![]() |
| Willy Aditya, Ketua Komisi XIII DPR RI saat menjadi juri LOBO 2025.(Dok/Istimewa). |
“Legislasi itu harus dua arah. LOBO adalah cara DPR membuka ruang agar publik bisa menyampaikan ide-idenya secara langsung. Ini bukan hanya lomba, tapi bagian dari proses demokrasi yang hidup,” ujar Willy saat hadir sebagai juri LOBO 2025, Kamis (6/11/2025).
Ajang LOBO tahun ini mengangkat tema “Masukan terhadap Revisi UU No. 28/2014 tentang Hak Cipta” dan diikuti oleh 81 peserta dari berbagai daerah di Indonesia. Melalui orasi, para peserta menyampaikan pandangan dan gagasan terkait tantangan perlindungan hak cipta di era digital.
Kegiatan ini menjadi bukti bahwa partisipasi publik dalam proses legislasi dapat dilakukan secara inklusif, kreatif, dan inspiratif. Masyarakat tidak hanya ingin didengar, tetapi juga ingin terlibat aktif dalam membentuk arah kebijakan negara.
Dari puluhan peserta, terpilih sembilan finalis terbaik yang menampilkan orasi dengan perspektif beragam. Arbi Tri Ramadhan, alumnus santri asal Bengkulu, berhasil meraih Juara 1, disusul Andini Zainita Farisah dari Sidoarjo sebagai Juara 2, dan Ceysha Dwi Junianti dari Pekanbaru sebagai Juara 3. Sementara itu, Jasmine Olivia, I Kadek Marssel Bagia Sedana, dan Rahmat Ilahi dinobatkan sebagai Juara Favorit.
Willy menilai banyak ide yang muncul dari peserta memiliki relevansi kuat dengan kondisi zaman saat ini. Beberapa di antaranya menyoroti pentingnya pembaruan UU Hak Cipta yang lahir di era analog, sementara masyarakat kini hidup dalam ekosistem digital yang terus berkembang.
“Masukan peserta luar biasa. Ada yang mengusulkan pembentukan lembaga perlindungan kreator di luar manajemen kolektif. Ini sangat relevan dan akan kami bawa dalam kajian DPR,” jelasnya.
Lebih lanjut, Willy mengusulkan agar kegiatan seperti LOBO diperluas ke berbagai daerah sebagai bentuk strategi jemput bola partisipasi publik. Ia menilai, DPR tidak seharusnya hanya menunggu aspirasi datang ke parlemen, tetapi juga aktif menjangkau masyarakat di berbagai lini.
“Kalau hari ini peserta datang ke DPR, ke depan DPR yang akan datang ke mereka. LOBO bisa digelar di sekolah, kampus, atau pesantren, agar semakin banyak warga yang bisa berpartisipasi,” tambah Legislator Partai NasDem tersebut.
Menurut Willy, partisipasi masyarakat dalam proses legislasi juga perlu diimbangi dengan pendekatan berbasis riset agar setiap kebijakan yang dihasilkan memiliki dasar ilmiah dan aspiratif.
“Kami ingin setiap keputusan DPR berbasis riset dan aspirasi publik. LOBO membuka jalan ke arah itu, karena ide-ide yang muncul adalah refleksi langsung dari kebutuhan masyarakat,” pungkasnya.
Kegiatan LOBO DPR RI 2025 menjadi simbol keterbukaan parlemen terhadap gagasan masyarakat, sekaligus menegaskan komitmen DPR dalam memperkuat demokrasi partisipatif di Indonesia. (Red)


Komentar