|
Menu Close Menu

Cak Firman Ikut Angkat Bicara Soal Tayangan Trans7 yang Lecehkan Tradisi Pesantren

Selasa, 14 Oktober 2025 | 20.30 WIB

Cak Firman, Panglima NABRAK.(Dok/Istimewa).
Lensajatim.id, Surabaya – Polemik "amplop kiai" akibat tayangan Expose Uncensored di Trans7 pada Senin, 13 Oktober 2025, terus menuai gelombang protes. Bahkan, kini muncul seruan aksi boikot dan unjuk rasa dari warga Nahdlatul Ulama (NU) di berbagai daerah.


Panglima Nahdliyin Bergerak (NABRAK), Firman Syah Ali atau yang akrab disapa Cak Firman, turut menyampaikan sikap kerasnya terhadap tayangan tersebut. Ia menilai Trans7 telah menampilkan framing yang merugikan dan menistakan tradisi pesantren.


“Sebagai Panglima NABRAK, saya sangat menyesalkan tayangan Trans7 itu. Sama sekali tidak edukatif, malah mengandung framing dan fitnah keji terhadap tradisi mulia pesantren,” tegas pendiri Konfederasi Olahraga NU (KONU) tersebut.


Menurutnya, tradisi “ngamplop kiai” sering disalahpahami oleh pihak-pihak yang tidak memahami esensi sebenarnya.


“Tradisi mulia ini pernah diserang oleh orang-orang yang salah paham dan paham salah. Tahun 2019 saat Pak Luhut Binsar Panjaitan ngamplop kiai, sempat digoreng oleh kelompok tertentu. Lalu tahun 2022, Ketum PPP Suharso Monoarfa juga menyerang tradisi ini di depan KPK. Kini serangan terbaru datang dari Trans7,” jelas senior IPNU itu.


Cak Firman menegaskan, kesalahpahaman semacam ini tidak boleh dibiarkan berlarut.


“Publik harus dicerahkan agar tidak terpengaruh oleh serangan sporadis. Tradisi ngamplop kiai itu wujud cinta dan solidaritas umat kepada ulama,” ujarnya.


Ia menambahkan, para kiai sebagai pembawa cahaya agama sering kali tidak memiliki waktu untuk mengurus nafkah atau bisnis pribadi. Karena itu, masyarakat ikut bersolidaritas mendukung perjuangan dakwah mereka.


“Toh amplop itu digunakan untuk kegiatan dakwah. Kalaupun dipakai untuk kebutuhan kiai dan keluarganya, itu juga bagian dari dakwah. Kiai adalah pesantren, pesantren adalah kiai. Menyumbang kiai sama artinya menyumbang pesantren,” tegasnya lagi.


Lebih lanjut, Cak Firman menyoroti pentingnya memahami konsep wasilah barokah yang menjadi bagian dari keyakinan warga NU.


“Banyak orang ingin mendapatkan barokah Allah melalui para kekasih-Nya, yaitu para kiai. Karena itu, mereka ingin dekat, bermajelis, dan bersedekah kepada para ulama. Mungkin orang non-NU tidak paham, tapi jangan sampai menghina atau menista,” ujarnya.


Cak Firman pun menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa NU adalah salah satu pilar terbesar bangsa Indonesia.


“NU telah menjadi benteng moral dan kebangsaan. Maka, menghina tradisi NU sama saja merobek kain kebangsaan itu sendiri,” pungkasnya. (Had) 


Bagikan:

Komentar