|
Menu Close Menu

Covid-19 sebagai Ujian Keadilan dan Kesabaran bagi aparat pemerintah

Kamis, 21 Mei 2020 | 12.26 WIB



Oleh : Firman Syah Ali

Dunia maya saat ini dihebohkan dengan video   seorang pria bergamis putih menolak untuk patuh terhadap Peraturan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB), pria dengan sedan mewah bernopol N 1 B sampai mendorong petugas, menantang petugas, mengaku sebagai orang Polda dan sebagainya. Beberapa warganet menulis bahwa pria yang menolak patuh terhadap Ulil Amri itu diduga bernama Habib Umar Abdullah Assegaf Bangil. Kalau benar beliau adalah Habib Umar Assegaf Bangil, maka beliau adalah pimpinan Majelis Sholawat yang viral di Youtube, beliau juga aktif di Jamaah Al Khidmah, sebuah jamaah ahlut Thariqah Qodiriyah Wan Naqsabandiyah peninggalan Cak Urik atau KH Ahmad Asrori Al-Ishaqy Kedinding Lor Surabaya. Selain itu ada juga yang menyebut Habib Umar Assegaf sebagai tokoh Yayasan Al-Bayyinat, sebuah Yayasan anti Syiah,  satu kelompok dengan Almarhum Habib Ahmad Zein Al Kaff Ampel yang akrab disapa sebagai Habib AZA. Video ini berujung pada seruan beberapa warganet muhibbin untuk mencari aparat yang beradu mulut dan sempat beradu fisik dengan Habib Umar Assegaf tersebut, status aparat Satpol PP tersebut saat ini wanted, berdasarkan wall facebook sekelompok warganet yang diduga sebagai buzzer abadi sejak pilpres 2014 silam.

Kejadian ini tidak berselang lama dengan peristiwa penangkapan dan penahanan kembali Habib Bahar Bin Smith karena diduga melawan PSBB dan memprovokasi warga masyarakat melalui orasi. Konon Habib tampan berbaret merah bintang lima tersebut kini ditahan di Lapas Nusakambangan nan legendaris.

Selanjutnya mari kita tengok kejadian-kejadian sebelumnya di mana petugas lapangan sebagai aparat pemerintah dilawan oleh warga negara yang menolak patuh, diantaranya pasien positif covid-19 menolak patuh dengan cara mendorong paksa pintu kamar isolasinya di Rumah Sakit dan keluar dari Rumah Sakit dengan hanya memakai  celana dalam sambil marah-marah.

Ada juga video sekelompok warga menyingkirkan dan menendang rambu-rambu check point kemudian beramai-ramai melanggarnya sehingga membuat petugas kewalahan.

Ada juga video seminggu lalu seorang pemuda memukul petugas di check point perbatasan Bogor-Bekasi gara-gara disuruh membenahi posisi masker yang dikenakannya. Masih di Bogor, seminggu sebelumnya juga viral video seorang pria mengamuk saat diminta mematuhi PSBB oleh petugas. Dia tetap memaksa duduk bersebelahan dengan isterinya.

Sebulan lalu seorang pria di Jakarta Selatan menodongkan senjata tajam ke arah petugas hanya karena diminta mengenakan masker. Sama hebohnya dengan kejadian persekusi terhadap salah seorang warga yang melaporkan sholat taraweh di lingkungannya kepada Gubernur DKI Anies Baswedan.

Apakah di alam nyata, di luar alam youtube juga begitu? Di alam nyata di duga banyak kejadian serupa yang tidak sempat viral dan tidak sempat diunggah ke youtube. Saya sendiri sering melihat petugas eyel-eyelan dengan petugas check point sehingga membuat antrian sangat lama dan panjang terutama di jalur Suramadu.

Bagaimana suasana di perkampungan? diduga banyak warga desa yang menderita covidiot, yaitu penyakit otak yang definisinya kurang lebih sebagai berikut :
“a stupid person who stubbornly ignores social distancing protocol, thus helping to further spread COVID-19”. Mereka adalah orang-orang bodoh yang keras kepala menolak protokol pembatasan sosial, sehingga membantu penyebaran COVID-19 lebih luas.

Kalau anda datang ke pulau madura maka pemandangan sehari-hari sama persis dengan suasana pra Covid-19, pasar tetap ramai penuh sesak menimbulkan kemacetan lalu lintas, orang-orang berlalu-lalang tanpa alat pelindung diri (APD). Tahlilan, haul dan sejenisnya tetap ramai, walaupun berita kematian pasien corona mereka tonton setiap waktu baik di televisi maupun di youtube.

