meraih kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Indonesia justru negara yang menggaungkan perjuangan kemerdekaan negara-negara Asia Afrika pada Konferensi Asia Afrika (KAA) di Bandung tahun 1955. Konferensi ini dihadiri oleh 29 negara yang baru saja merdeka, dengan maksud untuk membangun kerjasama ekonomi dan budaya dalam menghadapi neokolonialisme dan imperialisme Amerika Serikat dan Uni Soviet yang terlibat perang dingin.

Surya Paloh menawarkan gerakan perubahan restorasi Indonesia sebagai jalan untuk mewujudkan cita-cita nasional. Sebuah gerakan masyarakat dan aktivis politik untuk merubah tatanan politik otoriter dan ekonomi kronistik, menuju bangsa yang semakin mantap bersatu dan bermartabat, negara yang semakin kuat dan berwibawa, dan rakyat yang semakin maju sejahtera.

Penulis adalah Pendiri Eksan Institute sekaligus Ketua Bidang Agama dan Masyarakat Adat DPW Partai Nasdem Jatim

Bagikan:

Komentar