![]() |
Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, saat sebutan dalam acara Festival Ketupat 2025 di Pantai Slopeng, Sumenep.(Dok/Istimewa). |
Bertempat di objek wisata Pantai Slopeng, Kecamatan Dasuk, perhelatan budaya ini menjadi simbol nyata komitmen Pemkab dalam menjaga warisan leluhur, sekaligus mendorong pariwisata dan ekonomi lokal.
Bupati Sumenep, Achmad Fauzi Wongsojudo, yang secara langsung membuka acara, menegaskan bahwa Festival Ketupat bukan sekadar tradisi makan ketupat, melainkan momentum memperkuat nilai-nilai kebersamaan dalam masyarakat.
“Tellasan Topak bukan hanya soal kuliner. Ini tentang kebersamaan, duduk bareng keluarga dan tetangga, saling mempererat silaturahmi,” ujar Bupati Fauzi di hadapan lebih dari 1.500 undangan yang terdiri dari jajaran Forkopimda, DPRD, OPD, camat, kepala desa, hingga komunitas lokal.
Lebih dari sekadar merawat budaya, festival ini menjadi strategi Pemkab Sumenep dalam memperkenalkan kekayaan destinasi wisata daerah. Berbagai titik wisata unggulan dihidupkan lewat pelaksanaan Tellasan Topak, menjadikannya ajang pelestarian yang menyatu dengan promosi daerah.
“Dengan menyebar perayaan ini ke berbagai lokasi wisata, kami ingin tradisi ini terus hidup dan dikenal lintas generasi,” tambahnya.
Salah satu puncak acara yang paling dinanti adalah prosesi Topak Lober, di mana gunungan ketupat diarak keliling sambil diiringi doa-doa dari para tokoh agama. Dalam suasana penuh kehangatan, Bupati bersama sang istri, Nia Kurnia Fauzi, turut menarik simbol janur kuning, disambut antusiasme warga yang berebut ketupat dalam suasana penuh tawa dan keakraban.
Tak hanya soal budaya dan wisata, Festival Ketupat 2025 juga membawa pesan sosial yang kuat. Pemkab turut memberikan santunan kepada anak yatim, serta menyediakan ruang bagi pelaku UMKM untuk memamerkan dan menjual produk-produk lokal.
“Yang penting bukan hanya sekadar merayakan, tapi menjadikan festival ini sebagai sarana edukasi budaya dan pemberdayaan ekonomi masyarakat,” tegas Bupati Fauzi.
Festival Ketupat 2025 di Sumenep tak hanya menjadi ajang nostalgia tradisi, namun juga menjadi bentuk nyata bagaimana budaya bisa dihidupkan dalam geliat ekonomi dan pariwisata yang berkelanjutan. (Zi).
Komentar