|
Menu Close Menu

Ombudsman Minta Kepala Daerah Proaktif Ikutkan Pegawai Non ASN dalam Kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan

Selasa, 09 Maret 2021 | 18.26 WIB

 

caption : Kepala Perwakilan Ombudsman Jawa Timur, Agus Muttaqin setelah menerima kunjungan pimpinan dan jajaran BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur di kantornya di kawasan Ngagel Timur, Surabaya. foto : istimewa.

lensajatim id Surabaya- Ombudsman RI meminta agar kepala daerah di Jawa Timur untuk mendaftarkan kepesertaan pegawai non-ASN (aparatur sipil negara) ke BPJS Ketenagakerjaan. Selain memenuhi ketentuan perundang-undangan, pendaftaran kepesertaan dapat memberikan jaminan sosial ketenagakerjaan kepada seluruh pegawai non-ASN di pemda.


Dari data BPJS Ketenagakerjaan, hanya tiga dari total 38 pemkab/pemkot di Jawa Timur yang telah mendaftarkan kepesertaan seluruh pegawai non-ASN. Yakni, Pemkot Surabaya, Pemkab Sidoarjo, dan Pemkot Madiun.


‘’Mereka (kepala daerah) menyadari betapa pentingnya kepesertaan pegawai non-ASN di BPJS Ketenagakerjaan sehingga kalau misalnya terjadi kecelakaan kerja, peserta (pegawai non-ASN) dapat menikmati hak-haknya,’’ kata Kepala Perwakilan Ombudsman Jawa Timur Agus Muttaqin setelah menerima kunjungan pimpinan dan jajaran BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur di kantornya di kawasan Ngagel Timur, Surabaya, Selasa (9/3/2021).


Agus yang didampingi Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Muflihul Hadi mengungkapkan pendaftaran kepesertaan sebenarnya tidak memberatkan. Dari ilustrasi BPJS Ketenagakerjaan kepada Ombudsman Jawa Timur, pemda hanya perlu membayar sekitar Rp 13 ribu per-pegawai non-ASN perbulan (setara 0,54 persen dari gaji) dan jika terjadi kecelakaan kerja, pegawai tersebut dapat menikmati jaminan minimal Rp 42 juta.


Agus menjelaskan, di Jawa Timur total ada puluhan ribuan pegawai non-ASN. Di Pemprov Jatim saja, ada sebanyak 30.335 pegawai non-ASN yang terdiri dari pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK), guru tidak tetap (GTT)/pegawai tidak tetap (PTT) di SMA-SMK, honorer K-2, dan pegawai badan layanan umum daerah (BLUD). Jumlah itu belum termasuk puluhan ribu pegawai non-ASN di kabupaten/kota.


 Menurut Agus, pemda tidak perlu khawatir terhadap pengelolaan dana di BPJS Ketenagakerjaan. Karena BPJS Ketenagakerjaan berada langsung di bawah presiden sehingga akuntabilitas penggunaan anggaran dapat dipertanggungjawabkan.


"Dengan terdaftar sebagai peserta, BPJS Ketenagakerjaan akan menanggung hingga sembuh untuk pengobatan akibat kecelakaan kerja, tidak ada batas biaya lagi, hanya berdasarkan resume medik," kata mantan wartawan senior Jawa Pos itu. 


Dia mengaku miris jika mendapati pengaduan pegawai non ASN yang mengalami kecelakaan dalam bekerja, tapi membiayai sendiri untuk biaya pengobatannya hingga sembuh. Bahkan tidak ada santunan jika cacat dan lain-lainya.


Di tempat sama, Deputi Direktur Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur Deny Yusyulian mengatakan, pemda wajib mendaftarkan kepesertaan setiap pegawai non-ASN dalam program jaminan sosial ketenagakerjaan. Hal itu sesuai amanat UU No 40 Tahun 2004 tentang Sisten Jaminan Sosial Nasional (SJSN), UU No 24 Tahun 2011 tentang BPJS, dan Peraturan Presiden (Perpres) No 109/2013 tentang Penahapan Kepesertaan Program Jaminan Sosial.


Sesuai pasal 5 ayat (3) Perpres No 109, penahapan dimulainya pendaftaran bagi pekerja yang bekerja pada pemberi kerja penyelenggara negara, dilakukan untuk program Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM) paling lambat 1 Juli 2015, termasuk bagi pegawai non-ASN.


Hanya saja, lanjut Deny, mayoritas kepala daerah mengabaikan ketentuan tersebut sehingga hanya beberapa pemda yang mendaftarkan kepesertaan pegawai non-ASN-nya.


 ‘’Padahal, kami sudah berkali-kali berkoordinasi dengan kepala daerah, termasuk melalui penandatanganan MoU,’’ jelas Deny. (Had/Red)

Bagikan:

Komentar