|
Menu Close Menu

Bulan Ramadhan Semangat Filantropi (!)

Sabtu, 24 April 2021 | 23.06 WIB




Oleh: Irwan Hidayat*


lensajatim.id Opini- Salah satu julukan untuk bulan Ramadhan adalah bulan filantropi (syahr al-judd; bulan kedermawanan). Di bulan ini umat Islam dianjurkan banyak bersedekah, terutama untuk meringankan beban fakir dan miskin. Rasulillah Muhammad SAW pun memberi keteladanan terbaik, sebagai orang yang paling dermawan di bulan yang suci dan bertabur berkah ini. Demikian juga yang terjadi di Indonesia. Pada bulan Ramadhan seperti sekarang ini, antusiasme masyarakat muslim Indonesia dalam berderma meningkat. Ada rutinitas yang tidak dilakukan di luar bulan suci ini. Sebut saja, misalnya, tradisi berkirim dan menerima bingkisan (paket) yang dilakukan oleh sanak, famili dan handai tolan. Karena tradisi ini pula, anggaran kebutuhan rumah tangga membengkak, harga sembako dan barang-barang di pasar naik.


Sudah saatnya, berderma di bulan Ramadhan jangan dipahami sekadar beramal atas dasar ibadah. Niat beribadah harus, tetapi yang juga tidak kalah penting adalah motivasi untuk berfilantropi demi membangun bangsa. Apabila hal ini terjadi, maka kekuatan filantropi secara individual akan mudah di satukan dan dikelola menjadi kekuatan besar untuk mewujudkan mimpi menghadirkan masyarakat yang mandiri dan berdaulat. Sejauh ini, tradisi kesadaran berderma kaum muslim Indonesia masih didominasi motivasi spiritual. Sementara kesadaran memberikan hak kaum miskin masih terbatas pada penunaian kewajiban agama, belum menyentuh kesadaran atas kewajiban sosial untuk melahirkan keadilan sosial. Kesadaran ritualistik ini menjadi dasar bagi pola berderma antarpribadi dan berbasis caritas (rasa iba).


Di sisi lain, sebagai dampak banyaknya waktu luang di rumah, kebanyakan orang lebih ramai di media sosial, baik itu WhatsApp, Facebook, Twitter, maupun Instagram. Ironinya, media-media itu tanpa disadari justru tidak memberikan penguatan aspek literasi kepada masyarakat tetapi menjadi ajang penyebaran berita hoax, catatan palsu, dan kesadaran semu. Pengalaman saya, grup-grup WhatsApp yang jumlahnya ratusan lebih banyak menghilangkan kesadaran dan akal sehat seseorang, dan miskin dari kepedulian nyata. Kebanyakan orang menganggap bahwa kewajiban mereka sudah selesai hanya dengan kerja jari: copy, paste, and share.


*Kepedulian (Filantropi) Nyata*


Media ramai memberitakan tentang rumah sakit mengeluhkan kekurangan APD. Memang kemudian pemerintah mendapat bantuan dari beberapa negara, khususnya Tiongkok, namun melihat tren kasus dan sifat APD yang tidak dapat digunakan berulang, maka tentu rumah sakit harus menyiapkan stok yang sangat banyak. Belum lagi, berbagai kebutuhan akomidasi dan logistik lain untuk rumah sakit, tenaga medis, tenaga-tenaga yang terlibat dalam perang menghadapi wabah (berbagai instansi dan lembaga terkait), dan relawan haruslah tersedia. Kondisi ini akan menambah beban Pemerintah, ditambah nilai tukar rupiah yang keok terhadap USD dan neraca pertumbuhan serta neraca perdagangan yang “nyungsep”. 


Pada titik inilah semua masyarakat, yang mengaku masih memiliki rasa cinta tanah air, untuk terlibat secara nyata. Semangat filantropi harus kita digelorakan. Merujuk pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (edisi online), filantropi tidak lain adalah “cinta kasih (kedermawanan dan sebagainya) kepada sesama”.


Dalam konteks akademik, para dosen, mahasiswa, dan alumni-alumni perguruan tinggi yang jumlahnya puluhan bahkan ratusan juta haruslah dapat menginspirasi publik untuk ikut berkontribusi dan menjadi solusi permasalahan kemanusiaan kekinian. Bukan kampus adalah “pusat cahaya dan pencerahan?” Segenap civitas akademika Perguruan Tinggi harus memulai gerakan filantropi menghadapi wabah COVID-19, dan terus berkampanye agar gerakan ini menjadi gerakan simultan di masing-masing wilayah di seluruh Indonesia untuk semakin tersebarnya nilai-nilai cinta kasih dan kedermawanan. 


*Contoh (Filantropi) Nyata*


Muhammadiyah adalah ormas Islam yang sejak awal telah memproklamirkan diri untuk berada di garda terdepan, membantu pemerintah dalam menghadapi wabah COVID-19. Muhammadiyah tidak hanya cepat dalam menyampaikan edaran tentang tuntunan ibadah dalam kondisi darurat COVID-19 sesuai dengan Fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid, tetapi dengan membentuk Muhammadiyah COVID-19 Command Center. Di dalam konteks penanggulangan, Muhammadiyah telah telah menyiapkan RS Muhammadiyah dan ‘Aisyiyah sebanyak 20 untuk standby. Bahkan bila diperlukan lagi, masih bisa menambah 20 hingga 30 RS. LAZISMU, juga telah melaunching gerakan “Bersatu Hadang Corona Bersama LAZISMU”, untuk membantu penyediaan APD tenaga medis dan pencegahan penularan COVID-19.


Tidak hanya berhenti sampai di situ, berbagai Amal Usaha Muhammadiyah juga bergerak. Sebagai mana statemen perwakilan pemerintah yang sempat saya lihat di tayangan TVRI. Sebagai upaya menekan risiko, alih-alih melakukan secara manual justru menurunkan perangkat drone khusus untuk membantu penyemprotan disinfektan di kawasan padat penduduk guna mencegah laju penyebaran virus corona atau Covid-19. RS UMM dan tim tanggap darurat COVID-19 UMM juga stand by 24 jam untuk melayani masyarakat, minimal konsultasi dan pelayanan trauma. UMM juga telah menyiapkan program sosial untuk membantu masyarakat sekitar yang terdampak COVID-19, khususnya masyarakat ekonomi rentan.  


Di sinilah kita melihat contoh nyata, bahwa meskipun status resmi Muhammadiyah di pemerintah adalah ormas, namun oleh warganya, Muhammadiyah lebih dikenal sebagai gerakan. Meminjam istilah Hajriyanto Y. Thohari, “Muhammadiyah lebih menampilkan sebagai gerakan amal (a philanthropical movement), bahkan gerakan amal par excellence”.


Contoh tersebut tentu masih sangat sederhana dan berbasis lembaga. Berbagai berita juga telah menunjukkan berbagai aksi sosial dan kepedulian lembaga, ormas, perorangan (khususnya para crazy rich Indonesia). Tentu, jumlahnya masih sangat terbatas. Maka, sudah saatnya semua pihak bergerak. Terlebih sebentar lagi-khusus bagi Umat Islam-akan memasuki bulan suci Ramadhan. Saatnya berlomba-lomba dalam kebaikan, terlebih di waktu-waktu krusial nan mendesak ini. Semoga semangat filantropi kita semua menjadi jalan dan ikhtiar agar Allah SWT mengangkat dan memusnahkan wabah COVID-19 ini. 

Wallaahu a’lam bisshowab...!!!


*) Penulis adalah Aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Jember*

Bagikan:

Komentar