Lensajatim.id, Opini-Di usianya yg ke 55 Tahun Kopri ini, mengingatkan memori saya peristiwa 23 tahun silam, tepatnya tanggal 17-23 Nopember 2000 di Asrama Haji Polonia Medan. itulah hajatan Kongres PMII yang ke-20.
Luar biasa, banyak keputusan krusial yang dihasilkan oleh kongres saat itu, setelah beberapa kali ricuh dan deadlock. Wajar sekali, karena itulah kongres pertama yang digelar pasca reformasi.
Euforia reformasi, itu mungkin lebih tepat saya istilahkan, darah mahasiswa masih sangat panas, idealisme meledak-ledak, rasanya semua harus berubah ditangan mahasiswa, tak terkecuali Kongres PMII ke-20 di Medan itu.
Benar saja, bias reformasi itu menghasilkan keputusan sangat luar biasa dan mendasar sekali, terutama dengan masa depan aktifis perempuan wabil khusus PMII putri.
Keputusan itu diawali dengan ditolaknya Laporan Pertanggung Jawaban Ketua Umum Sahabat Syaiful Bahri Ansori, kemudian berlanjut pada tuntutan pembubaran Pengurus Koordinator Cabang (PKC) yang dinilai sdh tidak efektif, pembubabaran Korp PMII Putri dan Departemen/Bidang Pemberdayaan Perempuan untuk semua jenjang kepengurusan, karena dinilai sudah tidak relevan lagi dengan perkembangan zaman terutama hubungannya dengan kesetaraan gender.
Alot, ricuh, deadlok bahkan caos terjadi dalam forum itu, pesertapun berhamburan keluar arena kongres, tak terkecuali saya dan 2 (dua) sahabat saya, Agus Sujarwadi Komisariat Unira dan Syafiuddin Moma Komisariat UIM Pamekasan, sebagai peserta/delegasi Cabang Pamekasan.
Masing-masing cabang seharusnya mendelegasikan 5 orang, tapi dari Cabang Pamekasan hanya sampai di medan 3 orang, karena 2 orangnya kembali setelah berkumpul di Kantor PKC Jawa Timur, yaitu sahabat Akh. Faqih dan Muhammad Yahya, Ketua & Sekretaris Cabang Pamekasan/Komisariat STAIN Pamekasan (IAIN Madura saat ini) karena ada keperluan mendadak.
Setelah semua delegasi Cabang se Jawa Timur itu berkumpul, maka perjalanan menuju Medan itu ditempuh dengan jalur darat menggunakan 2 bus dan sempat mampir ke Kantor PBNU sowan dan meminta wejangan Ketua Umum KH. A. Hasyim Muzadi, dan saat itulah di perkenalkan Sahabat Nusron Wahid yang akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum PMII periode 5 tahun setelah kongres itu.
KOPRI-pun akhirnya dibubarkan melalui keputusan kongres PMII ke-20 ini, pas menjadi kado pahit ulang tahunnya yang ke-22 yang seharusnya dirayakan beberapa hari lagi setelah kongres ini digelar.
Saya masih ingat betul apa yang menjadi alasan tuntutan pembubaran KOPRI oleh hampir mayoritas peserta kongres terutama dari kalangan PMII putri itu, mereka mengatakan : "kami tidak mau di kandangkan, kami setara dengan kaum laki-laki, kami punya hak sama".
Mereka beranggapan kalau masih ada badan otonom khusus perempuan seperti Kopri dan Lembaga/Bidang/Departemen pemberdayaan perempuan, itu berarti mengkandangkan kaum perempuan, tidak memberikan kesetaran pada kaum perempuan, padahal perempuan saat ini sudah berdaya, tapi hak dan kesempatannya saja yang dipasung.
Mereka menuntut agar PMII Putri sejajar dengan PMII putra, boleh dimana saja, kepengurusan apa saja, Ketua, Sekretaris, dan apapun diberbagai jenjang sesuai bidang keahlian dan profesionalitasnya.
Yaa ibaratnya kepengurusan PBNU saat ini, pertama kali dalam sejarah PBNU, memasukkan unsur perempuan dalam kepengurusannya, yang selama ini hanya di "kandangkan" di Muslimat, Fatayat atau IPPNU". Dan bagi PMII itu adalah isu 20 tahun yang lalu. Walaupun sepertinya keputusan itu hanya 1 periode saja, karena setelah itu dalam kongres berikutnya Kopri kembali dipulihkan hingga saat ini merayakan hari ulang tahunnya yang ke 55.
Selamat Harlah Koro PMII Putri (Kopri) Ke-55 (25 November 1967-2022), semoga Kopri semakin maju dan mandiri untuk kesejahteraan perempuan Indonesia.
*****
_AHMAD MUZAIRI_
_Alumni PMII Komisariat UNIRA Pamekasan._
Komentar