Kresna Dewanata Phrosakh, Kepala Kelompok Fraksi (Kapoksi) NasDem Komisi I DPR RI. (Dok/Istimewa). |
Lensajatim.id, Jakarta- Kepala Kelompok Fraksi (Kapoksi) NasDem Komisi I DPR RI, Kresna Dewanata Phrosakh mengajak seluruh elemen masyarakat untuk mengawal ratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa ke dalam produk hukum Indonesia.
Ratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa merupakan satu dari empat rekomendasi DPR RI kepada pemerintah Tahun 2009. Pada 27 September 2010, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa menandatangani konvensi itu di PBB. Lebih dari satu dekade vakum, akhirnya pada Februari 2022 draf RUU Ratifikasi Konvensi tersebut rampung dan pada 27 April 2022 pemerintah mengirimkan Surat Presiden ke DPR RI agar proses ratifikasinya segera ditindaklanjuti.
"Hukum adalah produk politik, dan politisi adalah yang menentukan hukum seperti apa yang hendak kita tanam untuk mengatur peradaban negeri ini. Mari kita sebagai insan Pancasila, mengawal ratifikasi penghilangan paksa terkodifikasi dalam hukum Indoneisa. Selamat menjalankan misi mulia ini. Saya Kapoksi NasDem komisi I DPR yang bertugas mengawal ini, menunggu saran dan gagasan kritis dalam memperkuat ratifikasi ini," ujar Kresna saat membuka Focus Group Discussion (FGD) dengan tema 'Mendorong Ratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa', Senin (29/8).
FGD yang digelar di Ruang Rapat Fraksi NasDem DPR RI dan juga dilakukan secara virtual dengan menghadirkan sejumlah narasumber. Di antaranya, anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Hasbi Ansory, anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Taufik Basari, Tenaga Ahli Madya Kantor Staf Presiden Mugiyanto Sipin, pegiat HAM, Papang Hidayat, dan Kepala Divisi Pemantauan Impunitas KontraS, Tioria Pretty.
Dalam kesempatan tersebut Kresna juga mengatakan, untuk mendorong proses pembahasan ratifikasi Konvensi Anti-Penghilangan Paksa yang dimandatkan oleh Badan Musyawarah (Bamus) DPR RI kepada Komisi I DPR RI, maka Fraksi Partai NasDem DPR menggelar FGD bersama pakar, pemangku kepentingan dan pengambil kebijakan yang akan dirangkum sebagai rekomendasi Fraksi Partai NasDem.
Anggota Komisi I DPR RI itu menegaskan, penghilangan paksa merupakan topik yang serius dan selama ini menghantui, karena merupakan bagian dari sejarah kelam bangsa indonesia.
"Ini adalah bagian fundamental bagi bangsa ini untuk mengubah. Artinya jika ratifikasi ini diteken oleh negara, maka negara harus mengadopsi semua poin dan semangat yang ada ke dalam produk hukum nasional kita," tandas Kresna.
Legislator NasDem dari Dapil Jawa Timur V (Kabupaten Malang, Kota Malang, dan Kota Batu) itu mencontohkan penghilangkan paksa dalam sejarah Bangsa Indonesia. Seperti kasus 1965-1966 yang bahkan lebih dari 30 ribu korban hilang, kemudian korban penembakan misterius (petrus) di tahun 1982-1985 yang memakan korban 23 orang hilang, peristiwa Tanjung Priok 14 orang hilang, Talangsari 1989 sedikitnya 235 orang meninggal serta tidak diketahui keberadaannya.
"Penghilangan paksa dalam sejarah meskipun pahit sekali, harus dibahas sebagai bahan pembelajaran yang berharga, serta peringatan agar tidak terulang, serta mencegah melalui mekanisme hukum yang up to date," imbuhnya.
Partai NasDem, sebut Kresna, memiliki komitmen yang kuat dalam menegakkan HAM. Lebih jauh lagi menegakkan HAM adalah bagian dari fungsi Partai NasDem.
"Ketua Umum kami, Bapak Surya Paloh berkali-kali menekankan bahwa eksistensi Partai NasDem memandang HAM adalah sebangun dan selaras dengan sila kedua Pancasila, yaitu Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Artinya sebuah prinsip yang paling mendasar yang perlu ditegakkan melalui perjuangan politik yang restoratif," pungkas Kresna.(fnd/rls/*)
Komentar