Oleh : Masmuni Mahatma
Lensajatim.id, Puisi-Batu-batu kembali dentumkan suara
Dari bilik serpihan tikar tua warga desa
Ketika tak ada lagi daya sepuh kata di ceruk mata
Batu-batu akan sedia nyalakan cinta jelata
Yang terkulum diantara sisa harap dan doa-doa
Wadas, satu dari cerita rakyat yang kurang sedap
Walau angin baru saja berdesir dari dada yang mulai gelap
Liur kelelawar akan selalu terungkap
Bisikan-bisikan batu akan sampai kepada Tuhan
Sebelum tuan pangku rembulan
Di atas ranjang-ranjang kekuasaan
Di luar Wadas, cemara-cemara bernasib sama
Kala akarnya ditimbun limbah udang berbisa
Tuan pemilik keris kian berolahraga
Atasnama tahta dan gaun wanita
Laut tercemar sudah dianggap biasa saja
Wadas dan Dapenda, tak jauh beda
Kecuali soal media yang rela memola
Dari ucap hari-hari batu dan cemara
Keadilan tak usah diidamkan nyata
Ia lipstik seksi di balik ukuran meja
Terik matahari Wadas terasa ganas
Hanguskan wajah dan hati amat trengginas
Kalau aku ditanya tentang Wadas yang meradang
Kan kujawab ibu tak henti banting tulang
Jika diminta jawab izin tambang
Kan kujawab ibu rela tak makan siang
Bukan lantaran tak ada lagi uang
Tapi harmoni bumi dan manusia wajib dipandang
Serak cemara Dapenda kian tersiksa
Perihkan mata dan isi hamparan dada
Kalau aku ditanya tentang tambak udang
Kan kujawab ibu tak butuh dolar terpajang
Alis cemara tempat kita berteduh
Memupuk rindu pada leluhur sebening sungguh
Wadas dan batu, cerita mahar tanpa penghulu
Dapenda dan cemara, kisah rupiah yang memang diburu
O, dimanakah embun bersalin warna
Sumpah leluhur tak boleh kehilangan makna
2022
Komentar