|
Menu Close Menu

Dari Hutan Ke Senayan, Untold History Of Ir H Nur Yasin, MBA (Bagian-2)

Rabu, 16 Juni 2021 | 08.55 WIB



Oleh: Moch Eksan


MENIKAH BEDA AGAMA

Opini- Peristiwa kedua, Pak Yasin memberikan testimoni bahwa hutan di Katulistiwa Indonesia yang memberi pelajaran berarti cara berkerja dalam membuat perencanaan tata ruang, serta menikah dengan gadis pujaan hati.


Pasalnya, awal Pak Yasin bergabung dengan perusahaan konsultan Inggris. Ia beserta teman-temannya diterjunkan di tengah hutan Kalimantan Barat. Di tengah hutan yang hijau lebat, ia beserta tim dari alumni Universitas Gajah Mada (UGM), Universitas Padjajaran (UNPAD), Institut Pertanian Bogor (IPB), dan perguruan tinggi lainnya, plonga-plongo dan tak tahu apa yang harus dikerjakan.


Sampai-sampai tim Bule yang ikut dalam rombongan marah-marah sembari menegur. 'What you will do?' (Apa yang akan kamu kerjakan). Pak Yasin benar-benar malu dan dilanda kebingungan luar biasa. Dari mana pekerjaan harus dimulai dan menggunakan alat apa?


Sejak itu, Pak Yasin menanggalkan semua gengsi selaku alumni ITB yang merasa lebih bisa dari perguruan tinggi lain. Ia belajar keras bagaimana Si Bule Inggris bekerja. Berawal dari mengamati matahari dan mencari titik doppler.


Titik doppler adalah titik di atas tanah yang posisinya terhadap pusat masa bumi dengan menggunakan metode pengaman satelit doppler. Metode ini digunakan untuk melakukan survey dan pemetaan tanah.


Dari titik doppler, kemudian diketahui dimana posisi Pak Yasin berada di hutan belantara. Baik titik koordinat, berapa garis bujur dan lintang hutan tersebut. Baru setelah itu ia melaporkan ke Banjarmasin dan Jakarta.


Selepas melapor, semua logistik didroping dan mulai bekerja merambat dari titik doppler dengan membuat peta dasar, peta tanah, peta hidrologi dan seterusnya. Sehingga perencanaan pemukiman transmigrasi selesai dibuat dan kontraktor datang untuk membangun areal pemukiman tersebut.


Pengalaman kerja bersama Si Bule Inggris ini diduplikasi untuk mengerjakan proyek lainnya. Terutama dengan konsultan Denmark dan Amerika. Pak Yasin yang memotivasi para surveyor Bandung, bahwa tim dibawah kepemimpinannya pasti bisa dan yakin pekerjaannya lebih baik dari Si Bule.


Ternyata, tim Pak Yasin lebih bagus provitabilitynya dari tim Bule yang mengajarinya dulu kala. Berkat kinerja ini, ia mendapat ekstra bonus dari Kampasax Internasional A/S.


Bonus ini berkaitan dengan profit perusahaan yang besar dari proyek di Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur. Pak Yasin memperoleh bonus Rp 54 juta yang digunakan untuk membeli rumah pada 1988 yang ditempati sampai sekarang.


Pak Yasin sudah 32 tahun lebih bahagia tinggal bersama keluarganya di rumah ini, Jl. Kutilang III Blok M3/48, Bintaro Jaya, Sektor 2, Tangerang Selatan, Banten.


Sebuah rumah kenangan hasil keringat kuning di pedalaman hutan Kalimantan. Bila ditaksir hari ini harganya bisa tembus Rp 8 M. Di hutan ini pulalah, Pak Yasin bertemu dengan gadis pujaan hati yang selanjutnya menjadi ratu di rumah Bintaro Jaya tersebut.


Alkisah, waktu di tengah hutan, Pak Yasin bermalam di Kecamatan Kedukul Kabupaten Sanggau Propinsi Kalimantan Barat. Tak ada fasilitas apa pun kecuali kantor kecamatan saja. Suatu hari, ada seorang gadis sedang liburan di kecamatan itu, namanya Monica. 


Di sore hari, Monica remaja menyajikan minuman saat Pak Yasin mengobrol dengan Pak Camat. Kebetulan Pak Camat adalah saudara laki-laki tertua Monica dari 8 bersaudara. Kala itu Monica masih kelas 2 SMA. 


Semenjak pandangan pertama, Pak Yasin langsung jatuh hati dan mulai tumbuh benih cinta di antara dua anak manusia. Bersama perjalanan waktu, rasa kasmaran kian menggelora. Akhirnya, ia resmi mempersuntingnya sebagai pendamping hidup.


