|
Menu Close Menu

Terima Kasih Buya

Selasa, 16 Februari 2021 | 20.03 WIB



Oleh : Ach Wildan Al-Faizi 


Rabu, 17 Februari 2021 akan menjadi sejarah baru dalam perjalanan kepemimpinan di kabupaten sumenep dengan berakhirnya masa jabatan Dr. KH. A. Busyro Karim, M.Si sebagai Bupati Sumenep periode 2016-2021. Diwaktu yang bersamaan, akan dilaksanakan pelantikan bupati terpilih hasil pilkada serentak 2020.


Namun informasi terakhir, pelantikan kepala daerah terpilih diseluruh jawa timur akan diundur setidaknya paling cepat hingga akhir februari 2021. Untuk mengisi kekosongan jabatan akan ditunjuk Pelaksana Harian (PlH) yang kabarnya akan diisi oleh sekretaris daerah.


Terlepas dari ditundanya proses pelantikan kepala daerah terpilih, Sumenep patut berbangga pernah dipimpin oleh seorang kiai intelek yang politisi sekaligus politisi intelek yang kiai seperti sosok Dr. KH. A. Busyro Karim, M.Si. intelektualitas kepemimpinan di sumenep sebenarnya bagian dari warisan masa lalu.  Ini dibuktikan dengan lahirnya sosok pemimpin bernama Sultan Abdurahman yang merupakan sosok intelek sekaligus sebagai seorang pemimpin. Hingga kini namanya selalu dikenang dalam sejarah panjang perjalanan kabupaten sumenep.


10 tahun dengan sempurna buya menyelesaikan tugasnya sebagai bupati sumenep. Terlepas adanya kekurangan dan ketidak sempurnaan, beliau telah banyak mencatatkan banyak sejarah penting dalam pembangunan sumenep baik yang bersifat fisik maupun non fisik. 


Misalnya dalam pembangunan fisik, Diantara warisan buya adalah hidupnya kembali bandara trunojoyo sumenep. Dibawah kepemimpinan Buya, Bandara (lapangan terbang) yang dulunya tak terawat, hanya sebatas tontonan secara bertahap berhasil kembali difungsikan dan sampai hari ini telah beropreasi normal setiap hari. 


Sumenep sebagai kabupaten kepulauan, yang memiliki ratusan pulau baik yang berpenghuni maupun yang tidak berpenghuni perlu adanya alat transportasi alternatif selain kapal laut. Sebab, tidak mungkin sumenep hanya mengandalkan transportasi laut sebagai satu-satunya alat transportasi untuk masyarakat kepulauan. Maka, pilihan satu-satunya adalah dengan mengoptimalkan transportasi udara. Dan Buya telah berhasil memulainya.


Dengan aktifnya bandara udara sebagai satu-satunya transportasi udara yang ada di pulau madura tentu sangat berdampak terhadap segala aspek keperluan dan kepentingan masyarakat madura lebih-lebih masyarakat sumenep. Kita bayangkan, dengan transportasi darat dari sumenep ke surabaya yang biasanya memerlukan waktu 4-5 jam, dengan pesawat hanya cukup 30 menit. Inilah warisan buya yang patut diapresiasi kita semua.


Selain bandara udara, jalan Lingkar Utara Sumenep yang menghubungkan antara desa kebunan dan desa parsanga merupakan warisan buya lainnya yang patut diapresiasi. Jalan sepanjang 3,9 kilometer ini Diharapkan dapat mendongkrak ekonomi warga pinggiran Kota Sumenep. Dengan adanya jalan baru ini, buya berharap bisa memeratakan pembangunan ekonomi masyarakat. Sehingga kedepan aktifitas ekonomi tidak melulu menumpuk di pusat kota tapi juga di daerah pinggiran. Salah satunya di sekitar lingkar utara ini ada aktifitas ekonomi yang dapat dimanfaatkan secara baik oleh masyarakat setempat.

 

Selain bandara dan jalan raya, pembangunan fisik yang telah dilakukan oleh buya adalah merenovasi halaman depan masjid agung sumenep sekaligus memperindah taman bunga yang secara fisik menjadi satu kesatuan dengan bangunan masjid agung tertua di madura ini. Renovasi dan perbaikan di sekitar masjid jamik sumenep bukan sekedar untuk gagah-gagahan. Namun diharapkan dapat menjadi simbol kebanggaan sumenep. Sehingga keberadaan masjid dan taman bunga ini tidak hanya memaksimalkan fungsi masjid sebagai tempat ibadah, tetapi juga memperhatikan aspek arsitektur, seni, hingga estetika disekitarnya yaitu taman bunga sumenep.


