|
Menu Close Menu

Gugatan Menteri Amran terhadap Tempo Disorot dalam Diskusi Publik AJI Jakarta

Jumat, 07 November 2025 | 21.47 WIB

Diskusi Publik AJI Jakarta.(Dok/Istimewa).
Lensajatim.id, Jakarta— Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta menggelar diskusi publik bertajuk “Amran Sulaiman Gugat Media, Apa Dampaknya bagi Ekosistem Pers?” di Sekretariat AJI Jakarta, Kamis (6/11/2025). Kegiatan ini membahas implikasi hukum dan kebebasan pers terkait gugatan perdata senilai Rp200 miliar yang diajukan Menteri Pertanian dan Ketahanan Pangan, Amran Sulaiman, terhadap Tempo.


Diskusi menghadirkan empat narasumber, yakni Dosen Sekolah Tinggi Hukum Indonesia Jentera Asfinawati, Produser Film Dokumenter “Dirty Vote” Dandhy Dwi Laksono, Dosen FISIP Universitas Indonesia Emir Chairullah, serta Direktur LBH Pers Mustafa Layong.


Dalam paparannya, Asfinawati menilai bahwa langkah hukum Menteri Amran terhadap Tempo dapat menimbulkan kekhawatiran di kalangan pers. Menurutnya, gugatan tersebut berpotensi menjadi bentuk judicial harassment atau pelecehan hukum terhadap kebebasan berekspresi yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.


“Gugatan ini bukan hanya berdampak bagi Tempo, tetapi juga bagi demokrasi yang membutuhkan ruang terbuka untuk mengungkap kebenaran dan menyampaikan kritik,” ujar mantan Direktur Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia itu.


Ia menambahkan, fenomena serupa pernah terjadi dalam sejumlah kasus yang melibatkan aktivis, akademisi, maupun jurnalis. Menurutnya, kondisi tersebut dapat menimbulkan chilling effect, yakni rasa takut masyarakat untuk menyampaikan pendapat atau melakukan kritik terhadap pemerintah.


Sementara itu, Dandhy Dwi Laksono menilai bahwa gugatan terhadap media menjadi salah satu tanda menguatnya konsolidasi kekuasaan yang bisa mengarah pada pembatasan kebebasan berekspresi.


“Kebebasan pers merupakan fondasi demokrasi. Jika media dibungkam melalui jalur hukum, ini akan mempersempit ruang publik untuk berbicara,” katanya.


Adapun Direktur LBH Pers Mustafa Layong menjelaskan bahwa gugatan Amran terhadap Tempo seharusnya tidak perlu berlanjut ke ranah pengadilan karena persoalan tersebut telah diselesaikan oleh Dewan Pers. Menurutnya, Dewan Pers telah mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) yang meminta Tempo memperbaiki judul berita, dan seluruh rekomendasi tersebut sudah dijalankan oleh pihak redaksi.


“Penyelesaian sengketa pers memiliki mekanisme yang jelas melalui Dewan Pers. Karena itu, seharusnya tidak ada lagi langkah hukum di luar mekanisme tersebut,” ujar Mustafa.


Gugatan yang dimaksud berawal dari pemberitaan Tempo pada 16 Mei 2025 berjudul “Poles-Poles Beras Busuk”, yang kemudian diadukan oleh pejabat Kementerian Pertanian ke Dewan Pers. Setelah proses mediasi, Tempo telah mengubah judul menjadi “Main Serap Gabah Rusak” sesuai rekomendasi Dewan Pers.


Meski demikian, Menteri Amran tetap mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan dengan nomor perkara 684/Pdt.G/2025/PN JKT SEL, menilai pemberitaan tersebut menimbulkan kerugian materiil dan immateriil.


Sementara itu, Ketua Dewan Pers Komaruddin Hidayat menyatakan bahwa lembaganya berpihak pada prinsip perlindungan kebebasan pers.


“Pers harus dibela, selama bekerja sesuai kode etik jurnalistik,” ujarnya.


AJI Jakarta mencatat sepanjang satu tahun terakhir, terdapat 71 kasus kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia, termasuk di antaranya serangan siber, intimidasi, serta gugatan hukum. Dari jumlah itu, 38 kasus terjadi di wilayah Jakarta.


Diskusi publik ini menjadi salah satu upaya AJI Jakarta untuk mengedukasi masyarakat mengenai pentingnya menjaga kebebasan pers sebagai pilar demokrasi, sekaligus mendorong penyelesaian sengketa pemberitaan melalui mekanisme Dewan Pers. (Zai) 

Bagikan:

Komentar