|
Menu Close Menu

Gunung Semeru Pasca Bencana

Selasa, 28 Desember 2021 | 13.21 WIB



Oleh Moch Eksan


Lensajatim.id, Opini- Erupsi Gunung Semeru telah menimbulkan luka mendalam. Letusan gunung semeru tertinggi di Pulau Jawa ini telah menelan korban 51 meninggal, 10.475 mengungsi jiwa, serta 2.417,2 hektar lahan rusak.


Plt Kepala Pusat Riset Aplikasi Penginderaan Jauh, M Rokhis Khomaruddin merinci kerusakan lahan sebagai berikut: "Lahan terdampak letusan yaitu 2.417,2 Ha yang terdiri dari hutan sebesar 909,8 Ha, lahan terbuka 764,5 Ha, hutan sekunder 243,1 Ha, lahan pertanian 161,5 Ha, Ladang/tegalan 161,2 Ha, perkebunan 77,9 Ha, pemukiman 67,8 Ha, semak/belukar 20,8 ha dan tubuh air 10,4 Ha".


TUGAS KEBENCANAAN

Kerugian jiwa, material dan lingkungan tersebut, menuntut tugas dan tanggungjawab pemerintah di berbagai tingkatan lebih berat. Dalam penanggulangan bencana, penangganan pasca bencana justru lebih menguras energi sumber daya manusia dan finansial daripada prabencana dan tanggap darurat.


Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana Pasal 57 menjabarkan tugas pasca bencana meliputi rehabilitasi dan rekonstruksi. Secara rinci rehabilitasi dan rekonstruksi meliputi berbagai kegiatan berikut:


Pertama, berdasarkan Pasal 58 UU Penanggulangan Bencana tersebut, kegiatan rehabilitasi terdiri dari: (1) perbaikan lingkungan daerah bencana. (2) perbaikan sarana dan prasarana umum. (3) pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat. (4) pemulihan sosial psikologis. (5) pelayanan kesehatan. (6) rekonsiliasi dan resolusi konflik. (7) pemulihan sosial ekonomi budaya. (8) pemulihan keamanan dan ketertiban. (9) pemulihan fungsi pemerintahan. Dan (10) pemulihan fungsi pelayanan publik.


Kedua, kegiatan rekonstruksi berdasarkan Pasal 59 UU yang sama, terdiri dari: (1) pembangunan kembali sarana dan prasarana. (2) pembangunan kembali sarana sosial masyarakat. (3) pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat. (4) penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan bencana. (5) partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha, dan masyarakat. (6) peningkatan kondisi sosial, ekonomi dan budaya. (7) peningkatan fungsi pelayanan publik. (8) peningkatan pelayanan utama masyarakat.


REHABILITASI DAN REKONSTRUKSI

Dalam konteks Lumajang, rehabilitasi dan rekonstruksi erupsi Gunung Semeru diarahkan pada pemulihan jalan yang menghubungkan antar desa dan kecamatan di Pronojiwo dan Candipuro secara rehabilitatif, dan membangun jembatan Besok Kobokan atau Gladak Perak yang putus secara rekonstruktif.


Bupati Lumajang, Thoriqul Haq berencana melakukan relokasi terhadap kawasan pemukiman yang rawan bencana pada tempat yang lebih aman. Perhutani telah menyetujui tempat relokasi di Kawasan Penanggal, Oro-oro Ombo dan Supiturang.


Tempat baru tersebut dipilih atas dasar pertimbangan kemananan dari potensi bencana, ketersedian air dan saluran listrik. Disamping, luas kawasan juga menjadi pertimbangan penting untuk pembangunan pemukiman baru berupa rumah, fasilitas umum, jalan, sanitasi, sekolah, rumah ibadah, tempat pelayanan umum dan pemerintah.


REFLEKSI SPIRITUAL EKOLOGIS

Lepas dari semua itu, dampak yang tak kalah serius adalah psikologi korban erupsi Gunung Semeru. Mereka pasti mengalami trauma yang dalam. Pikirannya tentu belum bisa lepas dari bunyi ledakan dan histeria massa yang lari tunggang langgang menghindari semburan debu vulkanik dan lahar Gunung Semeru.


Dari 51 korban tewas, anggota keluarga mereka jelas merasa kehilangan orang yang dicintai. Musibah letusan gunung ini telah menyebabkan suami kehilangan istri. Istri kehilangan suami. Anak kehilangan orang tua. Orang tua kehilangan anak, dan seterusnya.


Selain kehilangan anggota keluarga. Banyak yang kehilangan harta benda: rumah, kendaraan, ternak, sawah ladang dan lain sebagainya. Mereka merasa hidup sebatang kara dan merasa tanpa masa depan. Kondisi psikologi korban yang hidup ini harus direhabilitasi agar sabar dan tambah serta bangkit menyongsong esok hari masih ada kehidupan yang lebih baik.


Kehidupan di pengungsian taklah normal. Banyak keluarga yang kesulitan memenuhi kebutuhan biologis. Banyak anak yang tak mendapat pelayanan pendidikan. Banyak pekerja yang tak dapat mencari nafkah. Petani tak bisa ke sawah. Penambang tak bisa lahan, dan pedagang tak bisa ke pasar.


Pasca bencana, banyak penduduk yang kehilangan mata pencaharian sebagai petani, penambang, peternak dan pedagang. Semua erupsi Gunung Semeru menyapu bersih lahan pertanian, pertambangan, hewan ternak dan pasar di kawasan pemukiman yang terdampak. Mereka saat ini bergantung hidup pada bantuan pemerintah dan masyarakat.


Kondisi sosial dan ekonomi ini harus direhabilitasi sesegera mungkin untuk merecovery dampak letusan gunung tersebut. Bersamaan dengan kegiatan rehabilitasi dan rekonstruksi pasca bencana, kehidupan masyarakat terdampak akan berangsur-angsur normal.


Ledakan Gunung Semeru selama ini telah membawa berkah material pasir yang bermutu tinggi. Kualitas pasir Lumajang nomor satu mengandung kandungan besi (Fe) tinggi. Hasil produksi beton dari bahan pasir di daerah aliran sungai Semeru ini lebih kokoh daripada pasir berasal dari wilayah lain.


Namun, erupsi di awal bulan Desember 2021 lalu, mengingatkan kita di balik berkah ada bencana yang serius mengancam. Penguasa Semeru sedang mengingatkan bahwa pasir sumber keberkahan sekaligus kebencanaan. Syukur dan sabar adalah penangkal spiritual ekologis atas kemarahan gunung merapi sebagai pasak bumi.


*Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute.

Bagikan:

Komentar