|
Menu Close Menu

Kiai Kampung: Mendorong Partisipasi, Memboikot Politik Uang

Selasa, 06 Juni 2023 | 12.14 WIB

Ilustrasi. (Dok/Istimewa).


Oleh Ali Makki 



Lensajatim.id, Opini- Transisi sosial politik ditengah lingkaran sosio-kultural masyarakat khususnya masyarakat desa berkonsekuensi terhadap bergesernya paradigma masyarakat, salah satu yang dapat dilihat secara nyata adalah partisipasi dalam urusan pemilihan umum yang semakin meningkat, tentu hal ini didorong oleh masuknya informasi dan pendidikan politik yang semakin massif. Penyelenggara pemilihan umum dari tingkatan pusat sampai terbawah pun cukup banyak berpartisipasi.


Di samping urusan politik praktis, sisi fundamental kehidupan sosial yang terjadi ditengah masyarakat adalah urusan kehidupan sehari-hari yang terbentuk melalui proses panjang bernama kebudayaan dan tradisi. Sisi ini telah membentuk jejaring panjang hingga batas yang tidak pernah ditentukan. Pemegang jejaring dengan segala proses dan ketokohan sebagai aktor budaya khususnya di wilayah desa yang ada di Madura adalah Kiai kampung atau dikenal dengan Ki Aji.


Kiai ini ketokohannya terbentuk dikarenakan kemampuan terhadap pemahaman keagamaan khususnya Agama Islam, karena memang terbentuk ditengah komunitas masyarakat Islam. Selain sebagai tokoh agama, kiai pun berperan dalam setiap aktivitas tradisi masyarakat. 


Ditengah gemuruh percaturan politik praktis menjelang kompetisi dalam pemilihan umum, para kandidat yang mempunyai hajat untuk berkompetisi ditengah sistem politik pemerintahan demokratis mempunyai kepentingan terhadap suara masyarakat agar memberikan kepercayaan kepada dirinya sebagai pejabat dalam pemerintahan baik eksekutif maupun legislatif.


Sejauh ini di Indonesia, dinamika perpolitikan praktis diwarnai dengan berbagai masalah yang tidak kunjung selesai, money politic (Politk Uang) seakan menjadi rahasia umum yang tidak lagi malu dibicarakan diruang terbuka. Uang diorkestrasi sebagai modal paling mendasar untuk meraih kemenangan dalam pemilihan umum, sehingga kondisi demikian memungkinkan kerja sama antar pihak berkepentingan untuk saling menjaring mencapai tujuan, salah satunya kompetitor harus menjaring pemilik uang yang banyak guna mendukung dengan uangnya, Mohammad Hidayaturrahman menyebutnya sebagai Investor Politik (Mohammad Hidayaturrahman, Investor Politik dalam Pemilihan Kepala Daerah di Indonesia, Jakarta: LKSP).


Tendensi politik uang dalam setiap dimensi politik praktis semakin mendorong masyarakat pada cara pandang material dalam partisipasinya terhadap politik pemerintahan, meskipun terus dikecam oleh banyak pihak tapi paradigma kompetitor dalam memandang uang sebagai kunci terus menerus tanpa henti.


Hal ini, sebagai penanda preseden buruk percaturan politik yang secara nyata mengancam terhadap terbentuknya kondisi sosial politik yang berkeadilan secara hukum. Sehingga dengan demikian diperlukan gagasan alternatif untuk menekan dinamika politik uang tersebut. Sebagai masyarakat yang mempunyai proses kebudayaan yang menyejarah, dengan menempatkan kyai sebagai tokoh sentral, peran kyai diperlukan untuk masuk mendorong partisipasi masyarakat dalam menekan beredarnya politik uang tersebut.


*Memposisikan Kiai dalam Partisipasi Politik*


Memasukkan kiai dalam struktur politik praktis bukan berarti harus membaurkannya dalam semua dinamika politik yang berlangsung, namun lebih menekankan pada aspek sosial kulturalnya untuk mendidik dan melindungi masyarakat dari ancaman kerusakan mental dalam urusan politik kenegaraan. Hal ini menjadi penting karena kenyataan yang berlangsung sejak lama, kiai yang dalam hal ini adalah kiai kampung yang biasanya berprofesi sebagai guru ngaji, pimpinan kompolan, guru madrasah dan sebagainya masih memiliki peran strategis dalam kehidupan sosial.


