![]() |
| Ketua KOPRI PC PMII Sidoarjo, Safitri Eria Farhani.(Dok/Istimewa). |
Menurut Safitri, semangat “bersatu” dalam Sumpah Pemuda harus diiringi dengan keberanian menyoal realitas sosial yang timpang. Ia menilai, masih banyak ruang publik yang belum aman bagi perempuan dan sistem pendidikan yang cenderung elitis.
“Kita sering mengulang kata persatuan, tapi lupa menyoal: persatuan dalam sistem seperti apa? Apakah pemuda benar-benar punya ruang yang setara untuk bersuara, berkarya, dan berperan?” ujarnya.
Safitri menambahkan, banyak program kepemudaan di daerah masih berorientasi pada prestasi simbolik dan kegiatan formalitas. Padahal, menurutnya, tantangan terbesar pemuda saat ini adalah bagaimana bisa diberdayakan, bukan sekadar dilibatkan.
“Kami ingin Sumpah Pemuda menjadi ruang perlawanan terhadap praktik diskriminasi dan pengabaian suara perempuan muda. Perjuangan bangsa ini tidak hanya milik laki-laki, tapi juga perempuan yang memikul beban ganda dalam sosial dan politik,” tegasnya.
Dengan mengusung tema nasional “Pemuda Pemudi Bergerak, Indonesia Bersatu”, KOPRI PMII Sidoarjo menilai bahwa semangat tersebut harus diterjemahkan dalam bentuk aksi nyata dan pemikiran progresif. Pemuda, kata Safitri, harus memiliki kepekaan sosial dan kemampuan membaca zaman secara kritis.
“Pemuda hari ini jangan hanya bangga jadi digital native, tapi juga harus jadi critical native, yang mampu menyoal ketimpangan, kemiskinan, dan komodifikasi semangat muda,” katanya.
Bagi KOPRI PMII Sidoarjo, kehadiran mereka dalam peringatan Sumpah Pemuda bukan hanya untuk memenuhi undangan pemerintah daerah, tetapi juga sebagai upaya memastikan suara perempuan muda Islam progresif hadir dalam ruang-ruang strategis kebangsaan.
Safitri menutup pesannya dengan ajakan agar setiap momentum kebangsaan dijadikan panggilan moral.
“Sumpah Pemuda seharusnya menjadi pengingat untuk menegakkan keadilan sosial, memperluas ruang partisipasi perempuan, dan menyalakan kembali idealisme pemuda yang berpihak pada rakyat,” pungkasnya. (Had)


Komentar