|
Menu Close Menu

Fenomena Bediding Melanda Surabaya, BMKG Ungkap Penyebab dan Dampaknya

Jumat, 11 Juli 2025 | 09.58 WIB

Ilustrasi perempuan kedinginan. (Dok/Doktersehat.com). 
Lensajatim.id, Surabaya— Suhu udara yang lebih dingin dari biasanya mulai terasa di Surabaya dan sekitarnya dalam beberapa hari terakhir. Fenomena ini dikenal sebagai bediding, dan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi kondisi tersebut akan berlangsung hingga bulan Agustus 2025.


Prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Juanda, Thariq Harun, menjelaskan bahwa turunnya suhu udara di wilayah Jawa Timur, termasuk Surabaya, disebabkan oleh minimnya tutupan awan di atmosfer.


“Biasanya suhu terasa lebih dingin jika tutupan awan hampir tidak ada. Panas yang disimpan oleh bumi pada siang hari langsung terlepas ke angkasa pada malam hari tanpa penghalang,” jelas Thariq, Kamis (10/7/2025), sebagaimana dilansir dari Kompas.com.


Meski tengah berada di musim kemarau, sebagian wilayah Jawa Timur justru masih diguyur hujan. Thariq menyebut kondisi ini sebagai kemarau basah, yang dipengaruhi oleh aktivitas monsun Australia.


“Kemarau tahun ini termasuk kemarau basah. Artinya, meski kemarau, masih ada potensi hujan lokal. Hal ini terjadi karena angin dari monsun Australia yang saat ini bertiup dari timur ke barat cukup aktif,” paparnya.


BMKG mencatat bahwa suhu udara di Surabaya berkisar antara 22 derajat Celsius pada malam hari hingga 35 derajat Celsius di siang hari. Perbedaan suhu yang cukup ekstrem ini menyebabkan masyarakat merasakan perubahan yang signifikan antara siang dan malam.


Fenomena bediding ini mulai dirasakan langsung oleh warga. Salah satunya Rama Indra (26), warga Kecamatan Gubeng, Surabaya, yang mengaku merasakan perubahan cuaca yang cukup mengganggu aktivitas sehari-hari.


“Siang hari matahari terasa sangat menyengat, tapi anginnya tetap dingin. Malam justru sangat dingin, bahkan beberapa kali turun hujan ringan,” ungkapnya.


Rama menambahkan bahwa kondisi ini sempat membuatnya jatuh sakit akibat perubahan suhu yang drastis.


“Beberapa hari lalu saya sempat meriang. Mungkin tubuh saya kaget karena perbedaan suhu yang ekstrem. Saya banyak minum air putih dan mengonsumsi minuman hangat untuk memulihkan kondisi,” katanya.


BMKG mengingatkan masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap dampak fenomena bediding, terutama bagi kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan penderita penyakit pernapasan. Perubahan suhu ekstrem antara siang dan malam berpotensi menurunkan daya tahan tubuh jika tidak diantisipasi dengan baik.


Masyarakat juga diimbau untuk tetap menggunakan pakaian hangat saat malam hari, mencukupi asupan cairan, serta menghindari aktivitas berlebihan saat suhu ekstrem terjadi. (Sumber: Kompas.com) 


Bagikan:

Komentar