Pak Yasin dan Monica menikah di Catatan Sipil 1983. Pasangan ini selain beda usia, juga beda suku dan agama. Ia berusia 28 tahun dan istrinya berusia 21 tahun. Ia muslim taat sementara istrinya Khatolik taat. 


Yang menggemparkan dari kisah ini, pada saat Pak Yasin memberitahu keluarga besar di Jember. Ia menyampaikan kepada bapak ibunya, bahwa akan menikah. Betapa kedua orangtuanya sangat senang mendengar rencana tersebut. Tapi ia juga mengutarakan, ada sedikit masalah. Calon istrinya beda agama. Mertuanya kepala suku Dayak Kedayan yang sekaligus penginjil.


Sontak saja, kedua orang tua Pak Yasin terkejut, dengan logat Bahasa Madura yang kental mengatakan: 'Beh jek cem macem (wah jangan macam-macam)'. Akhirnya masalah ini dirapatkan di keluarga besar. Penentu keputusan akhir tetap ada di tangan sang kakek, H Abdul Karim.


Di luar dugaan, kakeknya justru merestui rencana nikah beda agama. Niat baik Pak Yasin dipandangnya bagus. Sambil mengutip beberapa ayat yang menghalalkan laki-laki muslim menikahi perempuan ahlul kitab.


Seperti dalam QS Al-Maidah/5:5. "...Dan (dihalalkan bagimu menikahi) perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara perempuan-perempuan yang beriman dan perempuan-perempuan yang menjaga kehormatan di antara orang-orang yang diberi kitab sebelum kamu,..."


Untuk ukuran di awal dekade 80an, pandangan kakek Pak Yasin sangat progresif. Apalagi, di kalangan ulama tradisional didominasi oleh pandangan Imam Syafi'i. Bahwa ahlul kitab adalah orang Yahudi dan Nasrani dari Bani Israel. Di luar itu bukan termasuk ahlul kitab sekalipun pengikut agama Yahudi dan Nasrani. Sebab Nabi Musa dan Isa AS hanya diutus untuk Bani Israel saja.


Namun belakangan, Nurcholish Madjid dkk dalam buku Fiqih Lintas Agama, memperluas ruang lingkup pengertian ahlul kitab seperti dalam kitab Tafsir Al-Manar karya Rasyid Ridha. Bahwasanya Yahudi, Nasrani, Majusi, Sabiin, Hindu, Budha dan komunitas agama yang punya kitab suci lainnya, termasuk ahlul kitab.


Menurut jumhur ulama tafsir dan fiqih, menikahi perempuan ahlul kitab diperbolehkan. Dalam konteks ini, 4 imam madzhab, Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hambali menghukumi makruh.


Hanya Ibnu Umar yang mengharamkan menikahi perempuan Yahudi dan Nasrani. Walau mereka ahlul kitab, mereka tetap dipandang sebagai musyrikin. Lantaran menyekutukan Allah SWT dengan yang lain. Pendapat ini yang menjadi dasar acuan Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengharamkan nikah beda agama.


Sejatinya, kakek H Karim maupun Pak Yasin sendiri pelaku Fiqih Lintas Agama. Jauh sebelum buku di atas naik cetak oleh Yayasan Paramadina pada 2004. Tentu keduanya semata berdasarkan bunyi teks QS Al-Maidah/5:5, tanpa membedah kontroversi pendapat tentang nikah beda agama dalam pergulatan intelektual Islam.


Selain menikah di Catatan Sipil, Pak Yasin juga menikahi Monica secara Islami di Jember. Selama 6 bulan menjalani biduk rumah tangga, dengan penuh kesabaran mengantar isterinya setiap Sabtu dan Minggu melakukan misa di gereja Banjarmasin. Perempuan semeter 3 Fakultas Hukum Universitas Tanjungpura Pontianak ini, lantas memutuskan menjadi mualaf.


Setelah masuk Islam, Pak Yasin menyaksikan istrinya lebih taat dan khusyu' dalam menjalankan ajaran agama Islam. Sebagai bukti, sang istrilah yang mendidik putera-puterinya soal agama, menyekolahkan mereka di sekolah Islam top di Jakarta, serta yang mendaftarkan 2 kali haji. Semestinya semua itu dilakukan oleh dirinya yang dibesarkan dalam tradisi agama yang kuat dan menjadi aktivis Masjid Salman ITB.


Dari pernikahan Pak Yasin dan Monica, lahir 3 anak.  Dua puteranya lahir di Banjarmasin. Yaitu Fajar Yasin dan Adit Yasin pada 1984 dan 1985. Dan, seorang puteri bungsu, Mega Rina Yasin lahir di Jakarta pada 1988. Ketiga anaknya sudah menikah semua. Kini, Pak Yasin telah dikaruniai 5 cucu dari putera-puterinya tersebut.


*Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute.

Bagikan:

Komentar