|
Menu Close Menu

Safari Diplomatik Prabowo, Mendayung di Antara Dua Karang

Minggu, 10 November 2024 | 16.54 WIB

 

Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto saat bertemu Presiden Republik Rakyat Tiongkok, Yang Mulia Xi Jinping. (Dok/Istimewa). 

Oleh Moch Eksan


Lensajatim.id, Opini- Presiden Prabowo Subianto melakukan lawatan perdana ke luar negeri. Lawatan ini diawali ke negara China dan selanjutnya Amerika Serikat.  Dua negara besar yang sama-sama penting bagi Indonesia dalam menjalin hubungan diplomatik.


Prabowo berulang-ulang menegaskan, bahwa Indonesia ingin menjadi sahabat yang baik bagi semua negara. Karena itu, negeri ini tetap menjalankan politik luar negeri bebas aktif. Tidak mau ngeblok pada  salah satu kekuatan besar dunia yang sekarang tripolar.


Seperti diakui oleh Ketua Kepala Staf Gabungan Militer Amerika Serikat, Jenderal Mark Milley, bahwa di dunia sekarang ada tiga kekuatan besar: Yaitu Amerika, Rusia dan China. Tiga negara ini yang bersaing merebut pengaruh di dunia. Terutama di dunia ketiga yang terdiri dari negara berkembang di kawasan Asia, Afrika dan Australia.


Prabowo punya cita-cita besar menyangkut politik luar negeri Indonesia. Ia ingin negeri ini menjadi Macan Asia. Sebuah sinonim bagi negara yang memiliki pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Sehingga dengan pertumbuhan itu, negeri ini disegani oleh kawan dan lawan.


Istilah Macan Asia ini yang didengung-dengungkan Prabowo sejak mengiklankan diri sebagai pemimpin gerakan Indonesia raya di semua stasiun televisi pada tahun 2008-2009. Iklan itu ditayangkan pada prime time yang lekat dalam memori rakyat sampai sekarang.


Bahkan, anak kecil sampai banyak yang hafal isi iklan itu saking gencarnya iklan politik Prabowo tersebut. Kini, ia berkesempatan mewujudkan visi Indonesia sebagai Macan Asia dengan menjalin hubungan bilateral dan multilateral demi sebesar-besarnya kepentingan nasional.


Safari diplomatik Prabowo harus dimaknai dalam konteks kepentingan nasional ini. Sehingga, sikap blok-blokan pada poros kekuatan besar Negara di dunia tak menguntungkan. Politik luar negeri yang bebas aktif merupakan arah kebijakan luar negeri yang dipegang teguh oleh para presiden Indonesia sebelumnya.


Tentu Prabowo tahu persis sikap politik luar negeri Indonesia itu berdasarkan atas pidato Bung Hatta pada sidang Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) pada 2 September 1946, yang berjudul: "Mendayung di Antara Dua Karang".


Ada dua potongan kalimat Bung Hatta yang viral dan relevan sampai sekarang. Antara lain:


Pertama, betapa juga lemahnya kita sebagai bangsa yang baru merdeka dibandingkan dengan dia raksasa yang bertentangan. Amerika Serikat dan Sovyet Rusia, menurut anggapan pemerintah kita harus tetap mendasarkan perjuangan kita atas adagium: percaya kepada diri sendiri dan berjuang atas tenaga dan kesanggupan yang ada pada kita.


Kedua, pemerintah berpendapat bahwa pendirian yang harus kita ambil ialah supaya kita jangan menjadi obyek dalam pertarungan politik internasional, melainkan kita harus tetap menjadi subyek yang berhak menentukan sikap kita sendiri, berhak memperjuangkan tujuan kita sendiri, yaitu Indonesia merdeka seluruhnya.


Apalagi, kondisi Indonesia saat Bung Hatta memimpin dengan waktu Prabowo berkuasa sudah berbeda jauh. Peran politik luar negeri ini lebih bisa dimainkan sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia dengan PDB lebih dari 1 triliun dolar.


