|
Menu Close Menu

Wali Murid Kritik Program Seragam Gratis Tak Kunjung Terealisasi, Begini Alasan Disdik Sumenep

Sabtu, 17 Desember 2022 | 17.59 WIB

Ardiansyah, Kabid SD Dinas Pendidikan Kabupaten Sumenep. (Dok/Istimewa).

Lensajatim.id, Sumenep- Program  pengadaan seragam gratis untuk peserta didik baru SD/MI tahun pelajaran 2022-2023 oleh Dinas Pendidikan (Disdik) Sumenep hingga saat ini tak kunjung selesai. Sontak, hal tersebut terus mendapat sorotan dari banyak pihak.

Kali ini, kritik itu datang dari salah satu wali murid  atau orang tua siswa yaitu Ainurrahman. Menurut Ainur keinginan Bupati Sumenep, Achmad Fauzi untuk memberdayakan penjahit lokal dinilai hanya bagian dari prank bawahan terhadap atasan.


"Wali murid dan wali santri kelas satu SD dan MI cukup gembira dengan kabar tersebut, untuk seragam merah putih Tidak usah beli bu, kata ustadzah di SDI tempat anaknya sekolah," tutur Ainur menirukan ucapan anaknya pada dirinya di salah satu WAG Senin 12 Desember 2022.


Ternyata, hampir satu tahun menunggu, terpaksa kini membeli sendiri seragam. Kata Ainurrahman  ada atau tidak ada seragam gratis tersebut sudah tidak berpengaruh bagi wali murid, apalagi sudah dipertengahan naik kelas.


"Kami pikir keterlambatan pengadaan seragam gratis itu karena adanya kendala di penjahitnya, mungkin karena jumlahnya yang banyak, maka perlu waktu cukup lama, pikir saya seperti itu," tambah aktivis yang akrab disapa Ainur itu.


"Ternyata itu tidak ada penjahit lokal yang dilibatkan, dan kabarnya seragam itu dijahit oleh pabrikan di luar kabupaten. Kalau begitu adanya kenapa capek-capek dilelang? Beli di SHOPEE saja, bisa COD lagi. Kasian Pak Bupati di prank terus sama bawahannya," ujarnya lagi.


Ainur menambahkan bahwa maksud dan tujuan program seragam gratis yang dicanangkan oleh Bupati Sumenep sangat mulia. " Selain membagikan seragam gratis juga penjahit lokal akan banjir pesanan tentunya, uang akan berputar di kabupaten sendiri," tandasnya.


Sementara itu, Ardiansyah Kabid SD Disdik Sumenep menyampaikan bahwa  terkait pemberdayaan juga disebutkan di Kerangka Acuan Kerja (KAK) serta di kontrak juga disebutkan. Dengan catatan di KAK itu berbunyi mengutamakan pemberdayaan dengan memperhatikan kemampuan penjahit atau kualitas hasil, biaya atau ongkos jahit dan batas waktu kontrak.


"Hal itu harus diperhatikan, karena hasil survei penjahit lokal di awal dengan harga Rp.37.500 per-stel, sampai ada yang telepon minta Rp. 120.000 per-stel. Dari situ maka tidak bisa kami paksa, ada yang kemudian hasil survei teman-teman diberita acara, penjahit lokal tidak punya mesin obras dan kelengkapan untuk menjahit kurang," paparnya saat ditemui diruang kerjanya, Senin 12 Desember 2022.


Akan tetapi pihaknya pasrah kepada penyedia untuk memilih dan menentukan sendiri, tapi tetap memaksimalkan penjahit lokal dengan memperhatikan kualitas waktu dan biaya.

"Saya tidak bisa menentukan harga jahit, ini pakaian seragam bukan hanya sekedar kain kemudian jahit, jadi harus ada kerjasama antara penyedia dan penjahit," katanya.


"Pemberdayaan itu muncul ketika Pak Bupati diwawancarai awak media. jadi awal itu pengadaan pakaian seragam, pemberdayaan itu tidak muncul dikerangka acuan kerja. Saya yang memunculkan di bagian kontrak, karena itu perintah dan keinginan Bapak Bupati untuk berbagi, saya sudah berusaha," lanjutnya.


Kalau tidak ada pemberdayaan, kembali ke tujuan awal kalau ini pengadaan seragam secara gratis.


Kalau tender mengaku tidak ada bahasa pemberdayaan di Kerangka Acuan Kerja (KAK) ataupun Klosal kontrak. Harus ada yang menjamin, misalnya pihaknya mencoba melihat harganya masuk atau tidak kemudian bisa menjamin kualitas atau tidak.


Selain itu, tinggal kontraktor lanjut nantinya mempertanggung jawabkan kepada dinas, mereka pasti ada alasan yang biasanya disampaikan secara tertulis.


"Ada itu pemberdayaan penjahit lokal di surat kontrak," tegasnya.


Lebih lanjut  Ardiansyah menjelaskan, bahwa itu merupakan haknya, apabila diperkirakan tidak cukup waktu, kualitas barang tidak baik, biaya ongkos jahit. Maka dapat menggunakan penjahit hanya di luar  Sumenep bukan di luar negeri.


Yang dikejar adalah barang tersebut berasal dari produksi dalam negeri, kalau produksi lokal sumenep tidak ada ketentuannya, yang boleh diatur dalam peraturan Itu pengadaan barang produksi dalam negeri, masuk di Indonesia.


"Kami survei ukuran seragam ke sekolah- sekolah termasuk Kemenag melalui email dan google form mulai Juni dan Juli. Karena tidak selesai-selesai akhirnya tembus hingga 3 agustus. Validasi data siswa itu terakhir bulan November dan sampai 4 kali validasi hanya untuk ukuran saja," pungkasnya. (Pur/Rus)

Bagikan:

Komentar