![]() |
Nurhadi, Anggota Komisi IX DPR RI.(Dok/Istimewa) |
“Kita jangan bicara pertumbuhan ekonomi kalau rakyat justru makin kehilangan pekerjaan,” tegas Nurhadi, Jumat (25/7/2025). Ia menilai kondisi ini bertolak belakang dengan target pertumbuhan ekonomi nasional yang dipatok antara 5,2% hingga 5,8%.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) Februari 2025 menunjukkan, jumlah pengangguran terbuka mencapai 7,28 juta orang, meningkat dari 7,20 juta pada tahun sebelumnya. Ironisnya, sekitar 65% dari angka tersebut adalah generasi muda, bahkan satu juta di antaranya lulusan sarjana.
“Ini bukan statistik biasa. Ini bom waktu sosial,” ujar legislator dari Fraksi Partai NasDem itu. Berdasarkan laporan Al Jazeera, 16% dari total 44 juta penduduk usia 15–24 tahun di Indonesia menganggur—angka yang dua kali lebih tinggi dari Vietnam dan Thailand.
Nurhadi menyayangkan pemerintah yang menurutnya terlalu sibuk dengan pencitraan, namun minim solusi konkret. “Pemerintah harus berhenti bermain narasi. Yang dibutuhkan rakyat adalah terobosan nyata, bukan proyek-proyek seremonial yang hanya bagus di laporan,” kritiknya.
Ia juga menilai program-program yang dijalankan Kementerian Ketenagakerjaan belum menyentuh akar persoalan. Pelatihan vokasi yang digencarkan tidak relevan dengan kebutuhan industri, sehingga lulusannya banyak yang tetap menganggur.
“Ini kegagalan desain kebijakan. Harus ada koreksi arah. Program pelatihan harus berbasis kebutuhan nyata industri, bukan sekadar formalitas,” kata Nurhadi.
Menurutnya, strategi penurunan pengangguran harus diarahkan pada:
Penguatan pendidikan vokasi yang terintegrasi dengan dunia kerja nyata
Digitalisasi pelatihan kerja untuk menjawab tantangan otomatisasi dan ekonomi hijau
Reformasi perlindungan tenaga kerja di sektor informal dan rentan
Penguatan UMKM sebagai motor penciptaan lapangan kerja rakyat
“Pembangunan ketenagakerjaan harus lintas sektor, progresif, dan antisipatif. Bukan hanya kuratif dan tambal sulam,” tegas Nurhadi.
Ia memastikan bahwa Komisi IX DPR RI akan mengawal persoalan ini secara serius. Dalam waktu dekat, pihaknya akan memanggil Kemenaker, Bappenas, hingga lembaga vokasi untuk mengevaluasi arah kebijakan ketenagakerjaan nasional.
“Penurunan angka pengangguran harus menjadi pintu masuk untuk membangun ekosistem kerja yang bermartabat, bukan sekadar alat politik angka. Kami tidak akan tinggal diam,” pungkasnya. (Had)
Komentar