lensajatim.id - BANGKALAN - Pertamina Hulu Energi West Madura Offshore (PHE WMO), raih penghargaan dari Kementrian Lingkungan Hidup berkat inovasi yang melibatkan petani.
Penghargaan ini diperoleh melalui inovasi Program Eco-edufarming yang dikembangkan di Desa Bandang aja, Kecamatan Tanjung bumi, Kabupaten Bangkalan melibatkan 28 kelompok tani.
Manager WMO Field, M Basuki Rakhmad mengatakan perusahaan juga memperkenalkan alat soil nutrien sensor kepada warga untuk mengukur kandungan nutrisi penting dalam tanah seperti nitrogen, fosfor dan juga kalium.
"Alat ini membantu petani untuk menyesuaikan pengaplikasian pupuk agar tanaman mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan," kata Basuki dalam rilisnya, Selasa (25/2/2025).
Penggunaan sensor, dapat memastikan tanaman petani tumbuh dengan optimal. Sehingga hasil panen bisa lebih baik, dengan tingkat keberhasilan 99,3 persen.
Selain itu, petani juga diperkenalkan dengan metode rain harvesting. Yakni melakukan proses pengumpulan dan penyimpanan air hujan untuk digunakan di kemudian hari, serta menerapkan Atmosfering Harvesting, yang merupakan teknologi untuk mengumpulkan air dari kelembaban udara.
"Kami melalui Eco Edufarming mendiseminasi pengetahuan tentang pembuatan pupuk kompos, pupuk organik cair (POC), mikro organisme lokal (MOL), silase, dan olahan produk pertanian lainnya," ungkap Basuki.
Tahun ini terdapat 4.495 perusahaan yang terdaftar dalam penilaian PROPER, dimana 85 perusahaan mendapat PROPER Emas, 227 perusahaan PROPER Hijau, 2.649 perusahaan PROPER Biru, 1.313 perusahaan PROPER Merah, dan 16 perusahaan dapat PROPER hitam.
PHE WMO mengimplementasikan program inovasi tersebut, untuk mengatasi lahan kritis yang memiliki kandungan bahan organik yang rendah dan struktur tanah yang kurang baik. Sehingga kurang mampu mendukung pertumbuhan tanaman.
"Secara sosial, masyarakat Desa Bandang aja belum menguasai pengetahuan dan keterampilan terkait dengan pengelolaan SDA. Sehingga banyak potensi desa yang belum optimal di manfaatkan. Hal tersebut juga membuat masyarakat Desa Bandang aja lebih memilih merantau daripada hidup di desa," jelas Basuki.
Ketua Kelompok Tani Bumi Sentosa Sejahtera, Ahmad Marnawi mengaku bahwa banyak lahan pertanian di Bandang daja yang kering dan tidak bisa dimanfaatkan.
Warga jarang mengonsumsi sayur dan buah, karena pasokan tersebut didatangkan dari Jawa membuat harga sayur dan buah mahal.
"Warga juga mencoba beternak sapi, namun saat kemarau, tak mudah bagi mereka untuk mencari pakan ternak. Kekeringan lahan membuat petani tidak sejahtera dan ini berdampak pada sektor pendidikan," paparnya.
Kini lebih dari 30 kelompok yang mereplikasi program Eco Edufarming dan lebih dari 140 petani mengakses pengetahuan tentang metode pertanian organik. Selain itu, lebih dari 60 sekolah melalukan kunjungan studi di demplot Eco Edufarming. (Red/*)
Komentar