Ketua Fraksi NasDem DPR RI, Roberth Rouw bersama Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo. (Dok/Istimewa). |
Lensajatim.id, Jakarta- Ketua Fraksi Partai NasDem DPR RI, Roberth Rouw mengatakan, ketahanan pangan merupakan isu utama yang mesti diperhatikan semua pihak. Krisis global yang memicu krisis pangan harus diantisipasi sebaik mungkin.
"Urusan apa pun di Republik ini, kalau urusan pangan kita terganggu, bangsa ini terganggu. Kita boleh bangun infrastruktur yang hebat, tapi kalau menyangkut perut, itu tidak ada yang bisa menggantikan," ujar Roberth saat membuka Parliament Lecture Fraksi Partai NasDem DPR RI dengan tema 'Restorasi Kebijakan Pangan Nasional', di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/11).
Sebagai narasumber seminar tersebut adalah Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dan Rektor IPB, Arif Satria. Hadir pula sejumlah anggota DPR RI dari Fraksi Partai NasDem di antaranya Sulaeman L Hamzah, Fauzi Amro, Tamanuri, dan Aminurokhman.
Roberth mengatakan, ancaman krisis pangan dipicu krisis global seperti pandemi Covid-19 hingga perang Rusia-Ukraina. Dampak-dampak dari krisis global mesti diantisipasi oleh pemerintah Indonesia.
"Semua orang berteriak 2023 akan terjadi krisis. Bukan hanya krisis ekonomi, tapi juga krisis pangan. Perang Rusia-Ukraina berpengaruh besar terhadap stok gandum di dunia. Kita tidak boleh lengah," tandasnya.
Legislator NasDem dari Dapil Papua itu meminta pemerintah untuk terus menggenjot produktivitas pertanian nasional. Hal itu untuk mencapai ketahanan pangan nasional sekaligus antisipasi ancaman krisis pangan global.
"Saya berterima kasih, karena kepemimpinan Pak Syahrul (Menteri Pertanian), Indonesia sudah mendapatkan penghargaan swasembada beras. Ini membuktikan, kita bisa swasembada kalau kita mau melakukan itu. Tergantung pemerintah, mau atau tidak," tegasnya.
Menurut Roberth yang juga Wakil Ketua Komisi V DPR RI itu, salah satu yang menjadi hambatan pertanian Indonesia ialah masih minimnya penelitian atau riset. Karena itu dia mendorong penelitian ilmiah untuk kemajuan pertanian.
"Saya melihat kita masih tertinggal soal riset pertanian. Riset pertanian, contohnya untuk bibit-bibit unggul harus diperbanyak," tandasnya.
Seminar itu bertujuan menghasilkan pemikiran-pemikiran yang bisa disumbangkan untuk kemajuan pertanian dan juga ketahanan pangan nasional.
"Kegiatan ini bisa menghasilkan pemikiran-pemikiran yang akan kita sumbangkan nanti, untuk menjadi solusi mengatasi persoalan ketahanan pangan," pungkas Roberth.
Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo dalam kesempatan tersebut mengatakan, isu ketahanan pangan yang diangkat dalam seminar itu begitu penting. Krisis yang kini terjadi di berbagai negara adalah akumulasi dari guncangan akibat pandemi covid-19, gejolak politik yang melanda Rusia-Ukraina, hingga tekanan inflasi sistem keuangan negara berkembang.
Meski demikian, lanjut Mentan, Indonesia masih bisa bertahan menghadapi krisis yang melanda dunia. Salah satu sektor yang menjadi tumpuan Indonesia menghadapi krisis global adalah sektor pertanian.
"Sejak Orde Baru, ekspor pertanian kita tidak pernah sampai 15 persen ke atas. Tapi di 2020 kita ekspor 15,79 persen dengan nilai Rp451,77 triliun. Kemudian pada 2021 naik lagi menjadi 38,68 persen dengan nilai Rp625,04 triliun. Ini data BPS," jelas Syahrul Yasin Limpo.
Bahkan sektor pertanian Indonesia telah berhasil menyetop impor beras selama tiga tahun terakhir. Sebagai contoh, total produksi beras nasional pada 2021 sebanyak 31,36 juta ton, surplus jika dibanding dengan kebutuhan nasional sebesar 30,03 juta ton.
Menteri Pertanian juga menyampaikan, dalam waktu dekat pihaknya akan mengekspor sarang burung walet dan porang dari Salatiga dengan nilai sekitar Rp23 triliun lebih.
"Berarti alam kita oke. Tinggal kita mau kerja atau tidak. Kita mau nggak, untuk tidak impor. Apa yang tidak bisa ditanam?. Jadi resource (sumberdaya) kita yang paling kuat itu di Indonesia adalah pertanian," tegas Syahrul Yasin Limpo lagi.(dis/*)
Komentar