|
Menu Close Menu

Masyarakat Diminta Bijak Merespon Proses Penegakan Hukum Kasus Korupsi Pertamina Patra Niaga

Minggu, 02 Maret 2025 | 23.41 WIB

 

Ilustrasi. (Dok/Istimewa). 
Lensajatim.id, Jakarta– Kejaksaan Agung telah menangani suatu perkara tindak pidana korupsi tataniaga hilir migas PT Pertamina Patra Niaga, yang sempat ramai dalam beberapa hari terakhir. 


Pengungkapan kasus tersebut mendapat perhatian khusus Iwan Bento Wijaya, selaku Ketua Dewan Pembina Pimpinan Pusat Kesatria Muda Respublika. Dalam keterangan pers yang diterima oleh media,  Iwan menyebutkan bahwa Kejaksaan Agung mempublikasi rangkaian suatu tindak pidana korupsi kepada publik tertangkap berbeda yang diterima oleh masyarakat. 


" Terdapat disinfromasi dalam narasi Kejaksaan Agung dalam perkara tataniaga migas, ditambah pada nilai kerugian negara yang sangat luar biasa. Publik merespon dari hasil publikasi Kejaksaan Agung adalah bahan bakar minyak (BBM) hasil blending dianggap sebagai BBM oplosan, " jelas Iwan, Minggu, (02/03/2025). 


Iwan menambahkan, proses penegakan hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dalam kasus ini menuai kecurigaan dari berbagai pihak. 


" Terutama terkait dugaan adanya intervensi atau kepentingan tertentu yang ingin menguasai tata niaga hilir migas di Indonesia. Kemudian juga soal perhitungan kerugian negara dalam tindak pidana korupsi yang ditangani oleh Kejaksaan Agung tidak didasari perhitungan yang real oleh Badan Pemeriksa  Keuangan (BPK), " tandasnya.


Padahal, perhitungan kerugian negara dalam suatu rangkaian tindak pidana korupsi  merupakan langkah krusial dalam proses penegakan hukum oleh Kejaksaan. Artinya,  Kejaksaan juga harus mengedepankan prinsip independen dan terlepas dari kepentingan politik, serta tidak menciptakan stigmatisasi terhadap salah satu pihak. 


Masih kata Iwan mengatakan, dalam proses penegakan hukum yang dilakukan Kejaksaan Agung terhadap beberapa pihak yang diduga terlibat dalam pengadaan BBM dan proses produksi dan distribusi BBM murni sebagai suatu tindak pidana yang harus ditegakkan. 


" Namun, muncul dugaan bahwa proses hukum ini tidak murni upaya penegakan hukum semata. Melainkan, ada indikasi suatu upaya menunggangi oleh pihak-pihak tertentu yang ingin menguasai tata niaga hilir migas di Indonesia dan menjatuhkan kepercayaan publik terhadap pertamina. Ini terlihat dari terjadinya disinformasi dimasyarakat, " paparnya. 


Untuk itu, pihaknya berharap Kejaksaan Agung dalam proses penegakan hukum harus mengedepankan prinsip persamaan di mata hukum. 


" Setiap individu memiliki hak yang sama untuk diperlakukan secara adil di depan hukum, " tegasnya. 


Pihaknya meminta agar penegakan hukum tidak boleh diskriminatif atau menyudutkan salah satu pihak secara tidak proporsional.


Seharusnya, lanjut Iwan, publikasi yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung mengenai adanya dugaan pengoplosan, harusnya  didasari pendapat ahli perminyakan atau ahli kimia atau ahli pada ekosistem tataniaga hilir migas. 


" Bila tidak itu tentu sangat berbahaya, sebab itu bisa menyangkut kepercayaan publik, " ucapnya. 


PT Pertamina sebagai keterwakilan negara atau perpanjangan tangan negara dalam penguasaan dan pengusahaan ekosistem hilir tataniaga migas merupakan implementasi dari amanat pasal 33 UUD 1945. Dalam pasal tersebut, negara harus pegang kendali penuh atas ekosistem hilir tataniaga migas. Bila pengaruh negara atas kendali ekosistem hilir tataniaga migas menurun bahkan hilang, itu sangat bahaya bagi negara atas kepastian suplly migas untuk masyarakat. 


Maka dari itu, pihaknya juga mengajak masyarakat juga bijak dan cermat dalam menerima semua informasi dari media maupun di media sosial. 


" Butuh kebijaksanaan seluruh stakeholder dalam menyampaikan informasi ataupun yang menerima informasi. Hal ini bertujuan untuk setiap proses penegakan hukum berjalan secara utuh pada koridor hukum dan memberi dampak keadilan serta pengetahuan terhadap Masyarakat, " pungkasnya. (Rilis). 

Bagikan:

Komentar