|
Menu Close Menu

Bang Deddy Mawardi, Tinggalkan Cita-cita Besar, Jember Lumbung Gula Nasional

Rabu, 07 Juli 2021 | 20.32 WIB



Oleh: Moch Eksan


Opini-Pada Kamis, 17 Juni 2021, saya bersama saudara Sapto Raharjanto ikut menemui Dedy Mawardi di Excelso, di Kompleks Perumahan Argopuro Kaliwates Jember. Waktu itu, Bang Dedy --panggilan akrabnya, sedang melakukan kunjungan kerja ke Pabrik Gula (PG) Semboro Jember dan Jatiroto Lumajang.


Di malam sayyidul ayyam itu, Bang Dedy dan teman-teman  Seknas Jokowi Jember ngobrol panjang lebar berbagai hal, terutama berkaitan dengan optimalisasi Seknas dalam menyukseskan program pemerintah Jokowi periode kedua ini. Sehingga program dapat berjalan efektif dan bermanfaat luas bagi masyarakat.


Di tengah-tengah, kita menindaklanjuti amanahnya menjadikan Jember sebagai lumbung gula nasional, tetiba terdengar kabar bahwa aktivis Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) ini dipanggil keharibaan Allah SWT di Rumah Sakit Hermina Lampung, pada Rabu, 7 Juli 2021, pukul 12.00 WIB. Tokoh pergerakan nasional kelahiran Tanjung Karang, 26 Mei 1963 ini meninggal dikarenakan covid-19 sekaligus meninggalkan cita-cita besar bagi negeri ini.


Cita-cita itu sebuah mimpi Indonesia bisa menjadi negara swasembada gula, dan menjadikan Jember sebagai lumbung gula nasional. Memang, untuk ukuran sekarang, mimpi itu sulit diwujudkan, tapi mesti harus diawali demi mewujudkan kedaulatan pangan. Bang Dedy berharap, usaha ke arah tersebut harus dilakukan, selagi menjabat sebagai Komisaris Utama Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) XI. 


Lulusan Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta ini didapuk sebagai Komisaris Utama PTPN XI pada 11 September 2017, setelah sebelumnya menjadi komisaris independen pada perusahaan plat merah tersebut pada 23 September 2015.


PTPN XI ini merupakan  perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di agrobisnis perkebunan yang core business gula. Ada pun produksi perusahaan ini  berupa gula kristal  yang berkontribusi sebesar 16-18 persen terhadap produksi gula nasional.


Advokat asal Lampung ini berkeinginan untuk meningkatkan produksi gula. Sehingga pabrik gula yang ada di bawah naungan PTPN XI, terus didorong untuk memperluas lahan tanaman tebu, baik yang berasal dari perkebunan milik negara, swasta maupun dari perkebunan milik rakyat. Sebab, dalam pandangan Bang Dedy, mustahil dapat meningkatkan produksi gula tanpa perluasan lahan tanaman tebu tersebut.


Sewaktu kunjungan kerja ke PG Semboro, pemilik Law Firm Mawardi and Partners juga memerintahkan untuk memperluas lahan tanaman tebu yang ada. Tawaran  harga sewa lahan pun harus kompetitif. Bila tidak, perusahaan pasti akan kalah saing dengan perusahaan yang memiliki core business yang sama, baik milik negara maupun swasta.


Pesan Bang Dedy ini masih sangat segar dalam ingatan para pengelola perusahaan produksi gula di Jawa Timur. Bahwa bisnis gula kedepan memiliki tantangan yang berat. Sebagai penyedia produk, tak hanya dituntut dapat memproduksi gula yang berkualitas, tapi juga harga harus bersaing dengan gula produksi dalam dan luar negeri. Bahkan perusahaan juga dituntut go public. Tentunya dengan corporate governance dan corporate culture yang baik, bersih dan profesional.


PTPN Group sejak 2020 telah masuk ke pasar ritel gula 1 kg. Holding dari perusahaan perkebunan ini adalah PTPN III yang meliputi PTPN II, PTPN VII, PTPN X, PTPN XI, PTPN XII,  dan PTPN XIV. Perusahaan-perusahaan tersebut dikonversi dari tanaman karet pada tanaman tebu. Ini bertujuan untuk menyediakan kebutuhan gula, stabilisasi harga dan ketahanan pangan.


Bang Dedy adalah komisaris utama yang paling serius untuk memenuhi target dari pemerintah dan holding PTPN Group, sebesar 1 juta ton gula nasional per tahun. Kendati target ini belum dapat memenuhi kebutuhan gula nasional dan menyetop gula impor. Akan tetapi, keseriusan ini bukti tekad untuk mewujudkan swasembada gula nasional.


Dibalik cita-cita besarnya tersebut, kondisi kesehatan aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) 1997-2000 ini nampak mulai membaik. Bahkan, sempat mengirim foto ke berbagai group whattshap dan melakukan chatting dengan para sahabatnya. Namun apa daya, ajal telah tiba, virus Corona itu hanya perantara saja. 


Ternyata, sapaan itu sebuah isyarat ingin berpamitan. Rupanya, Bang Dedy bukan hanya pulang ke Lampung tetapi juga berpulang ke kampung akherat. Selamat jalan Bang Dedy Mawardi, walau kita kenal singkat. Saya tahu engkau bara kaum aktivis pergerakan Indonesia!


*Moch Eksan, Pendiri Eksan Institute.

Bagikan:

Komentar