|
Menu Close Menu

Jelang Pemilu 2024, Ombudsman RI Jawa Timur Ikut Awasi Netralitas ASN

Selasa, 05 Desember 2023 | 13.35 WIB

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Jawa Timur Agus Muttaqin saat memberikan sambutan dalam kegiatan refleksi kinerja pelayanan publik di Jawa Timur, 5 Desember  2023. (Dok/Had)


Lensajatim.id, Surabaya- Tingkat kepercayaan publik terhadap Ombudsman Jawa Timur selaku pengawasan pelayanan publik terus mengalami kenaikan. Hal itu tergambar pada data penerimaan laporan masyarakat makin stabil dan menunjukkan tren positif. Dalam kurun waktu yang sama, ada kenaikan sekitar 30 persen jumlah laporan masyarakat.


Hingga 4 Desember 2023, Ombudsman Jawa Timur menerima 947 laporan. Rinciannya, 569 laporan konsultasi non laporan (KNL), 30 laporan respons cepat Ombudsman (RCO), 347 laporan masyarakat (LM), dan 1 Investigasi atas Prakarsa Sendiri (IAPS).  


Selanjutnya, dari data tersebut yang berlanjut ke pemeriksaan sebanyak 211 laporan. Rinciannya, 135 laporan telah ditutup dan 76 masih dalam proses penanganan. 


" Tentu saja jumlah laporan tersebut lebih baik dibanding semester I/2022. Saat itu, Ombudsman Jawa Timur hanya menerima 203 laporan, dan yang diselesaikan pada Januari-Juni 2022 sebanyak 88 laporan," kata Kepala Perwakilan Ombudsman RI Agus Muttaqin.


Menurutnya, kenaikan jumlah laporan tidak menyelesaikan permasalahan klasik sebaran domisili pelapor yang kurang merata. Warga di Jawa Timur bagian utara, kecuali Pulau Madura, tetap mendominasi jumlah laporan.


Sedang dari substansi laporan hampir tidak ada perubahan tren dibanding tahun sebelumnya. Isu pelayanan pemerintahan, pertanahan, dan kepolisian tetap teratas. Hanya saja, belakangan ada tren pengaduan masyarakat dengan substansi hak-hak sipil, khususnya perizinan pembangunan rumah ibadah makin banyak. Setidaknya, satu tahun terakhir ada 3 laporan perizinan rumah ibadah yang masuk, yakni di 1 Kutisari Utara, Surabaya, dan 2 di Desa Petiken, Driyorejo, Gresik. Ini yang menjadi perhatian bagi insan Ombudsman di Jawa Timur.


Selain itu, Ombudsman Jawa Timur menerima banyak laporan masyarakat sektor pendidikan, yakni PPDB, pungli di sekolah, dan penahanan ijazah. Laporan PPDB didominasi tidak jalannya layanan pengawasan terhadap pelaksanaan sistem zonasi oleh dinas pendidikan setempat. 


Demikian juga soal pungli. Bahkan yang menjadi ironi, sekolah tidak segera menghentikan pungutan, tetapi justru mengintimidasi wali murid pelapor untuk mencabut laporan ke Ombudsman. Meski demikian, kami terus mengampanyekan penghentian pungli di sekolah dengan menggandeng media massa.


Hingga 4 Desember 2023, perwakilan Jawa Timur telah melaksanakan kegiatan peningkatan akses pengaduan (kolaborasi dengan Komisi II DPR RI) di dua pemda, yakni Kota Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Tuban, Kabupaten Pacitan, dan Kabupaten Jember. Kegiatan tersebut terbukti mendongkrak data jumlah pelapor dari masing-masing wilayah yang menjadi lokasi kegiatan. Sebut saja Kabupaten Pacitan, yang pada 2021 dan 2022 tidak ada laporan yang masuk, pada 2023 meroket dengan total 69 laporan dan konsultasi non laporan.


Antusiasme warga melapor itu menunjukkan adanya kritisme publik. Mereka makin menyadari hak-hak mendapatkan pelayanan yang baik. Sebaliknya, aparatur pemerintah tidak segera beradaptasi terhadap perubahan tersebut. Sedang bagi internal Ombudsman, fenomena tersebut merupakan momentum untuk meningkatkan kualitas pelayanan. 


Apalagi, pada 2023 ini merupakan tahun politik menjelang ajang lima tahunan pemilu. Dinamika politik akan semakin terasa pada semua aspek kehidupan berbangsa. Tak terkecuali terhadap pelayanan publik.


Pada ajang pemilu, Ombudsman ikut melakukan pengawasan. Salah satunya memelototi netralitas aparatur sipil negara (ASN) di Pemilu 2024. Tentunya, sesuai kerangka pengawasan yang disiapkan Ombudsman RI. Ombudsman tidak hanya menjadikan ASN sebagai bahan yang akan kita bahas sekaligus jadi objek pengawasan, tapi juga aparat penyelenggara pelayanan publik. 


Potensi maladministrasi pada pemilu bermacam-macam. Ombudsman telah mengidentifikasi sejumlah problem. Salah satunya, penyalahgunaan wewenang sekaligus penyimpangan prosedyr pada penggunaan fasilitas publik untuk kegiatan politik khususnya kampanye. Potensi masalah lainnya, yakni penyelenggara pelayanan publik yang tidak fokus. Sebab, waktu dan tenaga mereka dipakai untuk mengurusi politik yang bertentangan dengan tugas pokok dan fungsinya.


Dari kerja pencegahan maladministrasi, Ombudsman RI Jawa Timur telah melakukan pengambilan data dalam penilaian kepatuhan UU Pelayanan Publik terhadap 38 kabupaten/kota dan provinsi. Hasil penilaian akan diumumkan pada 14 Desember 2023. Namun, dari informasi sementara, mayoritas pemda responden mengalami perbaikan signifikan.


Pada 2023, antusiasme pemda untuk minta pendampingan kepatuhan terhadap UU 25 Tahun 2019 kepada Ombudsman juga mengalami peningkatan. Terhitung hampir separoh dari total pemkab/pemkot di Jawa Timur mengajak Ombudsman untuk berkolaborasi agar ada peningkatan kualitas standar pelayanan. Antusiasme ini dapat dipahami, mengingat raport kepatuhan Ombudsman menjadi salah satu komponen nilai reformasi birokrasi.


Terkait kendala yang dihadapi Ombudsman Jawa Timur adalah keterbatasan personel dan sarana/prasarana untuk menunjang pengawasan pelayanan publik. Dari personel, Ombudsman Jawa Timur hanya memiliki 16 personel yang menangani substansi laporan. Tentu saja, jumlah tersebut tidak sebanding dengan laporan. Perbandingannya saja, pada 2023 Ombudsman menerima 947 laporan, sehingga rasionya 1 personel rata-rata menangani 50 laporan. Padahal, idealnya 1 personel menangani 15 laporan.


" Kami juga mengalami kendala kelayakan kantor. Status kantor adalah pinjam pakai dari Pemprov Jawa Timur, dengan bangunan seluas 350 meterpersegi dan lahan sekitar 750 meterpersegi," pungkasnya .(Red)

Bagikan:

Komentar