|
Menu Close Menu

Dituduh Curi Burung, Kakek 71 Tahun Terancam 2 Tahun Bui, Ansor Jatim Nilai Hukum Perlu Sentuh Rasa Kemanusiaan

Minggu, 14 Desember 2025 | 21.20 WIB

H. Musaffa' Safril, Ketua PW GP Ansor Jatim.(Dok/Istimewa). 
Lensajatim.id, SurabayaKetua Pimpinan Wilayah Gerakan Pemuda (PW GP) Ansor Jawa Timur, H. Musaffa Safril, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus hukum yang menjerat Kakek Masir (71), warga Situbondo, Jawa Timur, yang dituntut dua tahun penjara karena menangkap burung cendet di kawasan Taman Nasional Baluran.


Menurut Musaffa Safril, penegakan hukum harus tetap menjunjung tinggi asas keadilan substantif, tidak semata-mata bertumpu pada pendekatan normatif-positivistik. Ia menilai, terdapat sejumlah alasan sosiologis, ekonomis, dan kemanusiaan yang patut menjadi pertimbangan serius dalam perkara tersebut.


“Secara sosiologis, Kakek Masir merupakan tulang punggung keluarga. Dari sisi ekonomi, yang bersangkutan berasal dari keluarga tidak mampu dan infonya tercatat sebagai penerima manfaat bantuan sosial. Ditambah lagi faktor usia lanjut, 71 tahun, yang seharusnya menjadi pertimbangan dalam menentukan rasa keadilan,” ujar Musaffa Safril, Minggu (14/12/25).


Ia menegaskan bahwa Ansor menghormati prinsip equality before the law, di mana setiap warga negara diperlakukan sama di hadapan hukum. Namun demikian, hukum juga harus memberi ruang pada pertimbangan non-yuridis, terutama dalam konteks kesenjangan sosial dan kondisi faktual terdakwa.


Dalam konteks upaya hukum, Musaffa Safril menyebut amicus curiae (sahabat pengadilan) sebagai salah satu alternatif yang dapat dipertimbangkan. Amicus curiae, jelasnya, dapat diajukan oleh NGO, akademisi, maupun organisasi kemasyarakatan untuk memberikan kajian dan masukan hukum kepada majelis hakim.


“Pengadilan pada prinsipnya terbuka menerima amicus curiae. Memang, hakim tidak berkewajiban menjadikannya dasar putusan karena amicus curiae bukan dokumen persidangan. Namun ia dapat menambah khazanah dan referensi bagi hakim, sebagaimana amanat Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman yang mendorong hakim menggali nilai-nilai keadilan dalam masyarakat,” jelasnya.


Ia menambahkan, amicus curiae dapat diajukan selama persidangan masih berjalan, dan paling tepat disampaikan pada tahap pembuktian. Khusus dalam kasus Kakek Masir, Musaffa menekankan bahwa penyusunan amicus curiae harus dilakukan secara komprehensif, dengan landasan asas dan dalil hukum yang kuat.


“Mengingat adanya prinsip equality before the law dan pendekatan positivisme hukum, terlebih karena perbuatan ini disebut sebagai perbuatan berulang, maka amicus curiae harus menitikberatkan pada aspek kesenjangan sosial. Sajian tersebut harus didukung bukti konkret mengenai status sosial Kakek Masir dan kondisi kehidupan keluarganya,” tegasnya.


Menurutnya, argumentasi tersebut dapat menjadi pertimbangan sosiologis bagi majelis hakim dalam menentukan putusan yang lebih berkeadilan dan berperikemanusiaan.


Sebagai bentuk nyata keberpihakan pada keadilan sosial, Ketua PW GP Ansor Jawa Timur itu juga menyatakan telah menginstruksikan LBH Ansor Situbondo untuk melakukan pendampingan hukum terhadap Kakek Masir.


“Ansor tidak ingin hukum kehilangan nuraninya. Karena itu, kami mendorong pendampingan maksimal agar hak-hak Kakek Masir tetap terlindungi dan proses hukum berjalan dengan mempertimbangkan keadilan sosial,” pungkas Musaffa Safril. (Had) 

Bagikan:

Komentar