|
Menu Close Menu

Subsidi Minyak Goreng Dinilai Rugikan Pedagang Kecil, Begini Kata Ketua LPNU Jatim

Kamis, 27 Januari 2022 | 16.54 WIB

 

Ketua PW LPNU Jatim, Fauzi Priambodo. (Dok/Istimewa). 

Lensajatim.id, Surabaya - PW Lembaga Perekonomian Nahdlatul Ulama (LPNU) Jawa Timur menaruh perhatian khusus pada kebijakan pemerintah untuk subsidi minyak goreng. Pasalnya, kebijakan ini dinilai malah merugikan pedagang kecil dan juga masyarakat miskin. Dan sebaliknya Malah menguntungkan bagi pedagang besar dan masyarakat mampu. 


“Ada perbedaan harga minyak goreng dalam kemasan, karena di toko besar dipatok harga Rp14.000 dengan subsidi pemerintah, sedangkan di toko klontong atau warung justru tanpa ada subsidi,” kata Ketua PW LPNU Jatim Fauzi Priambodo di Surabaya, Kamis (27/1).


Ia menjelaskan minyak goreng di toko kecil/klontong, atau warung dengan mayoritas pelanggannya adalah orang desa dan miskin masih dijual dengan harga Rp18.000 – Rp19.000, karena memang tanpa subsidi. 


“Hal ini sangat tidak adil dan ada monopoli perdagangan orang kaya, karena harga minyak goreng Rp14.000 ada di toko-toko swalayan milik konglomerat yang mayoritas konsumenya adalah mampu,” tukas pria yang akrab dipanggil Gus Fauzi itu.

 

Akibatnya, toko klontong dan warung yang menyediakan minyak goreng dengan harga yang lebih mahal itu menjadi ragu dan bingung dengan kebijakan pemerintah yang tidak sampai pada mereka. Justru kebijakan subsidi tersebut malah bisa diberlakukan oleh pedagang ritel besar, seperti super market. 


“Selain itu, kalau minyak goreng dengan kualitas premiun dengan minyak goreng berkualitas ekonomis disamakan harganya, apa tidak mati pengusaha minyak goreng berkualitas ekonomis,” katanya.

Untuk itu, LPNU Jatim akan segera meminta PBNU menanyakan kepada pemerintah terkait kebijakan subsidi minyak goreng yang merugikan pedagang kecil ini. 


Selain itu, LPNU juga berjanji akan menanyakan kebijakan pemerintah itu kepada pemerintah dan dinas terkait di tingkat provinsi dan kabupaten/kota di Jatim, agar diteruskan juga ke pemerintah pusat. (hz/red).

Bagikan:

Komentar