![]() |
| Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Ning Lia Istifhama.(Dok/Istimewa). |
Konsep Green Democracy yang ia dorong dinilai sebagai pendekatan baru dalam menghubungkan demokrasi, tata kelola iklim, dan pembangunan berkelanjutan. Forum internasional itu menyambut baik gagasan Sultan, karena dianggap menghadirkan perspektif strategis yang memadukan kepentingan politik dengan keadilan ekologis.
Dalam pemaparannya, Sultan menegaskan komitmen Indonesia terhadap Kesepakatan Paris, yang kini diperkuat melalui berbagai kebijakan transformatif, termasuk Peraturan Presiden Nomor 110 Tahun 2025 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK). Ia menjelaskan bahwa DPD RI sebagai representasi daerah telah menginisiasi sejumlah regulasi penting, seperti RUU Masyarakat Adat, RUU Daerah Kepulauan, dan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim, guna menopang agenda transformasi hijau nasional.
“Paradigma Green Democracy berupaya men-leverage transformasi demokrasi yang menghubungkan kebutuhan daerah, kepentingan politik, dan keadilan ekologis,” ujar Sultan dalam forum tersebut.
Sultan juga menilai bahwa visi pro-ekologi Presiden Prabowo Subianto melalui Asta Cita memperkuat ketahanan ekologis sekaligus membuka ruang bagi inovasi kebijakan hijau nasional.
Anggota DPD RI asal Jawa Timur, Lia Istifhama, turut menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh terhadap konsep Green Democracy yang diinisiasi Ketua DPD RI. Menurutnya, gagasan tersebut memiliki keselarasan substansial dengan konsep yang ia perjuangkan, yakni Katalisator Pemulihan Hijau.
Ning Lia menegaskan bahwa perubahan iklim kini bukan lagi ancaman masa depan, tetapi sudah nyata di depan mata. Ia mengutip laporan IPCC yang menyebut bahwa suhu permukaan bumi meningkat 0,76°C dalam 150 tahun terakhir, memicu perubahan pola cuaca ekstrem, kenaikan air laut, hingga ancaman banjir dan kekeringan.
“Jika tidak dikendalikan, dampaknya akan menekan ketahanan pangan global. Pada 2030, kebutuhan pangan meningkat 50 persen, energi 45 persen, dan air bersih 30 persen. Kita berpotensi menghadapi krisis gizi, krisis air, dan krisis sanitasi,” ujar Ning Lia, yang juga dinobatkan sebagai Wakil Rakyat Terpopuler dan Paling Disukai versi ARCI, Jumat (21/11/2025).
Politisi yang meraih DetikJatim Award 2025 itu menilai Green Democracy selaras dengan urgensi memperkuat ekonomi hijau untuk menjaga economic resilience. Karena itu, pendekatan business as usual menurutnya harus ditinggalkan.
“Konsep business as usual harus berubah menjadi business as ecological. Kita harus melawan deforestasi, mengendalikan emisi, sekaligus memperkuat katalisator pemulihan hijau di daerah,” tegas Ning Lia.
Keponakan Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa itu menegaskan bahwa demokrasi hijau tidak akan berjalan tanpa instrumen katalitik. Menurutnya, Green Democracy memberi kerangka regulasi, sedangkan Katalisator Pemulihan Hijau memberi akselerasi tindakan di lapangan, terutama di daerah-daerah yang rentan.
“Katalisator Pemulihan Hijau harus dipadukan agar transisi hijau Indonesia tidak berhenti pada konsep, tetapi menjadi gerakan nyata yang memperkuat ketahanan ekologis, pangan, dan ekonomi masyarakat,” ujar Ning Lia, putri KH Maskur Hasyim itu.
Baik Sultan maupun Ning Lia sepakat bahwa DPD RI memiliki posisi strategis sebagai jembatan antara kebutuhan daerah dan arah pembangunan nasional, terutama dalam agenda iklim. Dari regulasi karbon, pengakuan masyarakat adat, hingga tata kelola iklim, DPD RI dinilai mampu memperkuat peran daerah dalam kontribusi global.
Keduanya menegaskan bahwa Green Democracy dan Katalisator Pemulihan Hijau merupakan komitmen bersama untuk membawa Indonesia menuju masa depan yang berketahanan iklim, berkeadilan ekologis, dan berkelanjutan. (Had)


Komentar