|
Menu Close Menu

Problematika Permasalahan Tambang Batu Kapur di Gunung Sadeng yang Tak Kunjung Selesai

Kamis, 19 Januari 2023 | 10.48 WIB



OLEH : AKH. TOHARUDIN, S.HI


Lensajatim.id, Opini- Gunung Sadeng yang berlokasi di wilayah selatan Kabupaten Jember tepatnya wilayah hukum Desa Kasiyan, Kecamatan Puger, Kabupaten Jember akhir-akhir ini ramai diberitakan. Tak lain dan tak bukan adalah berkenaan dengan konflik antara pemerintah daerah dengan pelaku usaha (penambang) yang berbadan hukum dan atau badan usaha, maupun perorangan yang sampai sekarang belum usai. Atas konflik tersebut sebenarnya kedua belah pihak dirugikan yaitu pelaku usaha tidak dapat melaksanakan kegiatan, sedangkan pemerintah daerah Kabupaten Jember tidak segera mendapatkan pendapatan daerah. 


Apabila diperhatikan secara seksama, konflik yang terjadi adalah berkenaan dengan :


Pertama, kewenangan izin usaha tambang telah menjadi kewenangan pemerintah pusat, sehingga dalam hal ini Pemerintah Daerah tidak mempunyai kewenangan untuk mengeluarkan perizinan usaha pertambangan. Berdasarkan pasal 1 angka 7 UU RI Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara menyebutkan : “ izin usaha pertambangan, yang selanjutnya disebut IUP adalah izin untuk melaksanakan usaha pertambangan”. IUP sebagai aspek legalitas pelaku usaha untuk melakukan kegiatan pertambangan diterbitkan oleh Menteri. Hal ini secara eksplisit disebutkan dalam pasal 9 Peraturan pemerintah nomor 96 tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara. 


Lebih lanjut berdasarkan pasal 31 PP nomor 96 tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha  pertambangan mineral dan batubara, berbunyi : pelaku usaha dapat memperoleh izin usaha Pertambangan (IUP) setelah memenuhi persyaratan administratif, tekhnis, lingkungan, dan finansial. Berdasarkan pasal 1 angka 31 UU RI Nomor 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara jo. pasal 1 ayat 33 Peraturan pemerintah nomor 96  tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha  pertambangan mineral dan batubara berbunyi : Wilayah izin usaha pertambangan yang selanjutnya disebut WIUP adalah wilayah yang diberikan kepada pemegang IUP atau pemegang SIPB.


Berdasarkan ketentuan pasal 6 Peraturan Pemerintah Nomor 96  tahun 2021 tentang pelaksanaan kegiatan usaha pertambangan mineral dan batubara disebutkan :

(1). Usaha pertambangan dilaksanakan berdasarkan perizinan berusaha dari pemerintah pusat.

(2). Perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemberian : a. nomor induk berusaha, b. sertipikat standar, dan/atau c.  izin

(3).  Perizinan berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas : a. IUP, b. IUPK, c. IUPK sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian, d. IPR, e. SIPB, f. izin penugasan, g.  izin pengangkutan, h.  IUJP, dan i. IUP untuk penjualan. 


Berdasarkan uraian dasar hukum tersebut dapat disimpulkan bahwa Pemberian izin usaha pertambangan (IUP) maupun wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) merupakan kewenangan pemerintah pusat. Lebih lanjut berdasarkan pasal 2 Peraturan Pemerintah nomor 55 tahun 2021 tentang tentang Pendelegasian Pemberian Perizinan Berusaha di Bidang Pertambangan Mineral dan Batubara menyebutkan : Pendelegasian meliputi : a. Pemberian  (sertipikat standar, dan izin), b. Pembinaan atas pelaksanaan perizinan berusaha yang didelegasikan, dan c. Pengawasan atas pelaksanaan perizinan berusaha yang didelegasikan. Selanjutnya pasal 4 berbunyi sebagai berikut : Pemerintah daerah provinsi dalam pelaksanaan pendelegasian sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 wajib : a.Melaksanakan pemberian perizinan berusaha yang didelegasikan secara efektif dan efesien sesuai dengan norma, standar, prosedur, dan kriteria yang ditetapkan oleh pemerintah pusat; dan b. Menyiapkan perangkat daerah yang dibutuhkan dalam pelaksanaan pemberian perizinan berusaha di bidang pertambangan mineral dan batubara.


