A. Warits, Ketua Bawaslu Jatim saat memberikan sambutan. (Dok/Had). |
Lensajatim.id, Surabaya- Badan Pengawas Pemilihan Umum Jawa Timur (Bawaslu Jatim) terus berupaya memberikan edukasi lewat sosialisasi kepada masyarakat demi mensukseskan Pemilu 2024 yang bermartabat dan berkualitas. Kali ini, Bawaslu Jatim menggelar sosialisasi bahaya politik identitas di Surabaya pada Kamis-Jumat (1-2/12/2022), di Hotel Harris Surabaya.
Kegiatan itu diawali dengan menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya, kemudian dilanjutkan dengan sambutan oleh Eka Rahmawati, Kordiv Pencegahan dan Partisipasi Masyarakat, Bawaslu Jatim. Dan setelah itu dilanjutkan dengan sambutan oleh Ketua Bawaslu Jatim, A. Warits.
Tidak hanya itu, dalam kegiatan tersebut juga dilakukan penandatanganan dan pembacaan Ikrar Jawa Timur Tolak Politik Uang dan Politisasi Sara dalam Pemilu Serentak tahun 2024.
Penandatanganan Ikrar Jawa Timur Tolak Politik Uang dan Politisasi Sara dalam Pemilu Serentak tahun 2024. (Dok/Had). |
Dalam sambutannya, A. Warits mengatakan bahwa penggunaan politik identitas dalam pemilu memiliki potensi untuk memecah belah masyarakat.
“Maka kami mengajak semua untuk menjaga ini, kita sebagai masyarakat Jawa Timur yang masih kondusif bisa saja terjadi,” tukas Warits.
Mantan Ketua KPUD Kabupaten Sumenep ini juga mengajak seluruh komponen masyarakat, untuk belajar dari sejarah penjajahan yang dialami oleh Indonesia.
Foto bersama peserta kegiatan sosialisasi. (Dok/Had). |
“Bangsa kita dulu pernah dijajah oleh Belanda dan Jepang, lama tidak merdeka itu karena apa? Karena susahnya kita membangun komitmen kebangsaan kita untuk sama-sama melawan penjajah,” tandasnya.
Kata Warits, sejarah memberi pelajaran bahwa dengan situasi yang terbelah, tidak bisa mencapai tujuan atau cita-cita yang akan diwujudkan oleh suatu bangsa.
Begitu pun juga dengan pemilu yang akan sukses terlaksana dengan bersih, jika dijalankan dengan komitmen berbagai komponen masyarakat.
Dalam kesempatan itu, ia juga menyampaikan bahwa sumpah pemuda itu terjadi karena pemuda-pemuda bersatu, setelah melepas kepentingan kelompoknya.
“Logikanya sederhana saja, pemilu dilahirkan dari sejarah yang panjang dan komitmen yang luar biasa, harus dijaga dan dibangun,” mantan aktivis GMNI ini.
Dirinya menegaskan, bahwa pemilu adalah milik masyarakat dan tidak boleh terjadi perpecahan bangsa dengan adanya pemilu.
“Banyak agama hingga suku, sudah kita sepakati bagian dari bangsa ini, itu tidak perlu diotak-atik, harus kita kelola dengan baik, jangan sampai itu menjadi salah satu pintu masuk kelompok-kelompok yang tidak bertanggungjawab untuk memenangkan kepentingannya, karena itu akan merusak kita sebagai bangsa, yang telah sepakat menjadi satu bangsa, bangsa Indonesia,” ungkap mantan Sekretaris PCNU Kabupaten Sumenep ini.
Lebih lanjut ia menambahkan, seluruh komponen masyarakat baik dari Organisasi Masyarakat (Ormas), Organisasi Profesi, maupun yang lainnya, harus merajut persatuan untuk menjalankan cita-cita bangsa melalui pemilu.
Ia berharap melalui sosialisasi tersebut, persatuan masyarakat dapat dibangun dan mewujudkan pemilu yang semakin berkualitas dan berintegritas bagi bangsa Indonesia.(ss/had/red).
Komentar