Warung Madura. (Dok/Istimewa). |
Lensajatim.id, Surabaya- Permintaan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) kepada pemilik warung Madura untuk mematuhi aturan jam operasional yang ditetapkan oleh pemerintah daerah atau agar tidak buka 24 jam, ramai-ramai mendapat protes dari berbagai pihak.
Pertama, protes itu datang dari Achmad Baidowi, Anggota DPR RI dari Fraksi PPP. Menurut Baidowi, selama ini keberadaan warung Madura justru memiliki dampak positif bagi perekonomian masyarakat kecil.
" Seharusnya Kementerian UKM memberikan solusi usaha bagi masyarakat kecil, bukan malah mempersempit peluang usaha mikro dan kecil," jelas politisi yang akrab disapa Awek dalam keterangan persnya, Kamis (25/04/2024).
Kemudian, berikutnya, protes juga datang dari organisasi Madura seperti Madura Asli (Madas) dan Ikatan Keluarga Madura (IKAMA). Mereka bahkan memberikan dukungan agar warung Madura tetap buka seperti biasanya.
Tidak hanya sampai disitu, protes keras juga datang dari aktivis Gerakan Nasional Pemberantasan Korupsi (GNPK) Madura Raya, Imam Syafi'i. Dengan tegas Imam menyatakan kalau pernyataan dari Kemenkop UKM menyakiti masyarakat Madura. Untuk itu dirinya mengecam dan meminta pihak Kementerian untuk mencabut pernyataannya.
Protes keras juga datang dari Ketua IKA PMII Kabupaten Sumenep, Hairullah. Menurut pria yang akrab disapa Ilung ini, harus pemerintah memberikan dukungan kepada usaha mikro dan kecil, memberikan solusi yang mendukung pertumbuhannya, bukan malah menghambat dengan aturan yang dianggap memberatkan.
Ternyata, polemik tersebut juga mendapat perhatian serius dari Anggota DPD RI terpilih, Dr. Lia Istifhama. Perempuan yang akrab disapa Ning Lia ini mengaku heran dengan kebijakan Kemenkop UKM yang konon melarang warung kelontong Madura beroperasi 24 jam.
Kata Ning Lia, mereka (red: pemilik warung kelontong Madura) merupakan masyarakat kecil yang berjibaku menyambung hidup dengan usaha warungnya. Selain itu keberadaannya juga sangat bermanfaat bagi warga sekitar.
Apalagi lanjut Ning Lia, mereka bukan konglomerasi. Maka dari itu, dirinya meminta Kemenkop UKM agar meneliti kembali urgensi larangan tersebut. " Kalau terkait Perda Daerah, larangan itu lazimnya diperuntukkan bagi supermarket yang bisa menggerus toko-toko kecil,” tegas Tokoh Muda Nahdliyin Inspiratif Versi Forkom Jurnalis Nahdliyin ini. (Had)
Komentar