|
Menu Close Menu

Aksi Amuk Massa: Melawan Prilaku Takabur dan Hedon Pejabat Negara serta Menolak Kebijakan yang Mencekik Rakyat

Minggu, 31 Agustus 2025 | 11.49 WIB

Effendy Choirie. (Dok/Istimewa). 


Oleh: Effendy Choirie


Lensajatim.id, Opini-Fenomena amuk massa yang kerap terjadi di berbagai daerah tidak bisa lagi dipandang sebagai sekadar luapan emosi spontan masyarakat. Peristiwa ini merupakan akumulasi dari rasa frustrasi, kekecewaan, dan ketidakberdayaan rakyat dalam menghadapi perilaku takabur, hedonistik, dan koruptif dari sebagian pejabat negara.


Ketika elite politik mempertontonkan kemewahan, sementara rakyat berjuang keras menanggung beban hidup sehari-hari, jurang kesenjangan sosial semakin menganga. Pejabat negara yang hidup berlebihan sejatinya sedang melukai rasa keadilan sosial. Lebih jauh lagi, kebijakan negara yang seharusnya meringankan justru menambah derita—mulai dari kenaikan pajak, tarif listrik, BBM, hingga maraknya pungutan liar—semuanya berubah menjadi instrumen penindasan bagi rakyat kecil.


Sejarah bangsa mengajarkan bahwa amuk massa sering menjadi pemicu titik balik perubahan. Reformasi 1998 adalah contoh nyata: lahir dari akumulasi amarah rakyat terhadap korupsi, kolusi, nepotisme, serta gaya hidup penguasa yang angkuh. Kini, tanda-tanda serupa kembali muncul. Rakyat menolak diperlakukan sebagai objek eksploitasi. Mereka menuntut keadilan sosial, transparansi, dan kesederhanaan dari para pemegang kekuasaan.


Pejabat negara mestinya menjadi teladan dalam kesahajaan hidup. Sumber daya bangsa yang melimpah seharusnya digunakan untuk menyejahterakan seluruh rakyat, bukan hanya segelintir elit. Kebijakan publik harus dirancang untuk kepentingan bersama, bukan semata-mata melayani korporasi atau oligarki. Amuk massa adalah ekspresi terakhir rakyat ketika saluran aspirasi demokratis tertutup atau tidak berfungsi.


DNIKS menegaskan, membangun kesejahteraan sosial harus berlandaskan keadilan, partisipasi rakyat, dan distribusi sumber daya yang merata. Negara wajib kembali pada amanat konstitusi: melindungi segenap bangsa, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan, serta ikut menciptakan ketertiban dunia.


Apabila pejabat negara terus larut dalam kesombongan dan mempertahankan kebijakan yang menindas, gelombang amarah rakyat hanyalah persoalan waktu. Solusi yang dibutuhkan bukanlah tindakan represif terhadap rakyat, tetapi introspeksi mendalam dari para pemimpin. Sudah saatnya mereka meninggalkan gaya hidup hedon, mencabut kebijakan yang memberatkan, dan membangun kepercayaan publik melalui kepemimpinan yang jujur, sederhana, serta berpihak pada rakyat.


Amuk massa adalah peringatan keras: rakyat tidak bisa terus-menerus diminta berkorban sementara elit berfoya-foya. Rakyat membutuhkan keadilan, kesejahteraan, dan kepastian hidup yang layak. Jika negara benar-benar hadir untuk rakyat, kesejahteraan untuk semua dapat terwujud tanpa harus ada lagi gejolak amarah massa.


(Gambar 1: Kesenjangan Pendapatan antara Pejabat Negara dan Rakyat)


(Gambar 2: Tren Tingkat Kemiskinan Indonesia 2019–2023)



(Gambar 3: Peta Titik Aksi Massa di Indonesia)



Penulis adalah Ketua Umum DNIKS

NB : Isi Tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis


Bagikan:

Komentar