|
Menu Close Menu

Badan Penyelenggara Haji dan Umroh Harus Memiliki Wewenang Penuh dalam Regulasi

Selasa, 18 Februari 2025 | 13.53 WIB

 

Dr KH Ahmad Fahrur Rozi, SAg, MPdI, Ketua PBNU. (Dok/Istimewa). 
Lensajatim.id, Surabaya-Dr KH Ahmad Fahrur Rozi, SAg, MPdI, Ketua PBNU mengapresiasi kebijakan pemerintahan Presiden Prabowo dan Wapres Gibran Rakabuming Raka yang membentuk Badan Penyelenggara Haji (BP Haji). Ini langkah tepat, tetapi, akan lebih efektif jika disertai kewenangan penuh sehingga penyelenggara haji bisa efektif, efisien dan profesional.


“Sekarang ini, ada pemisahan peran regulator dan operator dalam penyelenggaraan haji. Menurut hemat saya, ini hanya akan menciptakan dualisme kewenangan dan fragmentasi birokrasi, di mana satu lembaga menetapkan kebijakan, sementara lembaga lain bertanggung jawab atas implementasinya tanpa fleksibilitas yang memadai,” tegas Gus Fahrur, panggilan akrabnya dalam rilisnya kepada wartawan, Selasa (18/2/25).


Menurut Wasekjen Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini, dalam sistem trias politica, legislatif berfungsi sebagai regulator, eksekutif sebagai operator, dan yudikatif sebagai pengadil. Oleh karena itu, tidak boleh ada lembaga negara yang mengatur atau mengawasi lembaga negara lain secara hierarkis di luar mekanisme checks and balances yang ditetapkan oleh konstitusi. 


“Kalau itu terjadi, berisikonya pengambilan keputusan jadi lambat, juga menghambat efisiensi layanan, ujungnya menurunkan tingkat kepuasan jamaah. Solusi terbaik adalah membentuk Kementerian atau Badan Haji dan Umroh sebagai satu-satunya entitas yang memiliki kendali penuh atas seluruh aspek penyelenggaraan haji, termasuk regulasi, operasional, keuangan, hingga layanan kesehatan. Dengan demikian, pengelolaan haji menjadi lebih terintegrasi, akuntabel, dan professional,” tambah pengasuh Pondok Pesantren An-Nur 1 Bululawang, Malang, Jawa Timur ini.


Lelaki yang dikenal humble (rendah hati) bagi wartawan ini, kemudian menyodorkan cara: Dengan mengubah Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umroh.  “UU ini perlu direvisi agar lebih adaptif terhadap perubahan kebijakan Arab Saudi serta perkembangan kebutuhan jamaah Indonesia. Sistem penyelenggaraan haji saat ini masih terfragmentasi, di mana pengelolaan dana haji oleh BPKH dan layanan kesehatan oleh Kementerian Kesehatan tidak terkoordinasi secara optimal dengan penyelenggara haji utama, yaitu Kementerian Agama,” urainya.


Dengan begitu, lanjutnya, mengintegrasikan seluruh fungsi ke dalam satu lembaga khusus. Sehingga perencanaan, pendanaan, dan implementasi layanan haji dapat berjalan lebih efisien dan berorientasi pada kepentingan jamaah. “Dengan revisi regulasi yang tepat dan penyatuan pengelolaan haji dalam satu badan khusus, Indonesia dapat meningkatkan kualitas pelayanan haji secara signifikan, sekaligus memastikan bahwa kebijakan yang diterapkan benar-benar sesuai dengan kebutuhan di lapangan,” tegasnya.


Dalam pengamatan Gus Fahrur, sejak diberlakukan, UU ini belum cukup fleksibel menyesuaikan diri dengan dinamika global, khususnya kebijakan Pemerintah Arab Saudi yang terus berkembang. Misalnya, kini Arab Saudi mewajibkan penggunaan platform digital resmi seperti Nusuk dan e-Hajj, yang mengubah pola pengelolaan haji secara signifikan. Namun, UU yang ada belum mengakomodasi perubahan ini secara komprehensif, sehingga kerap terjadi kendala dalam implementasi di lapangan, baik dari sisi administrasi, logistik, maupun pelayanan jamaah.


Jadi? Agar penyelenggaraan haji lebih terpadu, profesional, dan efisien, maka solusi terbaik adalah mengintegrasikan seluruh aspek haji ke dalam satu badan khusus yang memiliki kewenangan penuh dalam regulasi dan pelaksanaan. Saat ini, penyelenggaraan haji masih terfragmentasi antara berbagai lembaga, seperti Kementerian Agama, BPKH, dan Kementerian Kesehatan (PLKH), yang menyebabkan birokrasi menjadi lebih rumit, pengambilan keputusan lebih lambat, dan pelayanan kepada jamaah kurang optimal. 


“Dengan menyatukan semua aspek ini dalam satu Kementerian atau Badan Haji dan Umroh, seluruh proses penyelenggaraan haji dapat dijalankan lebih terkoordinasi, sehingga kebijakan yang dibuat dapat langsung diimplementasikan tanpa adanya hambatan administratif yang tidak perlu,” pungkasnya. (Had). 

Bagikan:

Komentar