|
Menu Close Menu

Guru Besar Akhlaq Tasawuf Berpulang

Jumat, 07 Mei 2021 | 13.35 WIB

 


Oleh Moch Eksan


Di 10 akhir Ramadhan, satu lagi aset intelektual Universitas Islam Negeri (UIN) KH Achmad Shiddiq tiada. Prof Dr H Mahjuddin MPd.I telah berpulang ke rahmatullah di usia 70 tahun. Dosen asal Ujung Pandang Makassar Sulawesi Selatan tersebut tercatat sebagai staf pengajar di Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK). Mata kuliah yang diampu adalah Akhlaq Tasawuf.


Alumni Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya ini kebetulan penguji utama skripsi saya yang berjudul Profil KH A Muchith Muzadi, Pemikiran dan Perjuangannya dalam Pendidikan Islam. Pada sidang ujian skripsi tersebut, saya diberi nilai A. Skripsi ini kemudian diterbitkan oleh LKiS Yogyakarta 2000, dengan judul Kiai Kelana Biografi KH A Muchith Muzadi.


Pak Mahjuddin, panggilan akrab oleh mahasiswa dan koleganya di kampus, adalah seorang penulis produktif. Beberapa karyanya dijual online melalui Gramedia, Tokopedia dan Bukalapak. Diantaranya, Akhlaq Tasawuf l Mu'jizat Nabi, Karamah Wali, dan Ma'rifat Sufi,  Akhlak Tasawuf ll Pencarian Ma'rifah Bagi Sufi Klasik dan Penemuan Kebahagiaan Batin Bagi Sufi Kontemporer, , Masail Al-Fiqh Kasus-kasus Aktual dalam Hukum Islam. Buku-buku diterbitkan oleh Kalam Mulia Jakarta.


Dalam meniti karier, dosen kelahiran 19 Desember 1951 ini banyak mendapat tugas tambahan sebagai pejabat di lingkungan kampus. Puncaknya, Pak Mahjuddin pernah menjadi Ketua Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jember 2000-2004. Sebelum selesai masa jabatannya, ia mundur sebagai ketua dan pindah tugas mengajar di UIN Surabaya, sebelum akhirnya balik lagi ke UIN Jember lagi.


Pak Mahjuddin aktif berdakwah di tengah masyarakat. Tercatat sebagai khotib di berbagai masjid dan mengisi dialog agama di radio dan televisi lokal. Dengan dialek bahasa Bugis yang sangat kental, lontaran pemikiran keagamaannya terasa segar dan selalu up to date. Maklum, walau tergolong dosen senior, ia mengikuti perkembangan pemikiran Islam kontemporer dari sudut pandang hukum Islam dan akhlaq tasawuf.


Alumni S-1 Fakultas Tarbiyah UIN Maulana Malik  Ibrahim Malang ini, suatu ketika bertandang ke rumah saya secara khusus, untuk mengumpulkan data tentang pemilu. Ia sedang  mengerjakan tugas makalah fiqih siyasah waktu menempuh Program S-3. Saya terkejut dengan kedatangan dosen yang saya kagumi itu. Dengan senang hati, ada 3 buku karya saya yang diserahkan untuk melengkapi bahan tulisannya. Yaitu; Kaleidoskop Pemilu 2004 Kabupaten Jember Jejak Langkah Demokrasi Kota Suwar Suwir, Kaleidoskop Pemilu 2005 Dinamika Pemilihan Langsung Kota Tembakau, dan Fiqih Pemilu Menyemai Nilai Agama dan Demokrasi di Indonesia.


Saya melihat Pak Mahjuddin seorang yang sangat serius mengkaji sesuatu. Ia tak hanya mengkaji teks dalam kitab kuning, tapi konteks kekinian dari implementasi teks di tengah-tengah pergumulan masyarakat. Itulah yang membuat lontaran pemikirannya acapkali mengandung kebaruan. Buku Masail Al-Fiqh contoh kongkrit dari unsur kebaruan hukum Islam.


Disamping itu, Pak Mahjuddin menguasai peta jalan sufisme dalam meraih ma'rifatullah dan karomah. Buku Akhlaq Tasawuf l dan II, merupakan bukti penguasaan yang baik terhadap khazanah sufisme klasik dan modern. Laku akhlaq dan dzikir merupakan peta jalan menuju maqam spiritual yang tinggi. Tak ada sufi besar dalam Islam yang tak melalui riyadhah. Semua melalui olah batin takhalli dan tajalli sekaligus. Sebuah usaha keras untuk mengosogkan diri dari sifat buruk dan mengisi dengan sifat baik.


Dalam sepanjang hidup, Pak Mahjuddin mengikuti laku-laku sufi. Kendati menjadi pejabat dan guru besar, ia hidup sederhana dan rendah hati. Ia bersama keluarga tinggal berbaur dengan masyarakat Kelanceng Ajung Jember. Kadangkala kemana-mana naik sepeda motor sendiri. Dulu naik Vespa waktu saya kuliah. Sungguh seorang pribadi bersahaja yang pandai bergaul dan penuh kebapakan.


Banyak orang merasa kehilangan. Kepergian Pak Mahjuddin merupakan kerugian besar bagi UIN Jember. Guru besar merupakan aset perguruan tinggi. Akreditasi A atau B bergantung pada sumberdaya dosen. Staf pengajar merupakan aset utama di tengah persaingan perguruan tinggi yang kian ketat.


Umat Islam Indonesia kehilangan guru besar akhlaq tasawuf yang gigih   mengajar, berdakwah dan menjadi suri tauladan bagi keluarga, masyarakat dan bangsa. Bahwa guru besar harus menjadi rujukan pemikiran akademis. Karya  buku yang original, jauh dari plagiasi dan menjadi referensi utama, sebuah mahkota intelektual yang melampaui deretan gelar akademik yang berjejer. Selamat jalan Profesor, semoga diberikan tempat yang terbaik disisiNya. Amien.


"Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute.

Bagikan:

Komentar