Baihaki Sirajt, Direktur Eksekutif ARCI saat wawancara dengan media. (Dok/Istimewa). |
Lensajatim.id, Surabaya- Potensi adanya calon tunggal dalam gelaran Pilkada serentak 2024 sangat terbuka lebar. Apalagi, berdasarkan data sebelumnya, fenomena calon tunggal selalu mengalami peningkatan. Setidaknya, pada tahun 2015 ada tiga calon tunggal dalam Pilkada, kemudian pada Pilkada 2017 ada peningkatan jadi sembilan calon tunggal, lalu dalam Pilkada 2018 ada 16 calon tunggal, dan di Pilkada 2020 ada 25 calon tunggal.
Pengamat politik dari Accurate Research And Consulting Indonesia (ARCI), Baihaki Sirajt angkat bicara soal potensi calon tunggal. Menurutnya, hal itu sebenarnya sah-sah saja, karena dibenarkan menurut aturan yang ada.
" Tapi yang namanya Pilkada ini pemilihan, idealnya namanya pemilihan harus ada lebih dari satu calon dong, agar masyarakat bisa memiliki referensi, perbandingan dalam memilih mana calon pemimpin yang lebih baik," jelas Baihaki kepada media, Senin (29/07/2024).
Baihaki lalu menambahkan, kalau fenomena calon tunggal ini menunjukkan partai politik selama ini gagal dalam menyiapkan calon pemimpin yang siap memimpin dan berlaga dalam gelaran pemilu, utamanya dalam Pilkada.
" Apalagi saat ini malah yang terjadi banyak partai politik berbondong-bondong mengusung calon yang bukan kader partai. Nah selama ini apa yang dilakukan partai politik dalam menyiapkan calon pemimpin? ," tandas Baihaki dengan nada bertanya.
Selain itu, kata Baihaki, pesta demokrasi berupa Pilkada ini digelar bukan dengan gratis. Satu daerah untuk penyelenggaraan Pilkada ini rata-rata menguras anggaran dari APBD masing-masing puluhan miliar, bahkan sampai ratusan miliar.
" Kalau dengan anggaran puluhan sampai ratusan miliar hanya untuk Pilkada dengan calon tunggal ini sama saja mubazir," ungkap Baihaki.
Untuk itu, Baihaki berharap parpol serius melakukan kaderisasi pemimpin agar fenomena calon tunggal tidak selalu terjadi dalam gelaran Pilkada yang ada di Indonesia. (Had)
Komentar