|
Menu Close Menu

Dinkes Jatim Gunakan Data Stunting 2019, Komisi E DPRD " Murka"

Sabtu, 30 Januari 2021 | 14.42 WIB


Anggota Komisi E DPRD Jatim,Mathur Husyairi (Dok/Istimewa)


lensajatim id Surabaya- Anggota komisi E DPRD Jatim Mathur Husyairi " murka" alias  marah. Pasalnya, data stunting 2020 yang digunakan Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Jatim menggunakan data lawas, data badan pusat statistik (BPS) 2019. 


Tidak adanya data angka stunting per tahun 2020 menjadi kelemahan Pemerintah Provinsi dalam hal ini Dinkes. Seharusnya, Dinkes melibatkan perguruan tinggi/lembaga yang berkomptensi untuk penelitian atau survei terkait angka stunting, kemiskinan, indeks pembangunan manusia (IPM) dan sebagainya. 


"Padahal, kita yang buat anggaran dan program, kok malah data sensus BPS yg dipakai. Bukan kita tidak percaya tapi kan lebih akurat kalau kita yang ukur," terangnya. 


Politisi Fraksi Keadilan Bintang Nurani (KBN) DPRD Jatim ini mewarning Dinkes Jatim yang tidak update data baru. Khususnya data stunting ditengah Pemprov Jatim yang fokus pada penurunan angka stunting. 


"OPD ini (Dinkes Jatim, red) tidak layak diapresiasi. Kalau memakai data 2019, lantas anggaran 2021 ini gimana, apa iya memakai data lama. Saya menyayangkan penggunaan data ini, kecewa karena tidak dibahas saat hearing," kata Ketua DPC PBB Bangkalan tersebut. 


Mantan aktivis antikorupsi itu mengkhawatirkan generasi emas di Jawa Timur akan terancam. Menurutnya, penyakit stunting tidak hanya menghambat pertumbuhan fisik balita, yang kelak saat dewasa memiliki postur tubuh yang pendek atau kerdil. Namun akibat dari stunting menjadikan perkembangan dan pertumbuhan otak anak jadi terganggu. 


"Hal itu akan mempengaruhi kemampuan dan prestasi di sekolah, produktivitas, serta kreativitas anak di usia-usia produktif," kata legislator yang sedang menempuh program S2 tersebut.


Politisi asal Madura itu menyebut, stunting merupakan ancaman utama terhadap kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) di Jawa Timur. Bahkan dampak stunting dapat mengancam kemampuan daya saing anak bangsa. 


"Terutama dapat mengancam hilangnya generasi emas yang ada di Jatim, jika permasalahan stunting tidak segera terselesaikan," ucap Alumnus UIN Surabaya itu. 


Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat Dinas Kesehatan (Dinkes) Jawa Timur, Drg Vitria Dewi mengakui tidak ada data Stunting di Jawa Timur per tahun 2020. Menurut dia, Dinkes Jatim menggunakan data dari Studi Status Gizi Balita di Indonesia (SSGBI) 2019. 


"SSGBI adalah data survei dari pusat yang pelaksanaannya tidak tiap tahun. Ada data intervensi tetap tiap daerah belum sama sehingga tidak bisa dibandingkan antar daerah," kata Vitria. 


Padahal, diberitakan Bhirawa sebelumnya bahwa BKKBN telah ditunjuk Presiden Joko Widodo sebagai ketua pelaksana program luar biasa penanganan stunting di Indonesia. Namun, untuk data stunting di Jawa Timur ada pada Dinkes Jatim. "Yang pegang data stunting di Dinas Kesehatan Jatim," kata Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Sukaryo Teguh Santoso. 


Virus corona telah menyebabkan banyak orang kehilangan pekerjaan, yang hal itu juga berdampak pada meningkatnya angka pengangguran dan kemiskinan. Karena itu, maka asupan gizi juga menjadi berkurang.


Kekurangan gizi diketahui menyebabkan lahirnya bayi stunting atau gagal tumbuh alias kerdil. Bisa diantisipasi, anak yang lahir dengan kondisi stunting Tahun 2020 akan memasuki usia angkatan kerja pada Tahun 2045, yang bertepan dengan ketika Indonesia merayakan pesta emas atau kemerdekaan RI berusia 100 tahun. Jadi, diperkirakan akan tampil generasi angkatan kerja stunting di Tahun 2045.


Di Jawa Timur, rupanya tidak memiliki data stunting sejak 2020 silam. Dipastikan bahwa Jawa Timur bebas stunting akan sulit tercapai. Merujuk pada Program Nawa Bhakti Satya yakni Jatim Cerdas dan Sehat pun tersendat. (Had/Red)

Bagikan:

Komentar