Ekonom Bank Dunia, John Ure pada jurnal Open Access Government pada 8 November 2024, malah merasakan transisi Indonesia dari negara berkembang pada negara maju, dengan PDB Rp 15,6 kuadriliun. Kemajuan ini seiring dengan kemampuan Indonesia keluar dari Pandemi Covid-19 dan pulih lebih cepat daripada negara-negara lain.


Banyak pengamat luar negeri, meramalkan bahwa di bawah kepemimpinan Prabowo, Indonesia akan lebih berperan pada dunia internasional. Dengan kemampuan Bahasa Inggris yang baik, dan kondisi Indonesia yang lebih baik sekarang, ia lebih percaya diri, negara muslim terbesar di dunia ini dapat berperan aktif dalam mewujudkan perdamaian dunia.


Seruan damai Prabowo di berbagai forum internasional dalam menyikapi perang Rusia-Ukraina dan Israel-Palestina, sudah dilakoni sejak menjadi Menteri Pertahanan. Apalagi kini sebagai tokoh muslim berpengaruh peringkat ke-18 dari 500 tokoh Islam di dunia.


Prabowo adalah presiden yang punya jejaring militer dan pertahanan yang mendunia. Ini berkah bergabung dengan Presiden Jokowi pada periode kedua, sehingga selama lima tahun, ia mendapat iklan gratis untuk mempromosikan diri sebagai pemimpin kelas dunia yang layak mendapatkan mandat rakyat membawa Indonesia terbang tinggi bak burung Garuda.


Presiden Rusia, Vladimir Putin sebagai salah satu tripolar, menyebut Prabowo sebagai voice of global south (suara dari dunia selatan). Dunia yang meliputi dari negara-negara postcolonial yang beratus tahun dijajah dan dijarah oleh Eropa dan Amerika.


Indonesia memang selama ini, menjadi pemimpin dunia ketiga. Khususnya dalam memprakarsai KTT Asia-Afrika di Bandung tahun 1955 yang menjadi api kemerdekaan.


Disamping itu, peran Indonesia dalam KTT gerakan non blok di Jakarta 1992 yang mendorong kepemimpinan Indonesia dalam mengatasi krisis pasca perang dingin. Serta permintaan keringanan hutang luar negeri dari para anggota dalam membiayai pembangunan nasional. 


Soekarno dan Soeharto adalah presiden yang telah menorehkan prestasi, Indonesia sebagai corong dunia ketiga dalam menentang neokolonialisme dan imperialisme dalam wujud baru.


Dalam bidang politik luar negeri, rakyat Indonesia dapat berharap banyak terhadap safari diplomatik Prabowo. Banyak kerjasama yang ditandatangani telah mempererat hubungan saling menguntungkan kedua belah pihak.


Terus terang, di era disrupsi, tak satupun negara yang bisa berdiri sendiri. Saat ini, antar negara saling ketergantungan, otomatis kerjasama dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan hidup nasional masing-masing.


Sikapnya yang terbuka dan apa adanya serta setia, akan menjadi modal pesona pribadi Prabowo untuk melancarkan semua agenda Indonesia dalam pergaulan dunia. Semua akan senang. Semua akan menjadi Prabowo pada waktunya. Seorang presiden yang tentu ingin pecahkan rekor Bung Karno yang berhasil kunjungi 60 negara sejak berkuasa, atau Jokowi yang dapat melawat 41 negara sejak memimpin Indonesia.


Barangtentu, kunjungan kenegaraan Prabowo ke berbagai negara bukan untuk plesiran, akan tetapi untuk mengukuhkan peran global Indonesia dalam mewujudkan perdamaian dunia yang abadi dan berkeadilan sosial, sebagaimana diamanahkan oleh UUD 1945. Semoga!!!


Moch Eksan adalah Pendiri Eksan Institute dan Penulis Buku "Kerikil Dibalik Sepatu Anies".

Bagikan:

Komentar