Agus Muttaqin, Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur. (Dok/Istimewa). |
Lensajatim.Surabaya- Ombudsman Perwakilan Jawa Timur (Jatim) temukan adanya mitigasi pencegahan kerusuhan yang tidak dijalankan oleh Panitia Pelaksana (Panpel), Operator Pertandingan (PT Liga Indonesia Baru/LIB), dan pihak kepolisian pada laga Arema-Persebaya.
Diketahui sebelumnya bahwa Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya Surabaya yang merupakan Laga lanjutan BRI Liga I yang digelar Sabtu (01/10/2022) malam di Stadion Kanjuruhan Malang, Jawa Timur.
Sementara itu, jumlah korban masih simpang siur. Data BPBD Pemkab Malang mencatat 174 korban meninggal, Dinkes 130 korban meninggal, dan relawan ambulans sebanyak 187 korban meninggal.
Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur, Agus Muttaqin mengatakan dalam rilisnya bahwa ada mitigasi pencegahan kerusuhan yang tidak dijalankan, baik oleh panpel, PT LIB, dan kepolisian.
"Temuan ini mengarah pada potensi maladministrasi sesuai UU No 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik," katanya dalam rilisnya, Minggu (02/10/2022).
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan bahwa temuan pertama, panpel dianggap menyalahi prosedur dengan menolak permohonan kepolisian untuk membatasi pencetakan tiket menjadi 38.054 tiket dari total kapasitas stadion 42.500 penonton.
"Saran polisi itu merujuk pada pasal 48 RKK yang mewajibkan pansel berkonsultasi dengan kepolisian terkait jumlah penonton. PSSI juga mewajibkan pengisian hanya 75 persen dari total kapasitas stadion, mengingat anggapan BNPB/Satgas Covid-19 bahwa Indonesia belum aman dari pandemi," katanya menjelaskan.
Selain itu, panpel tidak memberi layanan kedaruratan sesuai pasal 47 RKK, yakni dengan mengabaikan kewajiban penyediaan sarana evakuasi meliputi sistem peringatan bahaya, pintu keluar darurat, jalur evakuasi, dan tangga darurat/kebakaran, apabila terjadi keadaan darurat. Informasi jalur evakuasi dan titik kumpul juga tidak terinformasi secara baik kepada penonton.
"Hal itu tergambar dari banyaknya korban yang terinjak-injak dan kekurangan oksigen. Korban berebut menuju pintu keluar ketika tidak tahan dengan semprotan gas air mata polisi," tegasnya.
Tidak hanya itu saja, Panpel juga mengabaikan identitas penonton dalam penjualan tiket. Hingga Minggu sore (2/10), petugas medis kesulitan mengidentifikasi identitas sekitar 25 jenazah korban kerusuhan.
"Korban tidak membawa satupun identitas. Diduga kuat, dalam penjualan tiket lewat jasa pihak ketiga (calo), petugas mengabaikan kartu identitas calon penonton," sambungnya.
Sementara temuan kedua, kata Agus Muttaqin, PT LIB tidak mengantisipasi potensi kerusuhan dengan mengabaikan masukan kepolisian untuk memajukan jadwal pertandingan dari jam 20.00 WIB menjadi 15.30 WIB.
"Padahal, derby serupa antara Persija vs Persib pada Minggu (2/10), pemajuan jadwal malam menjadi sore disetujui. Tidak diketahui alasan penolakan tersebut. Bisa jadi karena terkait jadwal hak siar dan rating televisi," katanya memaparkan.
"Selain itu, PT LIB kurang menghitung secara matang atas dampak atas pertandingan berisiko tinggi derby Jawa Timur tetap diadakan di Pulau Jawa," sambutannya.
Sedangkan temuan Ombudsman Perwakilan (Jatim) yang ketiga adalah kepolisian memberikan pelayanan pengamanan yang diduga menyalahi ketentuan dan standar FIFA.
Padahal, sesuai Perkapolri No 16 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengendalian Massa, polisi memang bisa menggunakan semprotan gas air mata untuk membubarkan kerumunan agar berurai ke segala arah.
"Hanya, tidak tepat digunakan di dalam stadion, yang tertutup dan terbatas dengan pintu keluar," ungkapnya.
Selain itu, sesuai ketentuan pasal 19 FIFA Stadium Safety and Security disebutkan pelarangan penggunaan gas air mata dan senjata api, bahkan dilarang dibawa masuk ke dalam stadion.
"Polisi juga kurang mengantisipasi potensi kericuhan dengan memunculkan simbol 'Surabaya' di sekitar stadion, yakni dengan menggunakan rantis atau truk polisi bertuliskan Polrestabes Surabaya yang mengangkut offisial dan pemain Persebaya menuju stadion," sambungnya.
Oleh sebab itu, tambah Agus Muttaqin, atas temuan sementara akan menindaklanjuti dengan melakukan investigasi atas prakarsa sendiri (own motion investigation/OMI) sesuai pasal 7 UU Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman.
"Kami akan melakukan pengumpulan data di lokasi kejadian atau pemeriksaam dokumen. Hasil OMI berupa tindakan korektif kepada para stake holder dalam penyelenggaran pertandingan atau kompetisi sepak bola," pungkasnya. (Fauzi).
Tag: Tragedi Kanjuruhan, Ombudsman Jatim, Panpel-PT, LIB-Polisi, Abaikan Mitigasi Kerusuhan, Aremania, Bonek, Berita Malang
Komentar