Keterlibatan kiai kampung, sejauh ini, memang masih berkisar pada partisipasi pribadi dan keluarga dalam menyikapi dinamika politik praktis, belum banyak melibatkan diri dalam mendorong masyarakat secara umum (jama’ahnya), padahal dengan peran dirinya dalam masyarakat luas akan lebih banyak memberikan manfaat dalam mendukung terjadinya pemilihan umum yang sehat, dan keterlibatan tersebut harus juga didorong oleh kepentingan sosial, bukan yang diorganisir oleh kepentingan sang pemilik kepentingan dalam ajang kompetisi pemilihan tersebut, seperti yang distrukturisasi oleh partai politik. Ada beberapa opsi dalam mendorong keterlibatan kiai kampung dalam politik praktis:


a. Fatwa Haram Politik  Uang

Aktivitas sosial yang masih berlangsung hingga sekarang adalah pengajian dalam bentuk kompolan yang biasanya dipimpin oleh tokoh agama, aktivitas ini dilakukan secara rutin baik mingguan, setengah bulan atau bulanan. Pengajian tersebut biasanya diisi dengan kitab-kitab klasik seperti fiqh atau ilmu tasawwuf.


Namun, dalam pengajian tersebut masih jarang kiai yang mengisi membicarakan soal politik uang kepada para jama’ah, dengan demikian kesadaran masyarakat terhadap politik uang rawan dipengaruhi oleh pandangan diluar pendidikan kyai, sehingga yang terjadi, sebagiannya memberikan pengaruh untuk menganggap politik uang sebagai hal biasa.


Kiai sebagai tokoh sentral dalam sosial kebudayaan masyarakat perlu menekankan lebih jauh lagi kepada masyarakat setiap waktu bahwa politik uang merupakan praktik politik yang mempunyai hukum haram secara terus menerus agar membentuk kesadaran organik masyarakat itu sendiri. 


b. Mendorong Partisipasi Politik dan Menolak Politik Uang

Meskipun angka partisipasi masih tidak penuh seluruh masyarakat antusias dalam pemilihan umum, namun semakin hari menunjukkan arah yang menggembirakan, karena masyarakat semakin menyadari bahwa suara dirinya turut menjadi penentu siapa yang akan memimpin dalam pemerintahan.


Keberadaan kiai sebagaimana diuraikan diatas, dorongan terhadap masyarakat untuk terus meningkatkan partisipasinya dalam pemilu diperlukan untuk terus dijadikan dengan menyampaikan alasan-alasan rasional dan diperlukannya pertimbangan rasional dalam menentukan kepada siapa suara akan diberikan.


Selain mendorong untuk turut meningkatkan partisipasi dengan menjaga diri agar tidak tergoda oleh virus politik uang, kiai juga perlu menyampaikan untuk menolak secara kolektif masuknya praktik politik uang dalam lingkungannya, bahkan jika diperlukan masyarakat harus memboikot para kandidat yang berupaya untuk mempengaruhi dengan menggunakan uang. 


Kehidupan modern lengkap dengan hiruk-pikuk perpolitikan di dalamnya memang tidak mudah untuk membersihkan penyakit-penyakit sosial secara total, namun selama kyai memegang kunci kepercayaan masyarakat dalam menjaga moral publik, ketokohannya masih memiliki fungsi signifikan. 


Pergeseran paradigma dengan cepat yang disebabkan oleh masuknya budaya-budaya luar dalam kehidupan sosial, kiai pun diperlukan terus meningkatkan kecakapan pengetahuannya, sehingga banyak hal baru yang masuk dapat disaring dengan cermat dan tepat.


Perubahan cepat pun masuk dalam paradigma politik praktis masyarakat, meskipun banyak gonjang-ganjing publik yang menyimpulkan ketidak percayaannya kepada pejabat publik, namun sejauh ini masyarakat masih menaruh harapan besar terhadap pejabat publik untuk dapat menyelenggarakan pemerintahan secara bersih dan berkeadilan, karena hidup bernegara sudah menjadi keniscayaan.

Bagikan:

Komentar