|
Menu Close Menu

Wacana Pemekaran Jawa Tengah Menguat, PPUU DPD RI Bahas Pembentukan Provinsi Banyumasan

Jumat, 21 November 2025 | 17.32 WIB

Kunjungan kerja PPUU DPD RI ke DPRD Banyumas.(Dok/Istimewa).
Lensajatim.id, Banyumas— Wacana pemekaran wilayah di Jawa Tengah kembali menjadi sorotan publik setelah Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI memasukkan isu tersebut ke dalam pembahasan Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025. Salah satu agenda penting yang mencuat dalam kunjungan kerja PPUU ke DPRD Banyumas ialah aspirasi pembentukan Provinsi Banyumasan sebagai upaya memperkuat pemerataan pembangunan di wilayah barat dan selatan Jawa Tengah.


Pertemuan tersebut dihadiri Ketua PPUU Abdul Kholik, Wakil Ketua PPUU Graal Taliawo dan Sewitri, serta anggota PPUU Dr. Lia Istifhama. Dari pihak DPRD Banyumas hadir pimpinan DPRD Imam Ahfas dan Joko Pramono, Ketua Bapemperda H. Anang Agus Kostrad Diharto, serta unsur sekretariat DPRD.


Dalam forum itu, Ketua PPUU Abdul Kholik menegaskan bahwa wacana pemekaran wilayah perlu ditempatkan dalam kerangka ketatanegaraan yang jelas. Ia menekankan pentingnya optimalisasi peran DPRD dalam pelaksanaan otonomi daerah.


“Peran DPRD sangat menentukan keberhasilan otonomi daerah. Jika perannya optimal, maka tujuan peningkatan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat dapat dicapai,” ujar Abdul Kholik.


Ia juga menjelaskan bahwa sejumlah isu strategis terkait peraturan daerah, efektivitas pemerintahan, dan aspirasi pemekaran wilayah tengah dibahas dalam Prolegnas 2025. DPD, kata dia, sedang menyusun tujuh RUU prioritas yang di antaranya mencakup revisi UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.


Kholik menambahkan, dorongan pemekaran Jawa Tengah, baik pada tingkat kabupaten/kota maupun provinsi, kembali meningkat. Banyumas sendiri mengajukan pemekaran Kota Purwokerto dan pembentukan Kabupaten Banyumas Barat sebagai langkah awal penataan administrasi.


Wakil Ketua PPUU, Graal Taliawo, mengingatkan bahwa pemekaran wilayah tidak hanya berkaitan dengan pemisahan administratif, tetapi juga kesiapan tata kelola pemerintahan.


“Pemekaran tidak otomatis menyelesaikan masalah. Tanpa pengawasan yang baik, potensi korupsi tetap ada, baik di pusat maupun daerah,” tegasnya.


Ia mencontohkan persoalan ribuan izin usaha pertambangan yang dicabut dan dibekukan oleh Kementerian ESDM, yang proses aktivasi ulangnya justru menimbulkan berbagai masalah.


Sementara itu, Wakil Ketua PPUU Sewitri menyoroti kondisi fiskal Banyumas yang mengalami penurunan APBD dari Rp4,1 triliun menjadi Rp3,79 triliun. Menurutnya, dengan wilayah luas dan kebutuhan pelayanan publik yang besar, kajian pemekaran perlu dilakukan secara serius.


Anggota PPUU dari Jawa Timur, Dr. Lia Istifhama, menekankan bahwa kesenjangan pembangunan di selatan Jawa Tengah perlu ditangani. Ia menyebut potensi ekonomi Banyumas sebagai alasan kuat untuk memperluas dukungan pembangunan.


Tol Trans-Jawa harus mulai menyentuh wilayah selatan Jawa Tengah. Potensi ekonomi Banyumas berkembang pesat, mulai dari perguruan tinggi hingga sektor usaha riil,” ujar Lia.


Menurutnya, ekosistem ekonomi di Banyumas cukup kuat dan dapat menjadi modal dalam memperkuat otonomi daerah serta mendukung rencana pemekaran.


Meski usulan pemekaran Banyumas telah lama dibahas, prosesnya masih terhambat oleh kebijakan moratorium Daerah Otonomi Baru (DOB) dari pemerintah pusat. Sejumlah konsep pemekaran yang dikaji sebelumnya antara lain:


Kabupaten Banyumas Induk + Kota Purwokerto


Kabupaten Banyumas Induk + Banyumas Barat + Kota Purwokerto


Rencana ini bahkan telah masuk dalam arah pembangunan jangka panjang RPJPD Banyumas 2025–2045, termasuk penataan perangkat daerah dan daya dukung pemerintahan baru. Beberapa konsep penataan yang pernah muncul adalah pembentukan dua Pengadilan Agama, dua Pengadilan Negeri, dua Kejaksaan, dan Polresta baru pasca pemekaran.


Selain pemekaran kabupaten, wacana pembentukan Provinsi Banyumasan atau Provinsi JASELA ikut menguat. Wilayah yang diproyeksikan masuk dalam provinsi baru meliputi Brebes, Tegal, Kota Tegal, Purbalingga, Banjarnegara, Banyumas, Cilacap, Kebumen, serta Kota Purwokerto jika pemekaran disetujui.


Wilayah eks Karesidenan Banyumas ini memiliki kesatuan budaya dan bahasa Ngapak, serta karakter sosial yang dianggap seragam. Purwokerto dinilai paling layak menjadi ibu kota provinsi karena perannya sebagai pusat pendidikan, ekonomi, perdagangan, dan transportasi.


Pembahasan intensif PPUU DPD RI mengenai pemekaran Jawa Tengah menjadi sinyal bahwa isu tersebut berpeluang masuk Prolegnas 2025. Namun realisasinya tetap menunggu keputusan politik pemerintah terkait pencabutan moratorium DOB.


Selama kebijakan itu belum berubah, wacana Provinsi Banyumasan maupun pemekaran Kabupaten Banyumas akan terus menjadi aspirasi masyarakat sekaligus agenda kajian berkelanjutan bagi pemangku kebijakan. (Had) 

Bagikan:

Komentar