|
Menu Close Menu

Tagline Erick, Cuitan Fadli, Gaduh BUMN

Sabtu, 18 Juli 2020 | 10.19 WIB


Oleh : Moch Eksan

Fadli Zon, Anggota DPR RI Partai Gerindra, mempertanyakan makna "akhlak" dalam rangkap jabatan pada BUMN yang dinilai melanggar sejumlah aturan perundang-undangan. Pertanyaan Fadli, merupakan kesempatan bagi Kementerian BUMN menjelaskan akhlak sebagai core value (nilai inti). Di bawah kepemimpinan Erick Thohir, perusahaan-perusahaan BUMN diwajibkan mengelola atas dasar nilai amanah, kompeten, harmonis, loyal, adaptif dan kolaboratif.

Erick menyakini, bila para komisaris, direksi, karyawan dan para pihak yang terlibat dalam pengelolaan BUMN, berpegang teguh pada core value tersebut, maka perusahaan akan maju, mandiri, berdaya saing tinggi, serta berkontribusi besar bagi peningkatan pendapatan negara dan perekonomian nasional.

Sebab, selama ini problem terbesar dari perusahaan merugi, skandal korupsi, ketergantungan pada pemerintah, dilatarbelakangi oleh moral hazard yang rendah. Moral hazard ini berasal dari kesadaran dan keteladanan akhlak yang rendah dari pengurus dan karyawan BUMN itu sendiri.

Penggunaan kata akhlak di Kementerian BUMN, sangat menarik, baik dari segi akhlak falsafi maupun akhlak amali. Ibnu Maskawih, bapak ilmu akhlak falsafi, membagi manusia itu menjadi tiga macam: Pertama, orang baik secara hireditas. Orang seperti ini punya kecenderungan baik. Ia baik karena dari dalam baik. Lingkungan seburuk apa pun, tak bisa mempengaruhinya.

Kedua, orang buruk secara hireditas. Orang semacam ini punya kecenderungan buruk. Ia buruk dari dalam dirinya. Meskipun, lingkungan sebaik apa pun, ia tetap buruk. Lingkungan sebaik apa pun tak bisa mempengaruhinya.

Ketiga, orang baik atau buruk secara sosial bergantung lingkungan pergaulan, dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Mayoritas manusia termasuk dalam jenis ini. Disinilah pentingnya, character and nation building dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Akhlak baik merupakan proses pembiasaan yang dididik dan dilatih oleh para guru bangsa, melalui jalur pendidikan formal, informal dan non formal, seperti akhlak dalam pengertian Imam Al-Ghazali. Bahwa, pembiasaan itu merupakan kondisi kejiwaan yang mendorong tingkah laku secara otomatis, tanpa terlebih dahulu difikirkan dan direnungkan. Sehingga dalam praktik, akhlak menjadi inti nilai yang menjadi nilai kinerja dari perusahaan yang bersangkutan.

Lazimnya, penggunaan kata akhlak jadi jargon kampanye atau apa pun, oleh tokoh yang berasal dari tradisi kultural keagamaan yang kuat. Namun, tagline BUMN Berakhlak, ini justru ditelorkan oleh pengusaha dan politisi yang berlatar pendidikan barat dan non-agama. Erick jebolan program Master Bisnis Administrasi (Master of Business Administration) dari Universitas Nasional California, Amerika Serikat. Sebelumnya ia memperoleh gelar sarjana (Bachelor of Arts) dari Glendale University.

Apalagi, penggunaan kata akhlak dalam mengelola perusahan Plat Merah. Barangtentu, Erick punya motivasi sendiri. Sesungguhnya, ini sebuah keberanian di tengah arus radikalisme yang sedang dihadang oleh pemerintah. Yakin, akhlak dibenak Erick dan guru ilmu akhlak, elan vitalnya bisa jadi berbeda kendati bermuara pada keagungan moral Rasululllah SAW yang menjadi key succsess dalam berbagai hal, termasuk bisnis.

Muhammad Syafii Antonio memaparkan keteladanan Muhammad SAW dalam bisnis. Selama 28 tahun, Muhammad SAW mengeluti bisnis perdagangan. Sedari usia 12 tahun, Muhammad SAW menjadi karyawan, bisnis patungan dan jalankan bisnis sendiri. Muhammad SAW adalah pengusaha muda sukses yang mempersunting Siti Khadijah dengan maskawin 20 ekor unta muda dan 12 ons emas.

Pernikahaan pengusaha muda dan janda kaya ini, memperkuat bisnis perdagangannya semakin besar. Banyak pemodal Mekkah yang bekerjasama dengan sistem mudharabah. Muhammad SAW dikenal Al-Amin (orang amanah) yang terkenal-luas jujur, tepat janji, tak tercela dalam berdagang. Bisnis bersama dengan Muhammad SAW selalu untung, aman dan jauh dari perselisihan.

Barangtentu, Erick tak semata mengambil sejarah bisnis inspiratif Muhammad SAW di atas, "amanah" sejatinya nilai universal yang dianut pengusaha besar dunia, sejak dulu sampai sekarang. Melalui Mahaka Group, Erick fokus mengembangkan bisnis media, hiburan dan olahraga. JakTV, Republika, Mahaka Radio, Mahaka Advertesing, Rajakarsis.com, dan lain sebagainya, deretan bukti, nilai amanah diterapkan dan sukses mengembangkan core businessnya.

Jokowi-Ma'ruf menunjuk Erick sebagai Menteri BUMN, sebab diyakini amanah, bisa membawa BUMN go internasional, mesin uang pemerintah dan sokoguru ekonomi nasional. Untuk mencapai ekspektasi ini, ia berlari kencang melawan waktu, menata perusahaan BUMN. Berbagai gebrakannya menimbulkan turbulensi politik di dalam maupun di BUMN. Banyak yang merasa terancam, banyak kehilangan jabatan, dan banyak pula kehilangan garapan. Mereka bersekongkol menghadang, menahan laju langkahnya membangun success history, bangun BUMN maju, sehat dan mandiri.

Oleh karena itu, kegaduhan demi kegaduhan mengiringi gebrakan demi gebrakan Erick. Itu hukum alam yang tak bisa dihindari. Pro-kontra dari setiap kebijakan, pertanda ada perubahan besar di perusahaan-perusahaan BUMN. Semua berharap, gebrakan itu membuahkan hasil. Ukurannya pada peningkatan kinerja organisasi dan keuangan perusahaan. Apakah bisa memenuhi target, sementara pandemi Covid-19 ini belum mereda?

Alam sedang tak berpihak. Erick harus bekerja ekstra keras untuk memenuhi target, meskipun postur anggaran pendapatan dan belaja negara diturunkan. Perpres No 72/2020, semula target setoran deviden BUMN Rp 49 triliun , turun menjadi Rp 43,8 triliun. Angka ini angka penyesuaian dengan mempertimbangkan dampak wabah virus corona yang masih berlangsung.

Sepertinya, penerimaan negara dari Kekayaan Negara Dipisahkan (KND) 3 bulan terakhir, year on year mengalami penurunan pada periode yang sama antara 2019 dan 2020. KND itu sendiri bersumber dari setoran sisi surplus BI dan deviden BUMN. 4 bank negara yang menjadi andalan setoran dividen BUMN, 3 bulan terakhir masih membukukan laba bersih Rp 20,79 triliun. Erick sudah mengakui proyeksi deviden 2021, mengalami penurunan drastis dari Rp 43 triliun menjadi Rp 10-15 triliun. Semua perusahaan BUMN terdampak wabah mendunia tersebut.

Penulis merupakan Pendiri Eksan Institute

Bagikan:

Komentar