Baihaki Sirajt, Direktur Eksekutif ARCI dalam sebuah wawancara dengan media. (Dok/Istimewa). |
Lensajatim.id, Surabaya- Pilkada Serentak 27 November 2024 di Jawa Timur ada 5 kabupaten/kota yang calon tunggal atau calon petahana melawan kotak kosong. Berdasarkan hitungan sementara, dari lima daerah tersebut semuanya unggul melawan kotak kosong.
Hanya saja, di Kabupaten Gresik Jawa Timur, kotak kosong memperoleh suara yang sangat signifikan dibandingkan dengan daerah yang lain yaitu mencapai 40,27% suara, sedangkan petahana yaitu calon bupati Fandi Akhmad Yani dan wakil bupati Asluchul Alif memperoleh 59,73% suara,
Sementara itu untuk empat daerah lainnya, misalnya di Kota Surabaya pasangan calon walikota dan calon wakil walikota Eri Cahyadi-Armuji unggul 81,38 persen suara, kemudian kotak kosong 18,62 persen suara.
Lalu berikutnya di Kota Pasuruan pasangan calon walikota dan calon wakil walikota Adi Wibowo dan Mokhamad Nawawi juga unggul dengan perolehan 80,59 persen suara, dan kotak kosong hanya mendapat suara 19,41 persen suara.
Pasangan Ony Anwar Harsono dan Dwi Rianto Jatmiko unggul jauh dari kotak kosong yakni 94,08 persen. Sementara kotak kosong hanya mendapat suara 5,92 persen. Terakhir Pilbup di Kabupaten Trenggalek, pasangan petahana Mochmmad Nur Arifin dan Syah Muhammad Natanegara unggul 80,79 persen. Sementara kotak kosong hanya mendapat 19,21 persen suara.
Direktur Eksekutif Accurate Research and Consulting Indonesia (ARCI), Baihaki Sirajt ikut merespon soal fenomena menangnya petahana melawan kotak kosong dalam Pilkada Serentak 2024 di Jawa Timur. " Di Jatim tidak ada kotak kosong yang menang. Sebab sesuai aturan dalam Pilkada melawan kotak kosong, hasil suara meraih lebih dari 50% suara sah. Dan di Jatim semua memenuhi syarat itu, " jelas Baihaki kepada media, Jumat (29/11/2024).
Hanya saja kata Baihaki, perolehan suara kotak kosong dari 5 Pilkada Kabupaten/Kota di Jatim, 4 daerah berdasarkan penilaian dirinya itu tergolong tinggi perolehan suara kotak kosong, dan Gresik yang tertinggi. " Harusnya petahana bisa dikatakan memiliki legitimasi kuat lawan kotak kosong apabila kotak kosong perolehannya tidak sampai 10% suara, " beber Baihaki.
" Dan itu hanya terjadi di Ngawi yang kotak kosongnya hanya memperoleh 5,92 persen. Sedang yang lain di atas 10 persen, bahkan Gresik mencapai 40,27 persen suara," tambahnya.
Kemudian berikutnya lanjut Baihaki, tingginya perolehan kotak kosong juga harus menjadi evaluasi bagi parpol. " Perolehan kotak kosong itu juga bentuk kritik ke parpol, bentuk protes agar parpol lebih mendengar lagi terhadap aspirasi masyarakat. Pilihan pada kotak kosong protes warga terhadap calon yang disuguhkan, mereka ingin ada pilihan lain, karena hanya tunggal, ya sudah mereka pilih kotak kosong, " beber Baihaki.
Untuk itu, Baihaki berharap ke depan, tidak ada lagi Pilkada dengan calon tunggal. Tidak ada lagi upaya borong rekom parpol demi calon tunggal. " Parpol harus memberikan banyak pilihan kepada masyarakat, agar pemilih lebih tercerdaskan dengan berbagai alternatif pilihan figur yang ada, " tegasnya. (Had)
Komentar