|
Menu Close Menu

Kontroversi Wacana Sistem Proporsional Tertutup di Pemilu 2024, Pengamat Kritik Pernyataan Ketua KPU RI

Jumat, 30 Desember 2022 | 13.23 WIB

Baihaki Sirajt, Direktur Eksekutif ARCI. (Dok/Istimewa).

Lensajatim.id, Surabaya- Pernyataan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI Hasyim Asy'ari bahwa ada kemungkinan Pemilu 2024 kembali menerapkan Sistem Proporsional Tertutup menjadi polemik yang melahirkan kontroversi di Masyarakat. 


Terbaru, Pengamat politik dari Lembaga Survei Accurate Recearch and Consulting Indonesia (ARCI) ikut angkat bicara soal polemik tersebut. 


" Sebagai penyelenggara pemilu, harusnya Pak Hasyim, Ketua KPU RI tidak etis menyampaikan pernyataan yang itu belum pasti dan masih berproses di MK," kata Baihaki Sirajt, Direktur Eksekutif ARCI saat dikonfirmasi media. Jumat, (30/12/2022).


Sebab, kata Baihaki, itu berpotensi menimbulkan kegaduhan. Sebaiknya, KPU fokus pada tahapan pelaksanaan pemilu yang saat ini sedang berjalan. 


Ketika disinggung,soal kemungkinan pemberlakuan sistem proporsional tertutup, Baihaki menjawab dengan diplomatis bahwa lebih baik menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi (MK).


Hanya saja, Baihaki menuturkan bahwa kembali ke sistem proporsional tertutup dalam Pemilu 2024 mendatang itu bentuk kemunduran dari proses demokrasi yang sudah berjalan. 


" Bagi  kami kalau itu terjadi ya kemunduran. Harusnya tetap pada proporsional terbuka, apabila dalam prosesnya ini ada beberapa kelemahan, tinggal sistemnya dibenahi agar apa yang menjadi kekurangan bisa diperbaiki dan hasilnya lebih berkualitas lagi," paparnya. 


Kemudian, berikutnya kata Baihaki, sistem proporsional tertutup hanya berpotensi menguntungkan pada partai-partai besar. Sehingga, bila diterapkan sangat mungkin banyak partai kecil dan menengah tidak lolos ambang batas parlemen (parlementiary treshold). 


" Pengalaman Pemilu 2019 yang nyoblos Partai itu kecil, jadi banyak yang nyoblos caleg. Dan kalau tertutup maka ini tidak ada caleg-caleg yang yang gerak untuk cari dukungan. Potensi golputnya semaikan tinggi," tandasnya. 


Saat disinggung soal politik uang, Baihaki tidak yakin dengan sistem proporsional tertutup akan menghilangkan politik uang.  Artinya, potensi politik uang tetap sama-sama besar. 


" Kalau terbuka politik uang itu ke masyarakat langsung atau ke pemilih. Kalau tertutup politik uang bisa berpindah ke elit partai sebagai penentu yang bisa duduk di DPR, dan bisa-bisa lebih besar juga malah nominalnya," ungkapnya. 


Makanya, itu tidak bisa menjadi patokan. Untuk itu dirinya justru mendorong perbaikan pelaksanaan sistem yang sudah berjalan.  Harus ada formula yang dibuat untuk menekan perilaku politik uang dalam sistem proporsional terbuka. Selain itu, pihaknya mendorong untuk memperketat fungsi pengawasan, baik Bawaslu atau pengawasan dari masyarakat itu sendiri. (Had/Red).

Bagikan:

Komentar