|
Menu Close Menu

Polemik Izin Sekolah Kristen Logos, DPRD Surabaya Dorong Lakukan Dialog Terbuka

Kamis, 08 Mei 2025 | 14.45 WIB

Rapat Dengar Pendapat Komisi B DPRD Kota Surabaya terkait polemik izin Sekolah Kristen Logos.(Dok/Pokja Judes). 
Lensajatim.id, Surabaya – Rencana pembangunan Sekolah Kristen Logos di kawasan Taman Puspa Raya, Sambikerep, Surabaya, terhambat. Proyek pendidikan yang digagas Yayasan Pendidikan Logos ini terkendala izin Analisis Dampak Lingkungan (Amdal), menyusul penolakan dari sebagian warga dan sikap tegas Pemerintah Kota Surabaya.


Isu ini mencuat dalam rapat dengar pendapat Komisi B DPRD Kota Surabaya pada Selasa (6/5/2025). Pertemuan yang dipimpin Ketua Komisi B, M. Faridz Afif, menghadirkan berbagai pihak terkait, mulai dari perwakilan DLH, DPM PTSP, warga RW\.08 dan RW\.05 Sambikerep, hingga pihak yayasan.


Yosep, juru bicara Yayasan Logos, mengklaim bahwa semua persyaratan dan proses perizinan telah dilalui, termasuk sidang Amdal yang digelar akhir Desember 2024. Namun, secara mengejutkan, DLH membatalkan proses izin tersebut. "Kami sudah penuhi prosedur, tapi izinnya dicabut begitu saja," ujarnya.


DLH menegaskan bahwa penghentian proses Amdal dipicu oleh penolakan warga RW\.08, yang dianggap sebagai pihak terdampak langsung. Penolakan ini terutama berkaitan dengan kekhawatiran meningkatnya volume lalu lintas akibat sekolah yang direncanakan berdiri setinggi tujuh lantai.


Perwakilan RW\.08, Untung, menyuarakan keresahan warga. Menurutnya, keberadaan sekolah besar di kawasan permukiman akan berdampak pada kemacetan dan menurunkan nilai properti. Ia juga menyebut bahwa penolakan sudah berlangsung sejak lama, bukan hanya di periode kepengurusan RW saat ini.


Kritik juga datang dari sejumlah anggota dewan. Mochammad Machmud menilai DPM PTSP kurang maksimal dalam menyelesaikan konflik sosial yang muncul. “Pemerintah harus bisa menjadi jembatan komunikasi, bukan sekadar mengurus izin administratif,” ujarnya.


Sementara itu, H. Budi Leksono dari Fraksi PDIP menyoroti pendekatan yayasan yang dinilai minim sentuhan kemanusiaan. Ia memperingatkan bahwa proyek besar tanpa dukungan sosial bisa gagal, terlepas dari kelengkapan izin. “Ini bukan soal aturan semata, tapi soal hati masyarakat,” tegasnya.


Tak hanya itu, Budi juga mengingatkan agar kehadiran sekolah besar tidak merugikan lembaga pendidikan lokal. Ia khawatir, dominasi institusi elite bisa mengancam eksistensi sekolah kecil yang sudah lebih dulu berdiri di kawasan tersebut.


Dari sisi teknis, anggota Komisi B Baktiono menekankan perlunya solusi berbasis kajian ilmiah. Ia menyarankan agar Dinas Perhubungan melibatkan pakar transportasi untuk mengatasi potensi masalah lalu lintas.


Menutup rapat, Komisi B mengusulkan tiga langkah strategis. Pertama, mendorong dialog aktif antara warga, yayasan, dan instansi terkait. Kedua, mengundang Dinas Perhubungan, pengembang Citraland, dan tokoh masyarakat untuk mencari solusi bersama. Ketiga, melibatkan akademisi dari ITS dan Universitas Narotama guna menelaah dampak lalu lintas secara objektif.


Persoalan ini menjadi pengingat pentingnya keseimbangan antara pembangunan dan penerimaan sosial. Sebuah proyek besar tidak akan berjalan mulus bila mengabaikan suara warga. Dengan dialog terbuka dan pendekatan yang saling menghargai, peluang kesepakatan masih sangat mungkin tercapai. (Lau) 

Bagikan:

Komentar