![]() |
| PWNU Babel saat Ziarah Religius di Taman Makam Pahlawan Pawitralaya, Pangkalanbaru, Bangka Tengah.(Dok/Istimewa). |
“Hari Santri harus menjadi pengingat bagi kita semua untuk terus meningkatkan ilmu pengetahuan, akhlak, mentalitas, serta semangat hidup sebagai hamba Allah SWT yang taat pada ajaran Rasulullah SAW,” ujar Ketua Tanfidziyah Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Kepulauan Bangka Belitung, KH. Masmuni Nahatma, dalam kegiatan Halaqah, Edukasi, dan Ziarah Religius di Taman Makam Pahlawan Pawitralaya, Pangkalanbaru, Bangka Tengah, Senin (20/10/2025).
Menjelang peringatan Hari Santri Nasional yang jatuh pada 22 Oktober 2025, KH. Masmuni menegaskan komitmen Nahdlatul Ulama (NU) untuk terus berperan aktif dalam membangun bangsa, khususnya di bidang sosial dan pendidikan.
Menurutnya, mencetak sumber daya manusia (SDM) yang unggul dan berakhlak mulia melalui pondok pesantren merupakan amanah yang tak pernah selesai bagi NU.
“Kita akan terus berjalan, tidak ada yang berhenti. Pondok-pondok pesantren NU akan tetap eksis di tengah kondisi apa pun, meski dengan segala keterbatasan,” tegasnya.
Pria yang juga menjabat sebagai Kepala Biro Administrasi Akademik, Kemahasiswaan, dan Kerja Sama Universitas Islam Negeri Imam Bonjol Padang itu menambahkan, PWNU Babel berkomitmen memberikan kontribusi terbaik dalam peningkatan kualitas umat serta penguatan SDM di daerah.
Masmuni menilai, Hari Santri Nasional harus dimaknai sebagai ajang refleksi untuk memperkuat peran santri dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
“Santri tidak boleh hanya kuat dalam ilmu agama, tetapi juga harus siap menghadapi tantangan zaman dengan pengetahuan luas dan karakter yang baik,” katanya.
Peringatan Hari Santri 2025 di Bangka Belitung akan diisi dengan berbagai kegiatan, mulai dari pengajian, ziarah, hingga diskusi kebangsaan yang melibatkan kader muda NU dari seluruh kabupaten dan kota di wilayah Babel.
Terkait rencana pemerintah menyalurkan dana APBN untuk pembangunan fisik pesantren, KH. Masmuni menyambut baik kebijakan tersebut. Menurutnya, langkah itu perlu disertai perencanaan dan pengawasan yang matang agar benar-benar tepat sasaran dan membawa manfaat nyata bagi dunia pendidikan Islam.
“Peristiwa robohnya mushola tiga lantai di salah satu pesantren di Sidoarjo beberapa waktu lalu menjadi pelajaran penting. Pemerintah memang perlu memikirkan penataan fisik pesantren secara lebih serius,” ungkapnya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa dukungan pemerintah sebaiknya terbatas pada aspek fisik. Adapun urusan non-fisik, seperti penguatan nilai, karakter, dan budaya pesantren, tetap menjadi tanggung jawab para kiai dan ulama.
“Kalau urusan non-fisik, itu sepenuhnya di tangan kiai. Pesantren harus tetap menjaga karakteristik dan nilai budayanya sebagai pilar kebudayaan nasional,” tegasnya.
Di akhir pernyataannya, KH. Masmuni menegaskan bahwa pesantren bukan sekadar lembaga pendidikan agama, tetapi juga benteng moral dan budaya bangsa.
“Pondok pesantren adalah bagian dari budaya tertua di Indonesia. Ia telah melahirkan generasi yang cinta tanah air dan berakhlak mulia. Itu yang harus kita jaga dan teruskan,” pungkas alumni Pondok Pesantren Annuqayah Guluk-Guluk, Sumenep, Madura ini. (Had)


Komentar