Revolusi Tidak Boleh Kehilangan Adab
(Sebuah Tafsir Kultural dan Ideologis atas Pemikiran Bung Karno)
Pendahuluan
"Revolusi tidak boleh kehilangan adab."
Pernyataan monumental dari Bung Karno ini bukan sekadar kutipan moral, melainkan seruan ideologis dan kebudayaan yang mendalam. Dalam pusaran sejarah kemerdekaan—di tengah pertarungan ideologi antara kolonialisme, kapitalisme, komunisme, dan lainnya—Bung Karno menegaskan bahwa revolusi Indonesia adalah revolusi yang berbudaya, bukan revolusi yang dilandasi oleh dendam.
Baginya, senjata dan slogan tidak cukup untuk membangun bangsa. Diperlukan ruh. Dan ruh itu adalah adab.
1. Adab: Jiwa dari Sebuah Peradaban
Dalam pandangan Bung Karno, adab merupakan puncak dari sebuah peradaban. Ia bukan sekadar tata krama, melainkan cerminan jati diri bangsa Indonesia—sebuah kompas moral dalam bertindak, berbicara, dan berpikir. Adab menjunjung harmoni antara manusia, alam, dan Tuhan.
"Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghormati jasa para pahlawannya."
Namun lebih dari itu, bangsa yang besar adalah bangsa yang menjunjung tinggi adab dalam setiap lini perjuangannya.
Dalam konteks perjuangan, adab mencakup:
Kesantunan dalam berjuang
Etika dalam berpolitik
Empati dalam kepemimpinan
Kesabaran dalam perbedaan
Kesadaran akan batas dalam berkuasa
2. Revolusi Marhaenis: Membebaskan, Bukan Menghancurkan
Marhaenisme—ideologi rakyat ciptaan Bung Karno—bukan sekadar strategi politik, melainkan etos perjuangan. Marhaenisme mengajarkan bahwa revolusi sejati harus didasarkan pada cinta, bukan kebencian: cinta kepada rakyat, cinta kepada tanah air, dan cinta kepada kemanusiaan.
"Revolusi bukan pembalasan. Revolusi adalah penyucian."
Revolusi bukanlah alat untuk menghancurkan lawan. Sebaliknya, revolusi sejati membebaskan manusia dari kebodohan dan keserakahan—bukan menjerumuskannya ke dalam dendam dan kekerasan.
3. Bahaya Jika Revolusi Kehilangan Adab
Ketika revolusi kehilangan adab, yang tersisa hanyalah:
Kekerasan yang membabi buta
Dendam antargenerasi
Rezim yang represif dan otoriter
Oligarki baru yang lebih licik dan manipulatif
Sejarah telah menjadi saksi:
Revolusi Prancis yang menebar darah lewat guillotine
Revolusi Bolshevik yang memakan anak kandungnya sendiri
Tragedi 1965 di Indonesia yang meninggalkan luka kolektif hingga kini
Bung Karno tidak ingin bangsa ini mengulangi jejak kelam tersebut. Oleh karena itu, ia menanamkan nilai-nilai gotong royong, kemanusiaan, dan perjuangan yang berakar pada kebudayaan sebagai benteng moral revolusi Indonesia.
4. Pemuda: Penjaga Api Revolusi dan Adab
Bung Karno menaruh harapan besar kepada kaum muda. Mereka bukan hanya pelopor perubahan, tetapi juga penjaga adab di tengah pergolakan zaman.
Etika perjuangan bagi pemuda adalah:
Diskusi boleh keras, tapi tidak kasar
Perbedaan boleh tajam, tapi tidak menjatuhkan
Kritik boleh tajam, tapi tetap santun dan beradab
"Sopan santun bukanlah bentuk kelemahan, dan adab bukan sekadar topeng sosial."
Tanpa adab, seorang nasionalis akan kehilangan wajah dan ruh perjuangannya.
5. Pancasila: Revolusi Adab sebagai Sistem Nilai
Puncak dari revolusi beradab versi Bung Karno adalah Pancasila. Ia bukan hasil kompromi politik semata, tetapi merupakan manifestasi nilai-nilai luhur bangsa yang terlembaga secara ideologis dan kultural.
Kelima sila adalah wujud adab bangsa:
1. Ketuhanan Yang Maha Esa → adab terhadap Tuhan
2. Kemanusiaan yang Adil dan Beradab → adab terhadap sesama
3. Persatuan Indonesia → adab dalam kebersamaan
4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan → adab dalam demokrasi
5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia → adab dalam keadilan dan ekonomi
Inilah revolusi sejati:
Revolusi yang tidak hanya menggulingkan rezim, tetapi menumbuhkan manusia yang bermartabat.
Penutup: Menemukan Kembali Terang di Tengah Zaman Gelap
Di tengah polarisasi politik, kemerosotan etika publik, dan derasnya arus informasi yang tidak terkendali, seruan Bung Karno tentang pentingnya adab menjadi semakin relevan.
Indonesia hari ini tidak kekurangan orang pintar, tetapi kekurangan orang yang beradab. Perubahan besar tidak selalu lahir dari orasi dan kemarahan, melainkan dari kesabaran, keteladanan, dan keluhuran budi.
Kita—anak ideologis Bung Karno—wajib menghidupkan kembali semboyan ini:
"Revolusi tidak boleh kehilangan adab."
Karena hanya dengan adab, revolusi menemukan maknanya.
Dan hanya dengan makna, bangsa ini dapat melangkah menuju keadilan dan kemuliaan sejati.
Oleh: Alifiya Luthfa Ramadhani
Fakultas Keperawatan, Universitas Airlangga
Komentar