|
Menu Close Menu

Jalan Aktivisme Cak Nico

Kamis, 17 Februari 2022 | 09.11 WIB



Oleh Moch Eksan


Lensajatim.id, Opini- Saat lagi bertandang ke seorang sahabat di Dusun Langsepan Suren Ledokombo Jember, tetiba ada telpon masuk dari Kakak David Handoko Seto, Anggota Fraksi Partai NasDem DPRD Jember. Ia mengkonfirmasi kabar, apa benar Kakak Nico Ainul Yaqin meninggal dunia? Saya balik bertanya, informasi dari mana? Kakak Nody Jeans Gesper yang mengabarkan, kata Kak David.  "innalilahi wainna ilaihi raji'un", sahut saya. "Saya belum lihat group DPW NasDem Jawa Timur mulai tadi".


Benar, di group sudah ramai berita meninggalnya Kakak Nico yang lahir di Jember, 3 Januari 1967. Saya telpon beberapa teman, mencari tahu sebab meninggalnya. Akhirnya, telpon saya nyambung dengan Kakak Albert Petter Lassut. Ia bercerita bahwa sehabis mengerjakan laporan hasil pendampingan di DPD Partai NasDem Jember, ia pamit istirahat.


Ternyata, ijin istirahat tersebut untuk selama-lamanya. Tak disangka, Ketua Pengurus Koordinator Cabang (PKC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) periode 1994-1996, pulang secepat itu. Sebelumnya, tak terdengar kabar, bahwa ia sedang sakit. Memang, pernah bedrest karena gejala stroke tiga tahun lalu, namun ia sudah pulih total. Nampak, ia sehat walafiat. Apalagi, beberapa minggu terakhir, ia sedang intensif melakukan verifikasi DPC Partai NasDem se-kabupaten Jember.


Cak Nico, begitu saya memanggilnya. Adalah seorang aktivis tulen. Seluruh hidupnya untuk pergerakan sosial keagamaan dan politik. Sedari muda sampai meninggal, berorganisasi merupakan kegiatan sehari-hari. Aktivisme merupakan jalan hidupnya. Sedikit orang yang Istiqomah di jalan aktivisme ini, apalagi dunia ini lebih berorientasi pada pengabdian untuk pendidikan dan kaderisasi.


Wakil Ketua DPW Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) periode 2006-2009 ini, sangat menikmati kemewahan idealisme anak muda seperti kata Tan Malaka. Sosok pribadi yang tak pernah patah arang memperjuangkan cita-cita luhur di atas jalur kekuasaan. Beberapa kali bertarung dalam jabatan publik sebagai calon anggota DPD, anggota DPRD maupun wakil bupati, lebih bermakna sebagai ikhtiar memperjuangkan idealisme untuk berdakwah di dunia politik.


Memang, Wakil Ketua DPW Partai NasDem Jawa Timur ini belum sempat merasakan hasil ikhtiarnya, tetapi berbagai konsep dalam pendidikan dan kaderisasi menjadi amal jariyah yang pasti mengalirkan kebaikan dan kebajikan di alam Baqa. Banyak kader yang menikmati jalan idealisme yang telah ditinggalkannya, baik di IPNU, PMII, NU, PKB maupun Partai NasDem.


Cak Nico seorang konseptor pengkaderan yang banyak menyusun kurikulum pendidikan dan pelatihan kader di berbagai organisasi. Selain, berpengalaman dalam menata manajemen organisasi, baik keanggotaan maupun kepengurusan. Sehingga, kehadirannya senantiasa memberi warna bagi perjalanan organisasi tersebut.


Dari berbagai komentar teman dan sahabat Cak Nico, semua memandangnya sebagai "mentor" yang ikut menggembleng dan mengantarkannya pada etape kesuksesan. Ia menjadi rujukan banyak aktivis Jawa Timur, dan totalitas dalam memberikan pelayanan pengkaderan bagi siapa pun kader umat dan bangsa.


Saya mengenal Cak Nico sebagai santri KH Ahmad Shiddiq yang bermukim di Pondok Pesantren Ashtra waktu menempuh pendidikan di MAN 1 Jember. Terus melanjutkan ke Fakultas Dakwah di Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya. Santri aktivis dan aktivis santri ini yang aktif di organisasi sebagai sarana amar makruf nahi mungkar.


Cak Nico sosok pribadi yang hangat dan supel. Ia luwes bergaul dengan siapa pun tanpa sekat suku, agama, ras dan adat istiadat. Ia mudah diterima oleh kelompok manapun. Seorang yang cerdas dan humoris serta bersahaja. Bagi yunior, ia membimbing dan mengayomi.


Kini, tokoh asal Puger Jember ini telah tiada di usia 55 tahun. Kepergiannya begitu sangat cepat. Saat ia menjadi episentrum restorasi pendidikan kader di Jawa Timur. Selamat jalan Cak!  Selamat bersua dengan Kiai Ahmad! Sampaikan salam kami, NKRI harga mati!


*Penulis adalah Pendiri Eksan Institute.

Bagikan:

Komentar