Yang menarik, buya membangun masjid yang lumayan megah disekitar lingkungan kantor bupati. Dalam beberapa kesempatan, buya selalu menyampaikan bahwa Keberadaan masjid yang diberi nama masjid sumekar ini bisa menjadi pusat spiritualitas para pejabat dilingkungan pemkab sumenep. Sehingga dengan adanya masjid ditengah-tengah perkantoran ini dapat menyatukan antara hablum minallah dan hablum minannas yang dalam makna tersiratnya diharapkan para pejabat bisa menjadi pelayan masyarakat  yang tidak lupa dengan kewajiban pada tuhannya.

 

Selain pembangunan fisik, buya juga telah banyak melakukan pembangunan non fisik yang bersifat kebijakan. Misalnya sebagaimana yang ditulis oleh Muhammad Suhaidi, dengan adanya "periodisasi kepala sekolah", yang menjdi salah satu diantara banyak gebrakan kebijakan buya selama menjadi bupati.


Kebijakan buya lainnya yang akan terus dikenang adalah pelaksanaan Pilkades secara serentak tanpa biaya. Sebagaiman yang disampikan oleh Moh Ramli (Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa Sumenep) yang bercerita tentang cita-cita buya agar pelaksanaan Pilkades di Sumenep dilakukan secara serentak dan tanpa biaya pendaftaran. Tujuan buya cukup sederhana, agar bisa menekan konflik horizontal yang sering terjadi setiap moment pilkades. Kementerian dalam negeri pada saat itu tertarik dengan ide buya karena di Indonesia belum ada Pilkades yang dilakukan secara serentak dan tanpa beban biaya. Kemudian keluarlah UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa dan PP No 43 Tahun 2014 tentang Pedoman Pelaksanaan Pilkades. Seketika buya merespon dengan mengeluarkan PP yang mengatur teknis Pilkades. Sehingga terbit Perda No 8 Tahun 2014 yang mengalokasikan anggaran Pilkades dari APBD.


Tentu masih banyak kebijakan-kebijakan lainnya yang telah dilakukan oleh buya selama kurang lebih 10 tahun memimpin sumenep. Dan ini bukan sesuatu yang mudah. Sebab memimpin sumenep ini perlu keahlian khusus. Secara kultur sumenep ini berbeda dgn daerah 3 kabupaten lainnya di pulau madura. Dari sisi SDA, sumenep memiliki kekayaan alam yg melimpah. di sisi lain, sumenep juga merupakan daerah yang masyarakatnya masih berpegang teguh pada nilai-nilai pesantren. Secara histori, sumenep masih termasuk daerah keraton yg sampai hari ini nilai-nilai ke-keraton-annya tetap terjaga. Apalagi dari sisi geografis yang memiliki ratusan pulau dan luas wilayah yang begitu besar. Mau tidak mau, butuh kelihaian dari sang kepala daerah.


Sehingga untuk bisa memimpin sumenep ini butuh tokoh yg mengerti secara betul karakter dan sejarah panjang kabupaten paling ujung timur pulau madura ini. Sehebat-hebatnya kepala daerah diluar sana, belum tentu juga bisa hebat memimpin Sumenep. Sekeren-kerennya kepala daerah diluar sana dalam memajukan daerahnya, belum tentu juga bisa keren ketika misalnya harus memimpin kota unik yg bernama sumenep ini. Sebab tantangan di sumenep cukup kompleks dari segala sisi.


Selama 20 tahun pasca reformasi sumenep telah dipimpin oleh orang-orang yang tepat sesuai dgn kebutuhan dan karakter kota ini. KH. Ramdlan Siraj memulai membangun dasar, kemudian dasar yang sudah terbangun tersebut dilanjutkan oleh KH. A. Busyro Karim menjadi rumah besar yang kuat dan kokoh.


Dan kini, saatnya KH. A. Busyro Karim mengakhiri  masa pengabdiannya yang sebenarnya telah dilakukan sejak dua puluh tahun yang lalu. 10 tahun melalui jalur legislatif dan 10 tahun berikutnya melalui jalur eksekutif. Tak berlebihan kiranya kalau kemudian sosok buya ini dijuluki sebagai politisi lokal yang tak tertandingi setidaknya sejak era reformasi. Hanya orang luar biasa yang berhasil menjadi ketua DPRD dua periode dan melanjutkan sebagai bupati juga dengan dua periode. Itu artinya, kekuatan politik buya baik dilevel elit maupun dilevel akar rumput sama-sama tertata secara baik.


Saya berkeyakinan bahwa sumenep ini masih membutuhkan kepemimpinan dari kalangan pesantren (kiai atau nyai). Tentu dengan harapan akan lahir sosok buya-buya baru dari kalangan pesantren yang pada akhirnya bisa menjadi simbol kekuatan politik lokal di kabupaten sumenep tercinta ini.


Terima kasih buya...!!!!


Penulis adalah Wakil Ketua DPC PKB Sumenep

Bagikan:

Komentar