|
Menu Close Menu

Di Balik Lagu Jember Nusantara

Rabu, 26 Mei 2021 | 10.15 WIB




Oleh : Moch Eksan


Opini-Saya ikut bangga atas prestasi Lingkar Kreatif Independen (Linkrafin) Jember yang menyabet juara 1 dan juara favorit Lomba Karya Musik Anak Komunitas (KAMU AKU) Kita Indonesia. Lomba ini diselenggarakan oleh Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Republik Indonesia (Kemenparekraf RI).


Linkrafin ini menyisihkan 4 finalis lain. Di antaranya: Kreasi Anak Paser dari Paser Kalimantan Timur, Walk On Water dari Nias Sumatera Utara, Cendrawasih Team dari Papua, dan Musisi Kulon Progo dari Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).


Dari awal penampilan sampai pagelaran selesai, ditinjau dari berbagai hal, Linkrafin memang yang paling layak juara. Lagu Jember Nusantara benar-benar menampilkan perpaduan musik suling, patrol, gamelan dan musik modern lain. Lagu ini diikuti oleh seni koreografi yang sangat apik. Selain tentu lirik lagu yang mencerminkan budaya Pendhalungan: Madura dan Jawa. Sungguh sebuah karya musik yang rancak bana.


Menyimak dari berbagai komentar dewan juri lomba yang diselenggarakan oleh Kementerian pimpinan Sandiaga Uno ini, bertabur pujian dan apresiasi atas kreasi dan inovasi masyarakat Jember sebagai pusat seni budaya kelas dunia. Kostum yang dipakai oleh Linkrafin juga hasil dari karya Jember Fashion Carnaval (JFC) sebagai pagelaran karnaval terbesar ke-3 di dunia.


Jadi, keberhasilan musisi kreatif Jember tersebut bukan karena pesanan, bukan pula karena kedekatan Bupati Jember Ir H  Hendy Siswanto dengan Pak Menparekraf. Tetapi, karena memang kualitas seni musik arek Jember sangat layak menjadi sang juara.


Mendengarkan lagu Jember Nusantara seakan terbawa pada arasemen musik ala Guruh Soekarno Putra yang piawai membuat karya seni musik dengan sentuhan seni tradisional. Sehingga, bagi yang menyimak merasakan cita rasa seni modern sekaligus tradisional atau pun sebaliknya. Betul-betul spektakuler dan luar biasa dahsyat.


Namun demikian, di balik lagu Jember Nusantara, lebih merupakan impian daripada potret sosial. Sebab, 5, tahun terakhir, Jember mangalami keterpurukan dalam banyak hal. Tata niaga tembakau sebagai "daun emas', dunia dirgantara sebagai 'langit biru', tata kota sebagai 'lembah di timur", sumber daya laut sebagai 'hikayat' dan "pasir putih", kondisi masyarakat yang 'gemah ripah loh jinawi toto tentrem", dan seterusnya. Faktanya, berbagai kondisi di atas justru kini terbalik. Lagu tersebut mengandung pesan spirit kebangkitan. Selengkapnya lirik lagu yang menjuarai Musik Komunitas itu sebagai berikut:


"(Duh Ya Lek… Tanah Aeng Daun Emas Nusantara)

Hijau membentang membentang,

Nusantara Biru langit melintang,

Indonesia Tanah berdaun emas

Pasir putih bayur menyapa

Tarian pulauku menyambut Hikayat

Sang Pamacah Nyara Longguh Sadejena (Mari Duduk Semuanya)

Aghember Ate Se Bunga (Menggambar hati yang bersenang-senang)


E ya e ya e ya e ……

Surga Turun Lembah di Timur


E Ya e ya e Ya e….

Tanah Leluhur yang Makmur


E ya e ya e ya e….

Surga Turun, Lembah di Timur


E ya e ya e ya e… ..

Jember Nusantara Hijau membentang membentang,

Nusantara Biru langit melintang,

Indonesia Duh Gusti Kang Moho Agung,

Paringi Pinayungan Berkah Sakjeroning Negeri (Wahai Tuhan Sang Maha Agung, Payungi Negeri Kami Dengan Berkah)


Gemah Ripah Loh Jinawi Toto Tentrem Ing Gusti Gemah Ripah Loh Jinawi Runduk Padi, Citra Hati".


Dari lirik lagu di atas, sangat terasa spirit kebangkitan Jember. Pemimpin daerah di bawah Haji Hendy-Gus Firjaun hadir sebagai pemegang amanah rakyat, sudah memancang impian-impian tersebut. Bagaimana 3,5 tahun kedepan, memacu Jember menyambut kembali hikayah keemasan masa lalu, serta mengubur mimpi buruk. Antara lain:


Pertama, petani tembakau tak lagi menanggung kerugian akibat ulah mafia. Kendati hasil produksi tembakau bagus, namun harga terkadang murah. Gudang tembakau banjir produk melebihi kapasitas kebutuhan produksi industri rokok nasional. Pemerintah daerah acapkali tak hadir membereskan carut-marut tata niaga yang ada. Petani pun harus berjuang sendiri melawan praktek kartel yang menjerat lehernya.


Kedua, sekarang ini, dunia penerbangan Jember matisuri. Hidup segan mati pun tak mau. Beberapa tahun sudah tak ada lagi jadwal penerbangan. Dua maskapai yang mengaspal di Bandara Notohadinegoro lambat laut mengurangi slot penerbangan. Tapi karena tak bisa menutupi biaya operasional, maka perusahaan maskapai menutup jadwal penerbangan Jember-Surabaya dan Surabaya-Jember.


Ketiga, Jember adalah kabupaten rawan bencana banjir. Tiap tahun, banyak wilayah yang langganan banjir. Pemerintah seakan tak berdaya melawan lingkaran setan bencana ini. Wilayah yang berada di Lembah Gunung Argupuro di Barat dan Utara dan Gunung Raung dan Sanen di Timur dan Selatan,   sering dilanda banjir akibat hutan gundul, pendangkalan dan penyempitan daerah aliran sungai (DAS).


Keempat, produksi ikan tangkap tak bisa dijangkau oleh sebagian penduduk. Kemiskinan struktural dan kultural yang melilit mengakibatkan anak kekurangan gizi. Stunting tak bisa dihindari. Angkat stunting di Jember tertinggi di Provinsi Jawa Timur. Sementara itu, wisata bahari masih ketinggalan dibandingkan Pasir Putih Situbondo dan Bali. Laut Jember padahal  tak kalah eksotik namun kurang dikelola dengan baik. Sehingga sumber daya kelautan belum menghadiakan kemakmuran rakyat.


Kelima, di Provinsi Jawa Timur, Jember adalah kabupaten dengan jumlah penduduk miskin terbanyak. Di era Pandemi Covid-19, jumlah penduduk miskin bertambah. Ini konsekuensi lagis dari pertumbuhan ekonomi yang minus 2,98 persen. Angka minus ini lebih tinggi daripada angka minus regional dan nasional.


Dari potret buram di atas, masihkah ada hari esok yang cerah bagi Jember? Selain trend kinerja 100 hari yang positif, kemenangan Linkrafin  merupakan isyarat langit bahwa goal demi goal dalam berbagai hal akan tercetak. Selagi pemerintahan Haji Hendy-Gus Firjaun tak mengulangi kesalahan yang sama dari pemerintahan dr Faida-Kiai Muqiet, serta konsisten dengan 7 program unggulan yang disampaikan pada masa kampanye, Jember sebagai miniatur Nusantara yang gemah ripah loh jinawi toto tentram kerto raharjo, akan sampai. Yakusa!


*Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute

Bagikan:

Komentar