Berdasarkan dasar hukum diatas, dapat disimpulkan bahwa kewenangan pemberian izin usaha pertambangan adalah kewenangan pemerintah pusat, namun ada beberapa kewenangan pemerintah pusat yang didelegasikan kepada Pemerintah Provinsi yaitu berkenaan dengan pemberian sertipikat standar dan pemberian izin berkenaan dengan kegiatan pertambangan. 


Kedua, masalah status tanah yaitu berupa sertifikat hak pakai seluas 190 hektare sebagai pemegang hak adalah Pemerintah Daerah kabupaten Jember. Atas dasar hal tersebut, Pemerintah Daerah telah memberikan izin hak pengelolaan kepada 19 perusahaan sejak tahun 2015. Namun belakangan ini melalui beberapa kesempatan yang dimuat media massa pemerintah Daerah yang diwakili oleh Bupati Jember Ir. Hendi menyampaikan mencabut semua izin hak pengelolaan tanah. Adapun dasar kebijkan itu diambil dikarenakan banyak ditemukan pelaku usaha tidak tertib bayar retribusi dan banyak ditemukan penambang liar yang tidak mempunyai izin. Bahkan Bupati Jember menyampaikan, usaha penambangan akan dilakukan oleh Badan Usaha Milik Daerah Jember.


Ketiga, permasalahan terkait tidak tertibnya pembayaran retribusi pelaku usaha tambang sehingga mengakibatkan pendapatan daerah dari aktifitas usaha tambang batu kapur kecil. Untuk menjawab permasalahan tersebut meskipun izin usaha tambang yang mengeluarkan pemerintah pusat dan atau pemerintah Provinsi, namun karena wilayah hukum pertambangan ada di Kabupaten Jember, maka Pelaku usaha tetap harus bersinergi dengan pemerintah Daerah Kabupaten Jember, dan sebaliknya Pemerintah Daerah harus menjalin hubungan yang baik dengan pelaku usaha dengan cara tidak mempersulit pelaku usaha dalam menjalankan usaha pertambangan. Hubungan hukum antara Pemerintah daerah dan pelaku usaha tambang agar menimbulkan hak dan kewajiban antara keduanya dapat dituangkan dalam Kontrak Kerja.


Bahwa atas dasar sebab-sebab konflik sebagaimana tersebut diatas, sebenarnya dapat  tarik benang merah kedua kepentingan antara pemerintah dan pelaku usaha tidak tercover dengan baik. Untuk mengatasi perseteruan antara kedua belah pihak dapat diatasi dengan cara apabila Pemerintah Daerah hendak mengelola tambang gunung sadeng dengan menggunakan wadah BUMD, BUMD bisa diposisikan sebagai traiding. Pelaku usaha yang telah mendapatkan izin usaha tambang tetap diakomodir dengan cara diikat dengan dapat  membuat Kerjasama dengan Pemkab  Jember dalam bentuk KSP (Kerja Sama Pemanfaatan) Gunung Sadeng dengan dituangkan secara jelas hak dan kewajiban kedua belah pihak. Apabila hal ini dilakukan dapat meredam problematika di lapangan. 


Masyarakat sekitar Desa Kasiyan, Kecamatan Puger hendaknya diberikan peran dan proporsi pengelolaan Gunung Sadeng melalui BUMD yang dibentuk oleh Pemerintah Daerah, sehingga semua pihak tidak ada yang dirugikan dan potensi tambang tersebut memberikan dampak positif bagi pembangunan Kabupaten Jember secara berkelanjutan. Apabila solusi konkret tidak segera diambil menjadi keputusan pemerintah daerah Kabupaten Jember, Masyarakat akan terdampak ekonomi yang selama ini mereka menggantungkan hidupnya pada tambang Gunug Sadeng.


Berdasarkan Penelitian yang dilakukakan oleh: Dhnnie Anyd Puteri Satriyadi (2013).  menyajikan data, bahwa masyarakat yang melakukan penambangan di Gunung Sadeng selama ini meliputi Desa Grenden, Desa Kasiyan, Desa Puger Kulon, Desa Puger Wetan, Desa Kasiyan Timur, Desa Mlokorejo, Desa Mojosari, Desa Rambipuji, Desa Wonosari dan Desa Wringin Telu. Tentu akan berdampak pada kehidupan keluarga mereka yang selama ini menjadi ladang pendapatan mereka.

Bagikan:

Komentar