Penyebab covidiot itu antara lain :

1. *Patologi teologi*. Banyak warga pedesaan menganut teologi Jabariyah, semua terserah Allah, ajal sudah ditentukan Allah, semua Allah yang ngatur, tidak usah pedulikan pemerintah. Padahal indonesia terkenal sebagai bumi Aswaja bukan bumi jabariyah, tapi kenapa sebagian warganya menganut jabariyah akut seperti itu? ini patologi teologi. Semangat berketuhanan sangat tinggi, sangat tidak berimbang dengan ilmu tentang ketuhanan. Mereka tidak paham betapa para pembawa agama dulu sering memberi contoh tentang ikhtiar menghindarkan diri dari bahaya kematian,  ambil contoh pembawa agama islam sembunyi di gua saat dikejar-kejar kaum Quraisy, juga mengenakan baju besi saat memimpin peperangan, bukan cuma modal pasrah marang gusti Allah;

2. *Ketidakpercayaan kepada Pemerintah*. Mereka beranggapan Covid-19 ini tidak ada, mereka yakin bahwa para korban meninggal dunia itu bukan mati karena corona, mereka mati karena penyakit lain namun divonis corona, tujuannya untuk menakut-nakuti umat islam agar umat islam meninggalkan masjid, mereka tidak tau bahwa umat agama lain di muka bumi juga sudah meninggalkan ibadah kolektif dan menggantinya dengan ibadah personal. Kalau anda ingin tau dengan orang-orang berpaham begini, datanglah ke beberapa desa di madura dan anda akan dapati sebagian penduduk berpendapat begitu. Seorang tenaga medis di salah satu desa di madura curhat ke saya, katanya makan hati menjadi tenaga medis di madura, sering dituduh kafir dan lemah iman. Tenaga medis ini pernah menghadiri sebuah acara ritual keagaman berupa tahlilan kemudian membagi masker kepada seluruh hadirin, masker diterima tapi dimasukkan saku bukan dikenakan. Bahkan sebagian ada yang menghina dengan cara menjadikan masker itu sebagai celana dalam kemudian difoto dan dikirim ke teman-temannya. Tenaga Kesehatan yang juga berdarah madura itu sangat marah dan tersinggung, untunglah pria iseng itu sudah datang meminta maaf ke tenaga kesehatan dimaksud, kasus ditutup, tidak ada carok (duel sampai mati).

3. *Pura-pura bodoh*. Ini orang paling berbahaya, dia tau kalau Covid-19 berbahaya tapi dia sengaja pura-pura covidiot karena didorong oleh kebenciannya yang luar biasa kepada pemerintah atau didorong oleh kepentingan ekonomi alias envelopes. Dia menghasut sebanyak mungkin orang untuk tidak percaya dengan adanya Covid-19 dan mengajak sebanyak mungkin orang untuk menolak patuh pada protokol kesehatan yang ditetapkan oleh pemerintah.

Dalam situasi seperti saat ini aparat pemerintah betul-betul sedang diuji, terutama dalam hal keadilan dan kesabaran. Kalau aparat pemerintah lulus dalam dua hal tersebut, insya Allah setelah covid-19 berlalu, aparat pemerintah akan menjelma menjadi aparat terbaik (best performances).

*Ujian Keadilan*.
Ini ujian terberat, yang menuntut pemerintah untuk adil menegakkan aturan dan memberi sanksi kepada semua kalangan tanpa membeda-bedakan status sosial, politik dan ekonomi. Jangan sampai pasar tradisional dikuyo-kuyo namun mall dimanja, jangan sampai rakyat biasa dipaksa patuh sementara orang-orang kaya (pengendara sedan camry misalnya) dibiarkan, rasa keadilan masyarakat akan terluka dan pada gilirannya dapat melahirkan anarkisme.

*Ujian Kesabaran*.
Sebagai pelayan masyarakat, kesabaran pemerintah terutama petugas lapangan sedang diuji, jangan mudah terpancing provokasi baik di media sosial maupun di alam nyata, termasuk provokasi fisik sekalipun, hadapi dengan sabar dan berikan pemahaman terbaik secara persuasif. Provokasi fisik sebaiknya direkam video dan diproses secara hukum, provokasi fisik jangan dibalas dengan aksi fisik juga, nanti jadi perkelahian. Kesabaran aparat menghadapi orang-orang covidiot dan orang-orang yang  pura-pura covidiot ini butuh kecerdasan emosional yang tinggi, bukan sekedar kecerdasan intelektual. Bahkan kalau perlu kecerdasan spiritual juga patut diasah dan ditingkatkan.

Semoga pemimpin dan aparat pemerintahan kita baik pusat maupun daerah lulus dari ujian Covid-19 dengan predikat Summa Cum Laude atau Muntaz.

**) Penulis adalah Pengurus Harian Pengurus Wilayah LP Ma'arif NU Jawa Timur/ Ketua Pengurus Koordinatoriat Sahabat Mahfud MD Jawa Timur

Bagikan:

Komentar